Empat

39.6K 4.4K 355
                                    

Kennan tidak tahu apa yang seharusnya lebih disesali. Ditinggal oleh Irina begitu saja atau diusulkan untuk menikahi Febe. Semua yang terjadi hari ini mirip kumpulan mimpi buruk yang tak ada habisnya.

Lelaki itu nyaris tak bicara selama menyetir dalam perjalanan pulang. Sementara ayah dan ibunya saling berbantahan, masih berkaitan dengan ide tak masuk akal dari Hisham tadi. Seperti biasa, ayah Kennan menghadapi Lydia dengan santai dan sabar. Nada suaranya tetap datar. Sementara ibunya yang emosional entah berapa kali mengkritik sang suami.

"Papa kok bisa-bisanya punya ide kayak gitu, sih? Setelah sekarang kita ngeliat sendiri kelakuan jelek Irina, kenapa malah ngejodohin Kennan sama kakaknya? Udah tau mereka keluarga, kelakuannya mungkin nggak jauh beda. Tipikal perempuan yang nggak bertanggung jawab," ucap Lydia pedas. "Heran deh, kok bisa-bisanya Kennan jatuh cinta sama Irina. Sejak awal Mama udah tau, ada yang nggak beres sama dia."

Ini kesekian kalinya perempuan itu memaki Irina. Kennan tahu, ibunya memang tak pernah benar-benar menyukai Irina. Namun Lydia akhirnya mengalah setelah Kennan tak henti berusaha meyakinkan bahwa Irina perempuan yang tepat untuknya. Kini, setelah apa yang dilakukan Irina, Lydia seolah mendapat hak istimewa untuk mencerca perempuan yang dicintai Kennan. Lydia menunjukkan bahwa dia tak pernah memberi restu penuhnya untuk Irina.

"Ma, Kennan itu lagi pusing. Nggak usah ditambahin lagi. Kalau dia tau bakalan kayak gini, udah pasti dia nggak mau jatuh cinta sama Irina," tukas Hisham tenang. "Soal usul nikah sama Febe, terpikirkan gitu aja. Hasil ngobrol bentar sama Febe, Papa punya penilaian positif buat dia. Bukan cuma Mama yang jago menilai karakter orang. Papa juga. Dan selama ini, Papa yang jarang banget salah."

Kepala Kennan makin berdenyut hebat. Dia tak berniat membantah ibunya. Karena hari ini penilaian negatif Lydia pada Irina, terbukti. Apalagi yang bisa dilakukan Kennan? Membela mati-matian perempuan yang jelas-jelas tak memedulikannya?

Ayahnya mengajukan usul itu pun karena alasan yang jelas. Demi menghindari rasa malu. Poin itu yang dikeluhkan ibunya sejak tadi pagi. Andai berada di posisi Kennan dan keluarganya, siapa yang tak ingin menghindari aib besar yang takkan dilupakan dalam waktu dekat? Namun, tetap saja sulit bagi Kennan untuk mendengarnya tanpa merasa bokongnya sedang disengat oleh kalajengking.

"Apa pun alasannya, Mama nggak bakalan setuju. Mending kita semua jauh-jauh dari keluarga mereka. Ngeri Mama, kok bisa Irina pergi dari rumah tanpa ada yang tau?" Lydia berdecak sinis. "Keluarganya nggak beres kayaknya."

Kennan merasa ibunya sudah berlebihan. Memang, dia sendiri tidak yakin bahwa Febe tak tahu apa-apa. Kendati demikian, ucapan ibunya dianggapnya terlalu kasar. "Ma, yang salah itu Irina. Bukan ibu dan kakaknya. Jadi, nggak usah dipukul rata."

"Itu maksudnya apa? Kamu setuju sama usul Papa yang nyeleneh itu?"

Kennan melirik ke kaca spion untuk memandang ibunya yang duduk di jok belakang. Sementara Hisham memilih duduk di sebelah putranya. "Nggak ada hubungannya ke sana. Aku cuma meluruskan aja karena nggak betah dengerin Mama ngomel-ngomel melulu dari tadi. Tolonglah Ma, jangan terus-terusan menyudutkan orang. Yang paling dirugikan di sini adalah aku. Mau nikah malah ditinggal sama calon istri. Saking kaget dan kecewanya, sampai nggak sempat patah hati. Terus-terusan nyumpahin dan maki-maki Irina, nggak ada manfaatnya. Bikin makin emosi sih iya."

Kennan berusaha untuk tetap duduk tegak dan bukannya menghantamkan kepala ke arah setir. Yang terjadi hari ini hampir tak mampu ditanggungnya. Seharusnya, sore tadi sepulang kerja, mereka akan mendatangi toko roti yang bertanggung jawab menyiapkan kue pernikahan. Kennan dan Irina akan mengecek contoh desain kue yang baru. Karena calon istrinya merasa kurang sreg dengan pilihan yang sudah dibuat sebelumnya.

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang