Dua Puluh Empat [A]

30.9K 5.3K 570
                                    

Interupsi :
Halo,
Aku posting setengah bab 24 karena memang panjang. Cuma mau bilang, kalau setelah ini aku akan update secepat yang aku mampu. Tapi kalau belum bisa posting, harap maklum.
Kuusahain #Despacito bisa kelar sebelum Oktober karena aku mau ngelayap lumayan lama.
Mohon doanya supaya lancar idenya dan aku bisa jalan-jalan tanpa punya utang cerita sama kalian.
Soal pilihan lagunya, jangan curiga melulu. Murni milih ini karena kangen Alejandro Sanz dan lagi pengin mellow.
Selamat baca.

Irina berdiri dengan sikap menantang yang sama sekali tak cocok dengan masalah serius yang sudah dipicunya. Kennan tahu, badai pertama dalam rumah tangganya akan segera datang. Akan tetapi, dia tak pernah mengira jika Irina langsung menyerang hanya setelah dirinya dan Febe menyeberangi halaman.

Kennan yang berjalan di sebelah kanan Febe sembari menarik koper istrinya, menyahut dengan suara setenang mungkin. "Halo, Na. Apa kabar kamu? Sebelum marah-marah, apa nggak sebaiknya ngucapin selamat dulu buat kami? Karena ternyata aku dan Febe berjodoh dengan cara nggak terduga. Dan kami pasangan yang cocok. Eh iya, sama satu lagi. Minta maaf karena udah minggat gitu aja dan nyusahin manusia se-Bogor."

Irina mendengkus dengan tatapan tertuju pada jari-jari Kennan dan Febe yang saling bertautan. "Aku nggak mempermasalahkan kamu tetap nikah, Ken. Tapi, kenapa harus sama Febe? Apa kamu udah lupa semua yang kuceritain tentang dia?"

Ini saat yang menyakitkan untuk Kennan. Karena dia akhirnya melihat wajah asli Irina yang selama ini tersembunyi di balik topeng. Perempuan yang pernah dipuja, dicintai, dan dianggap layak sebagai pasangan hidup, kini menunjukkan jati diri yang sesungguhnya. Yang paling mengejutkan, tidak ada tanda-tanda bahwa perempuan di depannya ini merasa bersalah karena sudah menjadi orang yang tak bertanggung jawab.

Selama ini, diam-diam Kennan berharap masih ada setitik hal baik yang dimiliki Irina setelah kesalahan yang dibuatnya. Supaya Kennan tidak benar-benar membencinya. Namun, hari ini perempuan itu mematahkan harapannya.

"Itu pertanyaan yang naif, Na. Kemarin itu aku kan udah ngomong dengan jelas ...."

Irina menukas, "Aku tau! Kamu nggak perlu ngulangin penjelasan soal itu lagi."

"Kamu masih nggak berubah. Kamu yang minggat, ninggalin calon suami dengan alasan nggak bahagia, lalu sekarang malah nggak mau terima efek dari perbuatanmu." Febe bersuara dengan nada dingin yang membuat tengkuk Kennan seolah membeku seketika. "Dewasalah, Na. Salah besar kalau kamu kira aku bakalan merana karena hinaanmu. Aku udah kebal. Aku justru takjub karena kamu punya nyali untuk nyalahin aku. Di dunia manusia normal, seharusnya yang marah itu aku dan Kennan. Bukan kamu."

Febe menoleh ke arah suaminya. "Ken, aku masuk duluan. Kamu beresin masalah kalian. Setelah ini, aku nggak mau ada drama lagi." Lalu, tatapannya diarahkan pada sang adik. "Kalau ngeliat gimana hebatnya kamu bisa ngarang cerita, aku nggak heran setelah ini bakalan dengar gosip-gosip sinting. Misalnya, aku yang udah ngerebut calon suamimu. Atau ngejebak Kennan dengan pura-pura hamil. Silakan aja, aku nggak peduli. Gosip kayak gitu nggak bakalan bikin aku mati karena malu. Asal kamu tau, urat maluku udah putus sejak kamu ngarang cerita aku lesbian."

"Wah, kamu merasa berada di atas angin, ya? Karena akhirnya bisa nikah dan nggak bertahan jadi perawan tua?" balas Irina, emosional.

Febe mengedikkan bahu dengan gaya tak peduli. "Itu kan kamu yang bilang. Aku nggak pernah merasa terancam sama status, Na. Perawan tua atau bukan, nggak terlalu penting. Aku nggak perlu malu cuma karena belum ketemu jodoh. Kalau kamu nggak minggat, aku mungkin tetap jadi perawan tua. Dan kamu tetap jadi perempuan nyebelin yang hatinya penuh dengki." Perempuan itu melepaskan tangannya dari genggaman Kennan. "Dan tolong pelankan suaramu. Aku nggak peduli kalau seisi dunia tau kita berantem. Tapi aku nggak mau Ibu kebangun dan jadi sedih."

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang