Empat Belas

33.6K 4.5K 117
                                    

Kennan baru menyadari bahwa dia ternyata suka membuat Febe jengkel. Adu mulut dengan perempuan itu membuatnya bersemangat. Apalagi jika sudah kesal, Febe sering bicara tanpa pikir panjang dan tersipu-sipu parah setelahnya. Melihat perempuan itu salah tingkah dengan pipi semerah saga, sungguh menjadi pemandangan baru yang menghibur.

Sesuai kata-katanya pada Febe, Kennan berjuang mengubah pola pikirnya. Hingga dia bisa melihat Febe sebagai perempuan yang akan mendampinginya hidup di masa depan. Hasilnya cukup melegakan meski mungkin tak bisa disebut menggembirakan. Perlahan, hubungan mereka tak sekaku dulu.

Malam pertama, mereka habiskan dengan mengobrol. Sebagian besar waktunya digunakan Febe untuk mengomeli Kennan karena menunjukkan video senamnya.

"Kenapa kamu sewot banget, sih? Yang ngeliat video kamu ada ratusan ribu mata. Subscriber Youtube-mu aja hampir delapan ratus ribu. Video yang kemarin kutunjukin ke Ananta dan Nolan, udah ditonton lebih satu juta kali. Kenapa cuma aku yang disalahin?" Kennan membela diri.

"Karena kamu malah ngebahas bokongku sama teman-temanmu. Trus udahnya malahan ngasih tau aku. Kalau kamu diam-diam aja sih, masih mending," gerutu Febe.

Padahal, niat awal Kennan mengubah topik pembahasan mereka karena tak tahan melihat eskpresi murung istrinya. Mata Febe pun tampak menerawang saat membahas tentang teman-temannya. Ya, perempuan ini sekarang sudah menjadi pasangan hidupnya. Tidak ada salahnya Kennan berusaha menjaga Febe, bukan?

Esoknya, mereka malah mendatangi gym yang ada di hotel. Kennan menyaksikan istrinya menghabiskan waktu berolahraga dengan keringat membanjir. Dia hanya bertahan di atas treadmill sekitar tiga puluh menit. Di tempat itu, Kennan menyadari beberapa pria yang juga berada di gym memberi perhatian pada Febe. Minimal, berkali-kali mencuri pandang ke arah Febe yang sedang berkonsentrasi melakukan berbagai gerakan dengan bantuan dumbell.

"Kamu nggak bisa lepas dari olahraga, ya?" kata Kennan, penasaran. Dia sedang membuka pintu kamar. Mereka harus bersiap untuk makan siang.

"Nggak juga, sih. Cuma ketimbang bengong nggak jelas di kamar. Mau ke mana-mana pun males. Bogor panas banget gini."

Kennan melebarkan pintu sehingga Febe bisa masuk ke dalam kamar. Sebelum mereka pergi, Febe sudah merapikan ranjang terlebih dahulu. Beralasan dia tak nyaman pihak housekeeping membersihkan kamar yang mereka tempati. "Kita memang pasangan unik. Pengantin baru malah nge-gym. Mungkin bakalan masuk Guinness Book of Record."

Febe bertanya dengan polos, "Memangnya harus ngapain kalau jadi pengantin baru?"

"Aku nggak tau, Fe. Ini pengalaman pertamaku jadi pengantin baru."

Febe mendadak berbalik. Kennan yang berjalan di belakang perempuan itu, terpaksa ikut berhenti. Gerakan tiba-tiba Febe membuat kepala perempuan itu nyaris mengenai dagu Kennan. Refleks, lelaki itu mundur selangkah.

"Kamu pengin..."

"Aku laki-laki normal, Fe. Cara kerja otak kita beda. Tapi, jawabannya, nggak," Kennan menggeleng cepat, sangat paham arti kalimat menggantung Febe yang diucapkan dengan wajah memerah itu. "Kecuali kita sama-sama siap."

"Hmmm... oke."

Setelah makan siang, mereka malah bermain game online di ponsel masing-masing. Febe sempat menelepon ke rumah, mencari tahu kondisi ibunya. Kennan mendengar perempuan itu memberi instruksi ini-itu pada Dila.

"Kamu kayaknya cemas banget soal Ibu," komentar Kennan sambil lalu. Mereka duduk bersisian di ranjang, bersandar pada headboard.

"Karena cuma Ibu yang aku punya."

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang