Peluh & Darah - Eps. 58

133 9 0
                                    

"Apa maksudmu, Liz?" tanya Peter dengan kening berkerut.

"Kau ingat salah satu bocah yang selalu mengenakan topi itu?" mata Elizabeth tertuju pada Peter.

"Ya," jawab lelaki itu singkat.

"Wajahnya mirip dengan salah satu arkeolog yang dulu pernah menjadi timku," ucapnya lirih.

Peter dan Klaus terbelalak. "Maksudmu, ia ada hubungan dengan orang yang pernah bekerja denganmu untuk medali-medali ini?"

Kepala Elizabeth mengangguk pelan. "Sepertinya begitu. Mereka terlihat sangat mirip. Kemungkinan, bocah itu adalah anak laki-lakinya. Anak yang ia berikan warisan berupa petunjuk-petunjuk tentang medali itu."

"Mengapa kau tidak mengatakan hal itu, Liz? Kita kan bisa menyanderanya seperti gadis  itu!" ujar Peter kesal.

"Tak ada gunanya, jika kita membawa anak itu. Kita butuh panduan yang mungkin sudah dituangkan dalam bentuk tulisan. Dan aku sudah mencarinya di dalam kedua tas yang kau rampas. Tak ada apapun di sana," jelas Elizabeth sambil menggigiti bibirnya yang kering.

"Mungkin kau kurang teliti!" tandas Peter sekenanya.

"Tidak, Pete! Kumohon jangan menyebalkan atau aku akan membunuhmu!" desis Elizabeth mulai tersulut emosi. "Aku hanya tidak bisa menemukan panduan mereka. Kemungkinan, itu berupa buku atau jurnal dan semacamnya karena ayahnya dulu sangat sering mencatat apapun yang ia temukan."

"Pete, mengapa kau hanya membawa dua tas? Bukankah mereka ada tiga orang? Harusnya kau merampas tiga tas kan?" tanya Klaus.

Peter hanya bisa menatap Klaus dalam diam. Ia sedang berusaha mengingat, mengapa ia hanya membawa dua tas saat itu.

"Dasar bodoh!" maki Elizabeth. "Sepertinya jurnal itu ada di dalam tas milik Dirga," ungkapnya.

"Tapi aku tidak melihat anak itu membawa tasnya!" Peter membela diri.

"Whatever!" bentak Elizabeth kian emosi.

"Sudah, sudah! Kalian ini kenapa selalu berdebat?" Klaus berusaha menengahi keduanya. "Liz, jelaskan saja soal geolistrik yang akan kita gunakan nanti agar Peter bisa membantu kita dan tidak salah lagi dalam mengambil keputusan."

Elizabeth menarik napasnya dalam-dalam. Ia berusaha mengusir semua emosi dan penat yang semakin waktu semakin datang bertubi menyiksanya. "Geolistrik adalah salah satu metode geofisika untuk mengetahui pergantian tahanan type susunan batuan, di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC atau direct current yang memiliki tegangan tinggi ke tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A serta B yang ditancapkan ke tanah dengan jarak spesifik. Makin panjang jarak elektroda AB, maka akan mengakibatkan aliran arus listrik dapat menembus susunan batuan lebih dalam." Elizabeth kembali menyesap kopinya yang mulai menghangat. "Aku memerlukan bantuanmu untuk mengukur tegangan listrik di permukaan tanah menggunakan multimeter yang terhubung dengan 2 buah elektroda tegangan M serta N yang jaraknya lebih pendek daripada jarak elektroda AB. Paham?"

Peter tidak menjawabnya. Ia hanya sedang menikmati rokoknya yang kian memendek karena terus dihisap di ujung bibirnya.

"Lalu, bagaimana kau tahu lokasi yang tepat?" tanya Klaus.

"Aku sudah tahu sejak lama tentang lokasi ini. Di Puncak Manik, terdapat reruntuhan bebatuan yang dipercaya masyarakat setempat sebagai makam kuno yang sering mengeluarkan asap. Banyak orang menghindari tempat itu, tapi aku yakin justru itulah tempat di mana medali itu bersemayam," katanya.

Peter membuang puntung rokok itu dan menginjaknya dengan ujung sepatu. ia membersihkan abu rokok yang sempat mengotori kaus bergambar Harley Davidson yang ia kenakan. "Kita berangkat sekarang saja. Aku sudah tidak sabar!" katanya berjalan menuju tenda dan mulai berkemas.

Elizabeth melihat jarum jam di tangannya. Sudah hampir pukul sembilan malam. "Kau benar. Aku akan bersiap dan membangunkan gadis menyebalkan itu," kata Elizabeth beranjak dari duduknya.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang