Syair Anagram - Eps. 28

161 10 0
                                    

SD Bumi Banyu Cempaka – Pandeglang, Banten

3 Februari 2016


Pandu berdiri tepat di depan tiang bendera yang sebagian tanah di kanan dan kirinya sudah digali. Pada bagian bawahnya ada sebuah batu besar yang menyembul. Pandu dengan lantang berteriak pada para pekerja di sana yang sering didengarnya bicara dengan bahasa asing. Para pekerja itu wajahnya begitu khas di mata Pandu, karena memiliki bentuk wajah bulat, mata kecil yang hanya bisa sedikit membuka dan tanpa garis kelopak mata, serta warna kulit kontras kuning langsat.

"Mengapa kalian yang bekerja, bukan ayah kami, bukan saudara-saudara kami?" teriak Pandu membuat beberapa orang pekerja itu menoleh.

"Mengapa kalian biarkan orang-orang di sini hanya menjadi penonton? Apakah ayah dan saudara kami sudah tidak pantas lagi bekerja?" pekiknya yang kali ini mendapat perhatian setengah pekerja di sana.

"Apakah ayah dan saudara kami sudah tidak pantas lagi bekerja? Apakah ayah dan saudara kami sengaja kalian buat malas?" teriak Pandu kian lantang sambil memunguti batu kecil di sekitarnya sehingga para pekerja itu menghentikan aktivitasnya.

"Pergi!!! Pergi kalian semua dari tanah kami!" pinta Pandu seraya melemparkan batu-batu itu ke arah para pekerja.

Sontak, mereka berhamburan ke segala arah. Sebagian dari mereka mencoba bertahan dari serangan Pandu dan memaksakan diri untuk menangkap bocah itu. Tetapi, Pandu bukanlah seorang bocah biasa. Meskipun tubuhnya kecil, tetapi ia memiliki semangat juang yang tinggi hasil dari pengajaran Pramuka yang selama ini diteguknya. Hatinya tak goyah. Ia memeluk kuat tiang bendera yang masih mengibarkan Sang Merah Putih dengan gagah, hingga Kakek Tubagus Maulana datang dan menyelamatkannya dari keroyokan para pekerja asing tadi.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now