Artefak Kuno - Eps. 18

185 10 0
                                    

Ubud Sun and Beach Hotel – Ubud, Bali

1 Maret 2016


Wanita bule dengan rambut pirang natural yang tergerai alami dan rapi bernama Elizabeth Brandes itu berdiri di atas podium. Suasana auditorium remang-remang karena hanya diterangi lampu proyektor yang menampilkan peta dunia. Di tengahnya terlihat peta Indonesia dengan tulisan Lemurian dan Atlantis di sebelah kanannya. Sementara Dirga dan Kirana sedang duduk bersebelahan menyimak apa yang sedang disampaikan oleh wanita yang fasih berbahasa Indonesia itu.

"Sejarah adalah literatur yang hidup dan akan terus bernapas sepanjang zaman. Lemurian, Atlantis adalah sebuah fakta sejarah. Keduanya merupakan detak yang akan terus berdenyut. Keduanya adalah miniatur dari kebenaran beserta kekuatannya. Terlepas dari kontroversi di mana keberadaan dua bangsa itu, keduanya adalah suatu bentuk semangat menuju kebenaran sejarah. Contoh sederhananya seperti ini, jika kita memotret sebuah pena dan hasilnya blur atau tidak jelas, tetapi kita yakin bahwa obyek yang kita foto adalah sebuah pena, maka memang benar adanya itu adalah sebuah pena. Sama halnya dengan jejak Lemurian dan juga Atlantis yang belum berhasil ditemukan, tetapi bukan berarti semangat peradaban tinggi mereka hilang. Tidak! Semangat itu akan terus menyala, karena ia adalah semangat spiritualisme, semangat rohani, semangat menuju ketiadaan hingga yang ada hanyalah Tuhan. Terima kasih." Elizabeth mengakhiri pembicaraannya yang diiringi oleh tepukan riuh pada undangan yang telah hadir di sana. Wanita itu pun turun dari podium dan menghilang di balik layar.

Dirga membereskan barang-barangnya dan bergegas keluar ruangan. Baru pertama kalinya, di hari ini, kehadiran Kirana tersisihkan oleh Elizabeth Brandes. Bukan karena Dirga yang tiba-tiba jatuh cinta pada wanita asing yang jelas usianya jauh di atasnya itu, tetapi karena ia membutuhkan beberapa informasi darinya.

"Dirga, kamu mau kemana sih kok buru-buru banget keliatannya?" tanya Kirana yang berusaha mengejar lelaki itu.

Dirga menghentikan langkahnya. Ia menoleh menatap Kirana yang masih kebingungan. "Ayo ikut aku!" katanya sambil meraih tangan Kirana, setengah berlari mengejar Elizabeth yang sedang berjalan menuju mobilnya. "Miss Elizabeth Brandes!" pekik Dirga tanpa malu.

Wanita asing itu menghentikan langkahnya dan menatap Dirga dari kejauhan.

"Maaf, bolehkah saya mengganggu waktu Anda sebentar?" Dirga setengah terengah ketika sampai di hadapan Elizabeth.

Elizabeth tersenyum ramah. "Tentu saja, silakan!"

"Saya seorang mahasiswa arkeologi tingkat akhir dan saya saat ini sedang menyusun skripsi tentang leluhur bangsa Indonesia. Bolehkah saya melakukan sedikit wawancara dengan Anda tentang bangsa Lemurian dan Atlantis?" todong Dirga tanpa basa basi.

"Wow!" Elizabeth terlihat terkejut. Belum pernah ia bertemu dengan anak Indonesia yang sebegitu blak-blakannya seperti Dirga. Matanya menyusuri setiap jengkal paras Dirga, kemudian Kirana yang masih terlihat agak malu-malu. Dari tatapan mata Dirga, Elizabeth tahu bahwa Dirga adalah sosok yang tak biasa. "Tentu saja. Kamu bisa datang ke Padma Resort nanti sekitar jam delapan malam. Kita bisa melakukan sedikit wawancara di sana." Elizabeth membuka tasnya dan mengeluarkan selembar kartu nama. "Hubungi saya di nomor ini apabila kamu sudah berada di sana," kata Elizabeth yang masih menatap Dirga lamat-lamat. Entah ada apa dengan lelaki muda di hadapannya itu, hanya saja Elizabeth merasakan suatu sensasi kuat berkarakter atas dirinya. Otaknya berpikir cepat dan memanfaatkan peluang itu. Rencana indah dan sempurna telah terpatri di benaknya.

"Terima kasih!" ucap Dirga girang.

"Boleh saya ikut bergabung?" tanya seorang laki-laki berkacamata dengan kamera menjuntai, terkalung di lehernya. "Saya juga mahasiswa arkeologi dari Universitas Gajah Mada." Laki-laki itu menyodorkan tangannya pada Elizabeth. "Saya Kenan," katanya.

Elizabeth menatap Kenan, Dirga, dan juga Kirana bergantian. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya yang flawless dan cantik dengan matanya yang berwarna hijau gelap bagaikan botol champagne. "Datanglah kalian semua. Aku tunggu!" katanya dan segera masuk ke dalam mobilnya, pergi meninggalkan mereka.

"Hai," sapa Kenan pada Dirga sambil menjabat tangannya, bergantian dengan Kirana. "Maaf aku menyela, tetapi ini adalah sebuah kesempatan emas yang patut diperjuangkan, bukan?" kata Kenan penuh misteri. "Siapa nama kalian?"

"Maaf." Dirga menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan Kenan. "Aku Dirga dan ini Kirana. Kami dari Universitas Udayana," jelasnya.

"Senang berkenalan dengan kalian. Kita ketemu nanti malam ya!" kata Kenan.

Dirga hanya tersenyum, hingga akhirnya Kenan berbalik arah dan pergi begitu saja. Kedua mata Dirga menatap kartu nama berwarna putih itu dengan tatapan tak percaya. "Kamu mau ikut?" ia menatap Kirana.

"Uhm... kalau boleh sih, daripada aku sendirian dihotel." Kirana tersenyum.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now