19. Secangkir Kopi

1.5K 38 2
                                    

Reihan memarkirkan motornya didepan perumahan yang bercat putih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Reihan memarkirkan motornya didepan perumahan yang bercat putih.
Hari ini ia mengenakan atasan abu-abu dengan celana coklat.
Lalu ia membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu.
Tanpa beberapa lama ponselnya berdering.
"Hai Rei, dimana?" Tanya lawan bicaranya dari telepon.
"Di depan gerbang rumah," jawabnya sambil melihat gerbang rumah besar.
"Ehh udah sampai ternyata, sebentar ya," lawan bicaranya menutup telepon, tidak beberapa lama pun seorang gadis dengan wajah kusam khas muka bantal membuka gerbang rumahnya yang besar.
"Astaga Ran, jadi belum siap-siap?" Tanya Reihan heran.
"Udah sini masuk dulu," Rania sedikit memaksa.
Reihan menggelengkan kepalanya melihat sikap Reihan.
"Duduk manis dulu ya disini, gak akan lama kok mandinya," Rania menunjuk arah sofa.
"Maaf kesiangan, gak ada orang dirumah ini jadi gak ada yang bangunin," tambah Rania.
Reihan hanya mengangguk .
Selang beberapa menit, Rania menuruni tangga rumahnya dan segera menemui Reihan.
Rania tampil dengan mengenakan perpaduan outfit pink dan abu-abu.
Lalu mereka beranjak pergi ke suatu tempat.

***

"Sini tempatnya Ran? Tanya Reihan sedikit ragu.
Rania mengangguk.
Mereka menyusuri sebuah kedai minuman yang berarsitektur sangat tradisional, dimana untuk pembangunan kedai itu sendiri masih menggunakan kayu yang kokoh.
Ketika pintu dibuka pun aroma kopi khas pun tercium di hidung.
Kedai itu tidak menggunakan kursi dan meja tetapi hanya beralaskan tikar anyaman yang unik.
Seorang pelayan wanita dengan baju batik menghampiri meja dan mencatat apa yang mereka pesan, pelayan tersebut dengan ramah melayani mereka.
Tidak beberapa lama kemudian pun pelayan tadi membawakan nampan yang berisikan 2 gelas kopi Gayo dan dua piring singkong parut keju untuk makanan ringan.
"Lo pasti heran kan Rei, kenapa gue milih tempat ini," tanya Rania.
Reihan yang ingin meneguk kopinya sampai tidak jadi.
"Orang-orang disini itu ramah banget, dari pelayan sampai pemiliknya, gue dari pertama kali kesini benar-benar salut sama pemilik kedai ini, dia hanya mau mendirikan usahanya dengan warisan budaya sendiri, jangankan apa yang dijualnya, sampai dekorasi pun ikut, walaupun semakin hari semakin berkembang restoran modern yang mewah, tetapi beliau enggak takut sama saingan dengan cara itu, katanya sih, 'lebih baik cintai yang engkau punya' " Rania bertutur kata panjang.
"Dan alasan yang lain adalah kopi disini menurut gue itu kopi terenak yang pernah gue minum, gak kalah rasa sama kopi-kopi yang lagi hits," tambahnya.
Reihan hanya mengangguk, ia lantas meneguk kopinya yang hangat, dan ternyata benar apa yang dikatakan Rania.
Unik, kata yang pertama melesat dipikiran Reihan, wanginya pun tidak kalah wangi dengan kopi-kopi yang lainnya.
Seorang pria paruh baya menghampiri mereka, pakaiannya sederhana khas tradisional.
"Mau nambah lagi, nduk?" Tanya nya sopan Rania dan Reihan.
"Gak, Mbah. Terimakasih," ucap Rania tersenyum.
"Kamu mau, Nang?" Tanya nya sopan kepada Reihan.
"Oh, gak pak. Makasih," jawab Reihan spontan.

****

"Rei, cepat antar gue pulang, anak-anak kasihan nanti nungguin gue, pasti mereka gak sabar mau belajar," pinta Rania.
"Weekend gini gak cape apa?"
"Hidup itu berjuang untuk bisa bermanfaat bagi disekeliling kita, jadi gak ada kata lelah selama disekeliling kita masih membutuhkan kita,"
-Rania.

Pelajaran yang bisa diambil Reihan hari ini kepada Rania adalah sifatnya yang sederhana dan tidak melihat hal-hal kecil yang bisa dianggap sepele, disepelekan.
Reihan semakin hari, semakin belajar banyak kepada diri Rania, ia semakin melihat diri Rania seutuhnya tanpa perantara siapapun.








Lost SoulsWhere stories live. Discover now