16. Dear Diary

1.6K 62 0
                                    

Rania masih merasakan kepalanya yang sakit, ia terbangun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Rania masih merasakan kepalanya yang sakit, ia terbangun.
Dan heran ketika melihat suasana sekelilingnya.
Dilihatnya ibunya yang sedang duduk di kursi sebelah ranjangnya.
Ia menyentuh pundak bunda-nya.
"Ran? Kamu sudah sadar? Syukurlah,"  ibunya terlihat lega, sejak tadi ia menunggu Rania sadar.
Rania hanya mengangguk.
"Sebentar ya," pinta ibu-nya, lalu keluar kamar.
Tidak lama kemudian, ibu-nya membawakan sup brokoli dan segelas susu hangat.
Ia kembali duduk di kursi.
"Kenapa aku udah dirumah?" Tanya Rania.
"Kebetulan bunda memang ingin jemput kamu, saat bunda masuk ruangan itu, bunda melihat ada banyak orang sedang berkerumun.
Dan ternyata itu kamu," jawab bunda-nya.
"Aku memang kenapa?" Tanya nya yang sama sekali tidak mengingat apapun.
"Kamu kemarin jatuh pingsan saat olimpiade, Ran," Jawab ibunya.
"Untungnya ada teman kamu yang membantu bunda," bunda-nya tersenyum.
"Teman? Siapa?"
"Namanya siapa ya, Rai... Rei... Oh ya, Reihan namanya,"
Mendengar nama itu disebut, mata Rania membesar, seakan tidak percaya.
"Bunda serius?"
"Ya serius, dia juga yang menggendong kamu sampai sini."
"Ihh," Rania mendesis.
"Lho? Memangnya bunda kuat menggendong kamu?" Tanya bunda-nya.
"Sudah-sudah, habiskan makanan itu, bunda ingin istirahat juga."
Wanita itu membalikkan badan, lalu menutup pintu kamar.

Rania tidak percaya akan hal itu, ia merasa sangat malu.
Dan ketika ia ingin meneguk susu, ponselnya berbunyi.
Ia langsung membuka pesan itu.
Dan ia kembali terkejut.

Reihan:

~Sudah sembuh?

Rania membaca berulang kali pesan itu.
Ia berpikir keras, akan menjawab apa, ia memutuskan tidak menjawab pesan itu.

Waktu pun terus beranjak.
Rania yang merasa sudah lama tertidur akhirnya dirinya terbangun pada pukul 9 malam, ia sangat bosan berada di dalam kamar hampir seharian ini.
Ia pergi ke kamar ibunya, tetapi ibunya sudah tertidur, lalu ia memutuskan untuk pergi ke dapur, dan mengambil segelas susu.

Sesampainya di kamar, ia duduk di meja belajar dan mengambil diary miliknya, dan menuliskan apa yang ia rasakan.

Selasa, 19 - Oktober.
21.13,

Aku percaya bahwa Tuhan tidak menyia-nyiakan usaha makhluk-nya.
Hari ini untuk kesekian kalinya Tuhan membuktikan hal itu.
Aku sangat berterimakasih, karena hari ini aku sangat bahagia walaupun aku tahu resikonya. Dan resiko itu juga hari ini menghampiri, tetapi aku tidak peduli akan resiko itu, resiko itu terlalu kecil dibandingkan semua nikmat-nikmat yang Tuhan berikan kepada ku.
Aku justru sangat malu karena terkadang suka melupakan nikmat-nikmat yang diberikan Tuhan.

                                                     Tertanda,
                                          Rania Adreena.

Ia meneguk susu yang ia bawa dari dapur. Kemudian ia menutup diary berwarna jingga.
Isi diary itu hampir usang karena termakan oleh waktu.
Lalu ia beranjak ke ranjang nya dan menyalakan lampu tidur.

Pukul 06.00 ia terbangun dan sedikit kaget ketika tubuhnya sangat panas, dahinya sudah terkompres oleh handuk hangat.

"Kamu sudah bangun?" Suara ibunya  tiba-tiba terdengar.
Ia meringis dan juga memegangi kepalanya yang sangat sakit.
"Dokter Fio akan kesini, memeriksa kamu. Mungkin sekarang ia sedang di perjalanan," ujar ibunya.

Tidak beberapa lama kemudian, dokter itu pun datang, memeriksa Rania dan memberi tahu hasil diagnosa.
Anemia Rania kambuh dan ia juga sangat keletihan.
"Setelah istirahat, perbanyak mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi, dan jangan lupa minum obat."
Itu pesan terakhir dari dokter sekaligus teman ibunya.

                            ❄❄❄

Keringat bercucuran di dahi Reihan, ia mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
Tadi pagi ia diberi tahu Aira bahwa kondisi Rania buruk, tanpa pikir panjang ia langsung pergi ke tokoh buah lalu langsung menuju rumah Rania.

Sesampainya didepan gerbang rumah Rania, jantungnya bergedup kencang.
Tangan nya akhirnya menekan bel.
Afra yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah membuka gerbang.
Ingatan Afra masih kuat, ia sangat yakin bahwa pemuda yang dihadapannya itu adalah pemuda yang kemarin membantunya.
"Assalamualaikum tante, selamat pagi," ujar nya sopan.
"Waalaikumsalam. Ayo masuk," ajak Afra.

Reihan duduk diruang tamu, sedangkan Afra pergi untuk menyiapkan minuman.
Reihan langsung membuka ponselnya dan menanyai apakah Aira jadi datang ke rumah Rania atau tidak.

"Sekali lagi terimakasih ya karena kamu sudah membantu tante kemarin," Afra datang membawa secangkir teh hangat.
"Sama-sama tante," Reihan tersenyum.
"Kabar Rania gimana tan?"
"Tadi pagi memang kondisinya buruk, tetapi semoga sudah membaik."
"Kamu ingin menjenguknya?" Tanya Afra.
"Memang tidak menggangu, tante?"
"Sepertinya ia sudah bangun, mari tante antar."

Reihan diantar menuju kamar Rania, kamar nya terletak di lantai 2.
Mendengar suara ketukan pintu, Rania membukanya, mukanya terlihat pucat dan bibirnya pecah-pecah.
Wajah Rania sedikit kaget ketika melihat pria yang ada disebelah ibunya adalah Reihan.
"Dia yang bantu bunda kemarin," ibunya tersenyum menjelaskan.
Rania hanya mengangguk perlahan.
"Tante tinggal dulu ya, ingin membereskan pekerjaan," tiba-tiba Afra berbicara sehingga mengangetkan Rania.
Punggung Afra menghilang dari tangga rumah.
Rania yang tidak tahu harus berbuat apa akhirnya menyilakan Reihan masuk ke kamarnya, kamar Rania luas sehingga Rania dan Reihan duduk dengan jarak yang cukup jauh.

"Lo gapapa?" Reihan membuka topik setelah sekian lama hening.
Rania hanya mengangguk.
"Gue ganggu lo istirahat, ya?" Tanya Reihan balik.
"Enggak kok," jawab Rania spontan, ia sangat menyesal akan sikapnya.
"Yang ada gue merepotkan lo, lo harus datang kesini pagi-pagi," akhirnya Rania menjawab dengan kalimat yang panjang.
"Enggak kok Ran, gue kesini gak ada paksaan dari siapapun kok. Gue cuman khawatir aja dengan keadaan lo," Reihan berkata apa adanya.

"Percaya atau enggak kemarin gue panik banget liat lo pingsan dipanggung, apalagi setelah lo dibangunkan oleh panitia dan lo gak sadar-sadar. Untung ibu lo kemarin datang," tambah Reihan.
"Makasih karena kemarin lo udah bantu."
"Iya, yang terpenting sekarang lo sembuh," Reihan tersenyum.

Setelah bercakap-cakap cukup lama, Reihan berpamitan.

Maaf jika part yang author buat kali ini sangat pendek

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Maaf jika part yang author buat kali ini sangat pendek.
Author selalu mencoba lebih baik lagi 🙏.

Lost SoulsWhere stories live. Discover now