Prolog

911 84 8
                                    

Suasana hening malam hari menyelimuti Desa Whitelock. Tidak ada satupun yang keluar rumah walau sekedar bersenang-senang. Warga desa memilih untuk tetap di rumah dan beristirahat dengan nyenyak.

Seseorang tampak menampakkan diri dengan jubah kelabunya. Di sampingnya, seekor kuda cokelat turut menemani langkahnya. Ketika dirasa keadaan sangat sunyi, orang itu langsung menunggangi kudanya ke hutan.

Orang itu tampak tergesa mengendarai kudanya, melewati jalan setapak yang ada di hutan. Diam-diam, ia menyelinap melewati istana dan juga Sekolah Achler Hadlewood yang sepi. Walau begitu, langit di penghujung musim semi ini tampak cerah, menemani langkahnya.

Kwak!

Suara gagak membuatnya menarik tali kekang kudanya. Tak lama kemudian, tampaklah seseorang yang mengenakan jubahnya mendekat. Walau bulan bersinar malam itu, ia masih belum bisa melihat karena bayangan pepohonan menyembunyikan wajah orang itu. Orang itu juga mengendarai seekor kuda dan ketika tidak ada lagi pepohononan di dekatnya, barulah ia bisa melihat orang itu.

"Profesor, lama tak jumpa," sapa orang itu yang ternyata seorang gadis berambut biru kemerahan yang juga merupakan murid dari orang yang dipanggil profesor itu.

"Apa kabarmu, Caroline? Semua berjalan lancar?" tanya orang yang disebut gadis itu sebagai profesor.

Caroline Hartwell tersenyum lantas menunduk. "Tentu, Profesor. Kami semua sudah Anda, Profesor Al."

Profesor Al tersenyum, lalu menengadah menatap bulan di atasnya. "Baiklah, tampaknya semua juga berkumpul, ya?"

"Kecuali Eno Delacour. Ia agak telat karena... kurasa profesor tahu kenapa," ucap Caroline sembari melirik ke arah bulan.

"Aku tahu itu. Ayo, Nak!" Profesor Al mengajak Caroline untuk jalan.

Mereka pun tiba di sebuah pondok di tengah hutan. Pondok itu manis, tampak sederhana, dan hidup. Bahkan orang-orang di dalamnya juga begitu. Caroline menunjukkan jalan ke tempat duduk yang sudah dipesan olehnya tadi.

Di sana, terlihat Vandice, Vaniel, Tsuya, Warren, Wolfie, Aiko, Seo Byul, dan juga Nam Byul hadir. Mereka berdiri begitu melihat Profesor Al lalu memberi hormat. Profesor Al membalas salam mereka lantas duduk di salah satu kursi yang sudah disiapkan, diikuti para pemimpin makhluk non manusia itu.

"Hanya Eno yang belum hadir?" tanya Profesor Al.

Wolfie tersenyum kecil dan menunduk. "Maaf, Profesor. Dia akan kembali sebentar lagi."

"Ya, kulihat pemandangannya sangat cerah di luar. Pantas dia betah," kata Profesor Al sambil tersenyum kecil.

"Namun tetap saja, dia harusnya datang tepat waktu," balas Wolfie.

Beberapa saat kemudian, orang yang mereka tunggu datang dengan napas tersendat. Profesor Al tersenyum sekaligus khawatir melihat Eno tampak habis dikejar setan.

"Ada apa, Eno?" tanya Profesor Al.

Eno perlu beberapa saat untuk mengatur napasnya. Lalu, ia membungkuk dulu untuk memberi salam. "Profesor, aku melihat beberapa orang bangsa Kegelapan akan mendatangi Desa Whitelock. Namun, aku berhasil memperlambat."

"Benarkah? Lalu, bagaimana sekarang?" tanya Wolfie panik.

"Mereka mundur setelah aku menghajar mereka, Ayah. Hahaha, pengecut!" Eno tertawa lepas.

Wolfie mendatangi Eno lantas mencengkeram kedua bahunya. "Bukan mereka, tapi kau! Apa... kau baik-baik saja?! Kau terluka?!"

Eno tertegun sejenak lalu menggeleng. "Ah, tidak, kok. Aku tidak terluka. Namun mereka ketakutan." Ia menyengir untuk menenangkan ayahnya.

Wolfie tampak lega melihat Eno benar-benar baik saja. Setelah Eno diculik, ia benar-benar menjadi protektif kepada putrinya. Ia takut jika semisal Eno diculik lagi, ia merasa ia pasti gila.

"Apa... mereka benar-benar akan melakukannya?" tanya Profesor Al.

"Mereka akan melakukannya, mereka sudah mendatangi Desa Whitelock. Anda tahu jika itu artinya, mereka tidak main-main," ucap Eno.

Profesor Al mengangguk pelan. "Ya, benar. Aku menyadarinya."

"Lalu, apa yang akan Anda lakukan?" tanya Vaniel pelan.

Profesor Al berdiri membelakangi mereka dan mengusap dagunya. Ia pun menarik napas panjang dan menatap samar dinding kayu di hadapannya.

"Kita jalankan rencana itu, karena ini sudah jelas, mereka mengincar itu," jawab Profesor Al dingin, lalu melirik ke arah mereka. "Kalian paham maksudku, 'kan?"

Para pemimpin makhluk non manusia termasuk penjaga-penjaga Lachlers itu mengangguk. "Tentu saja, Profesor."

***

Loctus : The Owner Of The Fire - [4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang