The First Step

274 56 78
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif dan murni berdasarkan imajinasi penulis. Jika ada kesamaan nama dalam bentuk apapun, bukanlah unsur kesengajaan. Pemilihan setting tempat hanya berdasarkan minat dan imajinasi penulis. Tidak pernah ada kejadian serupa ditempat sebenarnya. Beberapa institusi, istilah, dan sistem mungkin tidak sesuai dengan konteks Indonesia yang sebenarnya.

----------------------------------------

07.30

Suasana pagi yang cukup berangin ini membuat Naura yang sedang berjalan menuju jalan besar, merapatkan cardigannya. Gadis itu menyusuri trotoar menuju kawasan pertokoan sekitar lima ratus meter dari rumah Bu Desi. Dia menghentikan langkahnya di depan tempat fotokopi yang juga menjual alat tulis dan kantor.

“Mas, beli amplop cokelat,” ucap Naura pada tukang fotokopi yang terlihat sibuk berberes. Sepetinya fotokopian itu baru saja buka.

“Yang seberapa? Segini?” tanyanya pada Naura sambil mengangkat amplop cokelat ukuran sedang.

“Iya deh. Itu aja.”

“Dua ribu.”

“Ini, Mas,” kata Naura sambil mengulurkan empat buah uang recehan lima ratusan.

“Makasih, Mbak.” Tukang fotokopi itu pun berlalu. Dia kembali sibuk berberes kemudian menyalakan mesin fotokopi dan beberapa komputer disana.

Sementara Naura, masih duduk di salah satu kursi depan etalase yang memperlihatkan jajaran alat tulis. Gadis itu sibuk memasukkan potongan kertas yang sudah berisikan tulisan dan satu batang rokok ke dalam map yang baru saja dia beli. Sejurus kemudian, dia mengeluarkan pulpen dari dalam sling bag miliknya kemudian menuliskan sesuatu pada amplop— Direktorat Narkoba Polda DIY.

“Mas, Mas nya punya aplikasi ojek online nggak?” tanya Naura tiba-tiba. Tukang fotokopi yang sedang memasukkan tumpukan kertas putih ke dalam mesin fotokopi itu, mendongak.

“Ada, Mbak. Kenapa?”

“Boleh pinjem buat pesen? Saya mau ngirim ini pakai jasa ojol tapi ponsel saya mati,” kata Naura berbohong. “Nanti saya bayar sendiri kok, Mas,” imbuhnya.

Tukang fotokopian itu pun membuka laci kecil di sisi komputer paling pojok, mengambil ponsel yang dia simpan disana. “Emang mau ngirim apa sih, Mbak?” tanyanya sambil mengulurkan ponsel pada Naura.

“Titipan temen,” jawab Naura pendek sambil menerima ponsel itu. Naura melepas sesuatu yang menempel di jari jempolnya yang tak lain adalah selotip bening agar jarinya bisa menyentuh layar ponsel milik tukang fotokopi itu dengan benar. Diapun mulai sibuk memesan driver.

“Makasih ya, Mas.” Naura kembali mengulurkan ponsel itu setelah mengusap jejak sidik jari miliknya pada layar. Tukang fotokopi itupun mengangguk.

Tak sampai lima menit, seorang driver berjaket hijau menghentikan motornya tidak jauh dari fotokopian. Sekilas Naura mengamati sang driver berharap itu adalah driver ganteng yang semalam mengajaknya makan burger sampai habis dua. Ahh tapi ternyata bukan. Driver yang datang adalah bapak-bapak berkumis tebal.

“Ini Pak  paket yang mau dikirim,” ucap Naura.

“Lah, bukannya yang pesan namanya cowok ya Mbak?” tanya si driver sambil mengecek ponsel.

“Itu—saya pesan pakai akun pacar saya,” kata Naura sedikit lirih agar tidak didengar Mas tukang fotokopian.

“Lokasi penerima paket sesuai map ya, Pak. Kalau bapak bingung langsung titipkan saja ke penjaga depan. Ini uangnya,” tutur Naura sambil mengeluarkan lembaran dua puluh ribu dan sepuluh ribu.

Beyond the Mission (Sudah Terbit- Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang