Kenangan Lalu

1.7K 223 132
                                    

Kisan masih ingat kenangan itu, mengingat Kamala yang ngambek karena Kisan memberi tahu mama bahwa Kamala jatuh dari perosotan, mengingat kejadian itu selalu membuatnya tertawa getir.

Kisan bahkan masih ingat bahkan sangat ingat saat malamnya Kamala menolak tidur satu kamar lagi dengannya, Kamala tidur bersama Mama dan Papa di kamar utama, Kisan tak mencegahnya karena tahu, entah itu saat tengah malam atau menjelang pagi Kamala pasti kembali ke kamar dengan memeluk guling, kemudian kembali ke kasurnya sendiri seolah tak terjadi apa-apa.

Dan benar saja, saat malam tepatnya pada pukul sebelas-lewat-lima Kamala datang, membuka pintu, tapi ia tak langsung masuk, hanya menyalakan saklar lampu di sampingnya, berdiri di ambang pintu sembari menatap bimbang pada Kisan kecil yang tengah duduk di kursi goyang sembari mengusap bulu Titi--kucing kesayangannya yang tengah tertidur di pangkuan.

"Lho, kok balik? Katanya gak mau tidur sama aku?" Kisan berujar sarkastik.

"Aku nggak bisa tidur." Ia lalu berjalan ke kasurnya sendiri, tepatnya disamping kasur Kisan. Menyerukkan kepalanya ke bantal tanpa mau menatap kembarannya itu, merasa bimbang, mungkin?

"Aku udah ngira, sih. Dari zaman zigot kan kita udah bobo bareng, makanya aku yakin kamu gak akan betah tidur sendiri."

Kamala tak menjawab ucapan kembarannya itu, ia malah bangkit dan berjalan ke arah jendela, membukanya tanpa menaikkan tirai, membuat semilir angin masuk ke kamar dan menggoyang-goyangkan tirainya dengan khidmat.

Kamala berdiri dengan gamang di samping jendela, memainkan gelang yang dipakainya, gugup melanda, Kamala kemudian berujar pelan. "Maaf, Kiki. Mala nggak seharusnya ngambek sama kamu."

"Gak usah minta maaf, ngambeknya terusin aja padahal." Kisan masih sarkas, entahlah di malam itu sikapnya pada Kamala jadi lebih dingin dari biasanya.

Tak mempedulikan Kamala, Kisan bangkit dan meletakkan Titi di keranjang samping nakas, menyelimutinya dengan selimut kecil kemudian beranjak ke kasurnya sendiri.

"Sana tidur. Udah malem."

Bugh! Baru saja Kisan meletakkan kepalanya di bantal yang empuk, kasurnya sudah ditapaki mahkluk asing yang tiba-tiba melompat, imigran gelap membuat kasurnya bergoyang hebat.

Kamala melompat ke kasur Kisan. Membuat suara decit yang begitu nyaring, juga suara ringisan Kisan yang tertimpa tubuh Kamala akan membuat siapa saja iba karena kecil begitu, bobot Kamala juga lumayan berat. Dengan cara yang paling tidak manusiawi Kamala menggoncang tubuh kembarannya keras-keras hingga membuat Kisan mendelik,

"BERAT KAMU TÈH!"

"MAKANYA JANGAN TIDUR DULU!" Kamala balik berteriak, ia mengeluarkan permen pink berbentuk hati dari saku piyamanya, membuka bungkusan kemudian menjejalkan isinya ke mulut Kisan.

"Jangan marah, ya? Kan aku udah kasih permen." Ia kembali menggoncang tubuh Kisan tetapi kini tak sekeras tadi.

"Iya."

"Janji?"

"Nggak janji."

"Janji dulu!"

"Iya, janji." Kisan sebenarnya tidak ingin berjanji. Tapi jika ucapan Kamala tidak dituruti buntutnya akan panjang. Demikian juga jika ia tak menanggapi ucapan adiknya, niscaya ia tidak akan bisa tidur sampai fajar datang.

"Malam ini aku mau tidur disini. Kasur aku dingin. Takut juga soalnya dari tadi tirai nya goyang-goyang terus, boleh, ya?" Tanpa menunggu persetujuan Kisan, Kamala sudah lebih dulu berbaring terlentang dan memejamkan matanya.

Hal itu membuat Kisan menghela nafas, kembaran, teman, adik, sekaligus sobat karibnya itu memang ceroboh, bajunya tersingkap dan udara sedingin ini ia masih bisa se santai itu!? Benar-benar.

--MoonStar--Where stories live. Discover now