EPILOG - Rosie & Reed

3.4K 130 17
                                    

Tiga tahun berlalu sejak kami mengikrarkan diri sebagai akla. Kami masih berteman dan masih menjadi bagian dari Grup H Angkatan 985. Keluarga dan teman-teman kami masih setia mendampingi. Namun, bohong kalau kami bilang kehidupan kami sama sekali tidak berubah.

Peristiwa besar yang terjadi enam bulan lalu berhasil mengacak-acak hidup kami.

Sebagian orang akan berpikir "mengacak-acak" memiliki arti yang buruk. Izinkan kami menyatakan "tidak setuju". Bagi kami, ada hal-hal yang memang harus diacak dahulu sebelum disusun menjadi bentuk yang baru. Lalu, apakah kami melewati proses itu dengan wajah secerah mentari? Tidak. Kami menangis. Kami marah. Kami berteriak. Namun, berkat berkah Tuhan dan kasih sayang orang-orang sekitar, kami mampu melewati itu semua ....

... dan kini, salah satu momen bahagia yang tak akan kami lupakan akan terjadi beberapa menit lagi.

Kami berdiri di tengah Lapangan Utama, bersiap menyongsong salah satu mimpi terbesar kami saat masih berusia lima belas tahun. Saat itu kami sama-sama dinyatakan lulus dari Kelas Penyesuaian. Ada rasa senang sekaligus sedih karena kelulusan itu sama artinya dengan perpisahan. Untuk menjaga tali persahabatan sekaligus persaingan, kami sama-sama berjanji menjadi akla unggulan demi mendapat kesempatan menantang satu sama lain di ajang Pertandingan Kehormatan.

Kini mimpi itu terwujud.

Sorak-sorai penonton yang mengelu-elukan nama kami menggaung dari seluruh sisi Lapangan. Orang-orang yang kami cintai menyaksikan dari tribun—keluarga, teman-teman, dan tentu saja seluruh anggota Grup H Angkatan 985. Haru rasanya melihat mereka semua, sosok-sosok yang tak pernah meninggalkan kami apa pun yang terjadi.

Rasa haru kami semakin memuncak kala mata kami menangkap sosok Heii dan Lofelin Neveliz di antara penonton. Tiga tahun lalu, kamilah yang berada di kursi penonton dan berteriak menyerukan nama mereka. Kini mereka sendiri yang akan menyaksikan sudah sejauh mana kami melangkah.

Ceovalli Andresa maju ke tengah lapangan. Ia membungkuk hormat kepada penonton dan kepada kami secara bergantian. Level adrenalin meningkat ketika Ceo-ha meminta kami memakai helm, mundur, dan menyilangkan tangan.

"Mulai!"

Lapangan bergemuruh. Pedang tercabut dan saling beradu. Inilah saatnya untuk memberikan seluruh kemampuan yang kami miliki. Selama bertarung, kilasan-kilasan memori selama enam bulan terakhir timbul tenggelam di benak kami.

Parasys ....

Parasona ....

Parareign ....

Kami terus bertarung. Lama-lama kilasan itu mereda dan hilang dengan sendirinya. Kami lega, karena saat ini yang paling kami butuhkan adalah berkonsentrasi menghadapi saingan terbesar kami. Namun, tak peduli kami sedang mengingatnya atau tidak, yang sudah terjadi tetaplah terjadi.

Tugas kami hanya menerima semuanya dengan penuh kelapangan hati.

*bersambung ke buku dua, PARASYS*

Catatan Penulis:

Terima kasih sudah membaca "Prelude" sampai akhir. :) Setelah melalui berbagai pertimbangan, cerita ini saya muat lagi secara full and free to read dengan perbaikan di sana-sini agar lebih enak dibaca. This story has a really special place in my heart, so I'll be really glad if you enjoy it and spread the enjoyment to others! :D

Sampai ketemu di Parasys,

Renna

PreludeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang