IV-18. Rosie Zoule, Akla

1K 118 24
                                    

"Kau oke, Rosie?" Suara Feli-ha membuyarkan lamunanku.

"Ya?" kataku gelagapan.

"Delisse baru saja bertanya padamu. Kau tidak mendengarnya?"

"Delisse?" Aku memandang berkeliling dengan bingung. "Siapa Delisse?"

Beberapa axa tertawa. Bibir si gadis anggun mengerucut.

"Baru saja kuperkenalkan diriku, Leyze Rosie," katanya. "Sepertinya Leyze tidak menyimak perkenalanku dengan baik."

"Oh!" Aku baru tersadar. "Maaf! Um, apa yang ingin Maze tanyakan ... eh, bagaimana aku harus memanggil Maze? Maze duduk di tingkat berapa?"

"Delisse baru saja menyebutkan nama dan tingkat sekolahnya," kata Stef-ha. "Ya ampun, apa yang kau lamunkan, sih? Kau baru melihat cowok yang lebih tampan daripada kakakmu saat berjalan kemari?"

Para axa tertawa lagi. Aku hanya tersenyum salah tingkah sebelum beralih pada Delisse. "Maafkan aku karena tidak mendengarkan Maze. Boleh Maze ulangi lagi pertanyaannya?"

"Tentu, Leyze Rosie. Aku baru bertanya apakah Leyze keponakan Madio Elmiro Elmien yang baik," jawabnya lembut. Aku mengiakan. "Sudah kuduga. Beliau dan keluargaku sering bertemu di acara-acara amal. Mungkin kita akan bertemu di acara-acara serupa di masa depan. Oh, karena benak Leyze Rosie sempat disibukkan sesuatu sehingga tidak sempat mendengar profil singkatku, izinkan aku memperkenalkan diri lagi. Namaku Vandiza Delisse Prilea Sellasoprina Erramituo. Rekan-rekanku biasa memanggilku Delisse dan aku siswi tingkat sepuluh. Salam kenal."

Ia memberiku salam Canaih yang anggun, yang kubalas secara tidak fokus karena terbengong mendengar marganya.

"Vandiza ...." kataku terperangah. "Erramituo?"

"Benar, Leyze Rosie yang baik."

Aku tak percaya ini. Madoii pernah menceritakanku tentang keluarga Erramituo, keluarga bangsawan tertua dan salah satu yang paling dihormati di Stabblesia sejak Masa Suram. Mereka satu dari sedikit sekali keluarga bangsawan Canaih yang masih memelihara marga dan tradisi. Mendengar kisah mereka serasa mendengar sejarah peradaban Canaih di zaman pertengahan. Dengar saja cara bicara Delisse-ha yang tak sekalipun menggunakan kata ganti kedua. Dari yang pernah kubaca, pada zaman dahulu kaum bangsawan Canaih menghindari kata ganti kedua karena dianggap tidak santun dan tidak berkelas.

Aku masih akan terus terbengong kalau saja Feli-ha tidak mempersilakan si gadis ber-make up memperkenalkan diri. Rupanya Laurel Lyom memang senang berdandan serta menggemari fashion dan make up. Siswi tingkat sepuluh tersebut mengaku semakin bersemangat dirinya, semakin bertambah pula keinginannya untuk berdandan.

Perkenalan berlanjut pada Salvia yang langsung mengepalkan tangan kuat-kuat seolah sedang menahan sesuatu. Aku jadi teringat lagi ekspresi sedihnya sebelum kami masuk ke markas. Dia bilang akla anmina mengingatkannya pada mendiang sahabatnya. Kalau begitu, mengapa dia ada di sini? Mengapa dia ada di tempat yang dia tahu akan membuatnya sedih?

"Salvia?" panggilku cemas lantaran Salvia tak kunjung bicara. Salvia menarik napas dalam-dalam lalu bicara dengan suara bergetar. "Maaf. Namaku Salvia Elamov, siswi tingkat sembilan ...."

Salvia mulai gemetaran. Kelihatannya ia tak sanggup melanjutkan perkenalan. Aku hendak berdiri mendekatinya, tetapi Stef-ha sudah melakukannya lebih dulu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Stef-ha sambil merangkul Salvia. Alih-alih menjawab, air mata Salvia mulai mengalir. Untuk beberapa saat tenda dipenuhi suara tangis Salvia.

"Semestinya bukan aku yang ada di sini. Semestinya mendiang sahabatku yang menjadi akla dan memperkenalkan diri," isak Salvia. "Tuhan memanggilnya sebelum ia bisa sembuh dari penyakitnya. Aku bertekad menjadi akla demi meneruskan mimpi sahabatku yang tak sempat ia wujudkan."

PreludeWhere stories live. Discover now