V-4. Taman Hillem

991 117 2
                                    

Sepulang dari markas, kuhabiskan waktu berselancar di internet sampai malam. Delapan dari sepuluh situs menyarankan agar akla baru membiasakan diri melatih fisik sebelum terjun ke latihan akla yang sesungguhnya, terutama bagi mereka yang jarang berolahraga. Aku termasuk atlet sekolah saat masih tinggal di Bourland, tetapi sudah seminggu ini absen dari kegiatan fisik. Oleh karena itu, kuputuskan memulai latihan mandiri perdanaku sehari setelah menonton pertandingan si kembar Neveliz.

"Selamat pagi, Reed. Latihan pragrup, eh?" sapa Madio Alfeyiz saat aku berlari kecil melewati rumahnya.

"Selamat pagi, Madio," balasku sambil lari di tempat. "Ya, aku hendak ke Taman Hillem. Apa Felzer sudah berangkat latihan?"

Felzer adalah putra Madio Alfeyiz yang sama-sama mendaftar menjadi akla baru. Sebenarnya kami belum pernah bertemu. Aku hanya baru mendengar namanya dari Farha. 

Madio Alfeyiz menghela napas. "Dia masih mendengkur di tempat tidurnya. Akan kubangunkan supaya dia latihan juga. Sukses latihannya, Reed!"

"Terima kasih, Madio."

Aku pamit dan kembali berlari kecil. Felzer pasti bukan tipe anak yang suka berolahraga. Namun, aku tak heran kalau dia ingin menjadi akla. Posisi akla yang bergengsi dan dihormati warga kota menjadi incaran banyak remaja Stabblesia, baik yang suka berolahraga maupun yang tidak.

Tak lama aku tiba di Taman Hillem. Taman di dekat kompleks rumahku ini cukup luas dengan bunga berwarna-warni ditanam sebagai pembatas antararea. Ada empat area di sini: area bermain untuk anak-anak, area santai untuk membaca buku atau sekadar duduk menikmati suasana, area kawanan merpati di mana pengunjung bisa memberi mereka makan dengan biji-bijian yang disediakan, serta area favoritku yaitu rumah kaca. Rumah kaca di sini memiliki banyak koleksi tanaman rambat serta jenis flora lain yang sulit ditemui di Dolnare. Namun, fokusku sekarang bukanlah rumah kaca, melainkan jogging track yang menghubungkan area satu dengan area lainnya. Aku baru mulai berlari ketika seseorang memanggilku.

"Hei, Reed!"

Sekonyong-konyong, Heii-xa berjalan ke arahku sambil membawa kantung kain hitam. Lofelin-ha juga ikut bersamanya. Dalam hati aku mengumpat. Aku sama sekali belum tahu harus bilang apa pada mereka!

"Halo, Heii-xa!" sapaku berusaha terdengar sesantai mungkin. "Tak kusangka bisa bertemu denganmu di sini. Halo, Lofelin-ha ...."

Suaraku memudar. Setelah si kembar mendekat, aku baru sadar kalau Lofelin-ha perempuan. Rasa gugup mulai menyerangku dan menyuruhku untuk tidak melihat wajahnya. Aku berusaha melawan dorongan ini. Sayang, hasilnya jauh dari harapan. Alih-alih membalas tatapan Lofelin-ha dengan cara yang pantas, aku hanya mampu mencuri-curi melihat wajahnya seperti orang yang mencari kesempatan untuk berbuat jahat.

"Ada apa, Leyzo? Apa ada sesuatu yang salah dariku?" tanya sang akla putri. Raut wajahnya tak berubah, tetapi dari suaranya aku tahu ia tersinggung.

"Bukan itu. Hanya saja ...."

"Ya?"

Tatapan mendesak Lofelin-ha membuatku rikuh. Dengan setengah hati, kuungkapkan bahwa aku menderita kecemasan pada lawan jenis berikut alasan mengapa aku bisa mengidap hal semacam itu. Aku sudah harus berbohong mengenai Madie Lila. Aku tak mau memperkeruh suasana dengan membuat Lofelin-ha tak berkenan. 

"Maaf sudah salah paham." ucap Lofelin-ha kemudian dengan suara yang lebih ramah. "Perkenalkan. Aku Lofelin Neveliz, saudari kembar Heii. Panggil saja Feli jika nama itu terlalu panjang bagimu."

"Namaku Reed Eyrez. Salam kenal dan maaf atas reaksi spontanku tadi."

Kedua Neveliz tertawa kecil dan Feli-ha berkata "bukan masalah".

Preludeحيث تعيش القصص. اكتشف الآن