14. Terlambat

39 2 0
                                    

Aku masih tidak mengerti kenapa Avner merahasiakan soal Ann yang mengantikan posisinya. Yang mencurigakan lagi, ia malah mengabarkan kemajuanku dalam latihan pada Pak Runkel, lengkap dengan detail bohong bahwa aku sudah cukup mahir menembak dengan pistol. Aku melamun terus sepanjang melakukan aktivitas yang kini telah diperbarui (ya, kau tahu sendiri lah. Aktivitas warga sipil dan Sviour kan jelas berbeda.) sampai-sampai aku merasa waktu berjalan cepat sekali dan satu-satunya yang sangat lelah saat ini hanyalah pikiranku.

Sekarang aku baru saja selesai makan malam bersama Vick, Ann dan Quinn. Sedangkan Nolan makan malam dengan Maple dan Gerda di meja terpisah dan agak jauh serta lebih dulu daripada kami. Lucas sendiri tidak tahu kemana perginya setelah lagi-lagi dipanggil Frey untuk ke ruangan CCTV.

Kami tiba di kamar dan pemandangan pertama yang menyambutku saat aku membuka pintu adalah Gerda yang duduk menghadap komputer.

Ia terkejut dan mengumpat. "Bisakah kau mengetuk pintu dahulu?!" bisiknya tajam. "Cepat masuk dan tutup pintunya."

"Sorry," ujarku, tidak merasa bersalah. Lagipula mereka juga melakukan hal yang sama. "Apa yang sedang kau lakukan sampai takut ketahuan seperti ini?"

"Bukan apa-apa. Aku hanya mencoba untuk mengakses komputer di ruangan CCTV."

"Kau bisa membobolnya?" tanyaku. Bukan suatu kejutan, sebenarnya. Tapi tetap saja aku terkesan. Sepertinya Gerda memang diciptakan untuk menguasai banyak hal, dan aku sebaliknya.

Ann menyahut dari belakangku. "Gerda sebenarnya computer-geek. Tapi kemampuannya memudar semenjak dibatasi karena ia membobol sistem keamanan di komputer ayahnya."

Vick sepertinya baru tahu fakta itu. "Kenapa juga kau melakukan itu?"

Gerda berdecak. "Aku hanya penasaran dengan apa yang dikerjakannya sampai larut malam."

Aku tidak berminat menatap layar komputer lama-lama-selain karena aku tidak mengerti sama sekali, aku juga malas memperhatikan hal-hal yang tidak kumengerti-dan memutuskan ke kamar mandi untuk mencuci wajahku.

Cermin kecil di hadapanku menampilkan bayangan dari atas kepala sampai dagu. Kulihat sosok menyedihkan itu tengah balik menatapku lekat-lekat. Rambutnya lurus, lebih panjang dari sebahu, tapi lebih pendek dari sepunggung. Warnanya cokelat kering. Sedangkan mata biru gelapnya sungguh tak menarik.

"Apa ini yang sebenarnya aku inginkan?" gumamku. Bertanya pada pantulan bayanganku.

Kalau diingat, sudah lama semenjak terakhir kali aku sering berkaca dan berbicara sendirian. Memori tentang masa kecilku tidak banyak. Yang masih bisa kulihat hanyalah potongan-potongan adegan saat aku masih berumur dua tahun dan Bibi Ghada membawaku ke rumahnya. Aku bahkan tidak mengingat wajah orang tuaku. Entah seperti apa wajah mereka dan siapa namanya, tidak ada gambaran petunjuk yang terbayang di kepalaku. Mungkin mataku mirip dengan ibu, mungkin rambutku turunan ayah. Mungkin juga rasa penasaran dan keras kepalaku merupakan keturunan dari masing-masing keduanya. Kemudian Vick datang padaku dan mengenalkan diri sebagai kakak. Dan aku percaya-percaya saja.

Sampai enam belas tahun umurku, yang masih bisa kuingat hanyalah aku tinggal bersama Bibi Ghada dan Vick. Hanya mereka. Tidak ada yang lain. Dan entah kenapa aku tidak merasa ingin tahu sama sekali.

Umurku dua tahun saat Bibi Ghada membawaku ke rumahnya dan dirawatnya dengan baik sampai besar. Ia tidak pernah mengatakan apapun tentang orang tuaku. Vick pun sama, tidak pernah berkata apa-apa tentang orang tua kami. Aku bahkan pernah meragukan fakta bahwa ia adalah kakakku. Tidak ada dokumen, foto, atau apapun yang bisa menjelaskan siapa aku dan silsilah keluargaku dan juga Vick. Yang kupikirkan jadi sebuah kewajaran. Tapi kalau diingat-ingat lagi, sekalipun aku memaksa mengingat, Vick tidak pernah memanggil Bibi Ghada sebagai ibu. Atau Bu Ghada sendiri yang memberinya perlakuan berbeda (perlakuan ibu terhadap anak sendiri dan orang lain tentu berbeda, bukan?). Kemiripan kami hanya terletak pada warna rambut dan manik mata. Satu-satunya ingatan yang membuatku yakin bahwa Vick bukan kakakku, adalah karena ia tidak ada selama aku kesepian sampai umurku dua tahun.

The Victorious VICTORYWhere stories live. Discover now