13. Persiapan (Bagian 1)

37 2 0
                                    

Sekitar pukul sepuluh, lapangan markas mulai dipenuhi oleh ratusan pasukan Sviour yang berlatih dengan kelompoknya masing-masing-beberapa orang ada yang berlatih sendiri karena mungkin (atau bisa jadi) merasa lebih nyaman dan fokus saat berlatih sendiri.

Riuh rendah suara bernada perintah, omelan, cacian, dan didominasi oleh tawa, terdengar dimana-mana. Beberapa kali aku sempat tidak fokus dan berpaling pada salah satu kelompok yang sedang berlatih dengan pukulan dan tendangan. Ann sampai mengancam akan melempar pisau yang dipegangnya kalau saja aku berani mengabaikannya sekali lagi.

Huh. Orang itu benar-benar mengerikan.

Aku sempat memprotes. "Tidak bisakah kau bersikap sedikit-"

"Apa? Sedikit lembut? Sedikit anggun? Sedikit seperti perempuan?"

Aku mencebik.

"Kau tidak bisa mengatur orang lain untuk hal apapun. Kau yang harus bisa menyesuaikan." Ia menatapku tajam (sebenarnya, ia melakukannya hampir setiap kali saat menatapku). "Apa kau pikir, kau bisa menyuruh seekor serigala untuk tidak melolong hanya karena tidurmu jadi terganggu?"

"Tapi kau mengaturku." Aku menggerutu. "Dan kenapa harus serigala? Kenapa kau tidak mengumpamakannya dengan tikus supaya terdengar lebih sederhana."

Ann mendesah dan memutar bola mata.

Semenit kemudian, teman-temanku-entahlah, aku tidak tahu harus menggunakan kata ganti apa yang tepat untuk menyebut mereka-menghampiri kami berdua dengan membawa perlengkapan latihannya masing-masing. Kusadari, tidak ada sosok Lucas di antara mereka.

"Harusnya kalian berlatih lebih awal," omel Ann. "Mengingat misi kita, kurasa kita akan lebih banyak bertemu Flopperrn."

"Tentu saja aku tahu," ujar Nolan. "Tapi, kan, selain menyerang, kita juga harus punya strategi. Daripada mengandalkan serangan untuk mengurangi peluang mati di tangan mereka, lebih baik aku membuat rencana untuk memperkecil risiko terluka karena mereka."

Gerda menyemburkan tawa. Kulihat, kondisinya sudah lebih baik sekarang. Ia sudah bisa berjalan tanpa tertatih dan perban dikepalanya sudah tiada. "Oh, ya? Bukannya setelah sarapan tadi, kau langsung pergi ke kamar mandi karena sakit perut?"

Maple dan Quinn ikut tertawa.

"Aku melakukannya sambil berpikir, tahu." Nolan melipat lengan kemejanya sampai siku. "Kau tahu sendiri, kamar mandi kan tempat yang nyaman untuk berpikir ...."

Aku tidak fokus mendengar kata-katanya lagi. Melihat pakaian Nolan, ingatanku tertuju pada hari dimana aku bertemu dengannya pertama kali, juga Lucas, dan Ann. Itu kemeja yang sama yang dipakai Nolan saat itu. Masih segar di ingatanku, ada bordiran SV di saku dada kirinya. Warnanya putih kusam, tapi cukup kontras dengan warna kemejanya. Mendadak aku bergeming. Ya Tuhan ... ini sudah hari keberapa dari hari itu? Kejadian apa saja yang sudah kulewati? Kenapa rasanya seperti aku menyesal sudah sampai sejauh ini?

"Kenapa kau melihatku seperti itu, heh?" tegur Nolan.

Saking terkejutnya, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Imbasnya, Nolan jadi curiga sampai-sampai ia menyipitkan matanya dan menatapku lekat-lekat.

"Kau terpesona melihatku?"

Aku membelalakkan mata. "Kau percaya diri sekali!"

Sungguh. Tak pernah terbesit sedikit pun dipikiranku, aku akan terpesona dengan penampilannya (baiklah, aku mengakui, aku terpesona pada matanya. Tapi, mata kan bawaan lahir. Itu tidak masuk hitungan). Meski begitu, Nolan tidak membalas lagi. Syukurlah kalau ia merasa ucapanku benar.

"Dimana Lucas?" tanya Ann.

Vick yang sedang memeriksa senapan yang dibawanya, menjawab tanpa menoleh. "Dia sedang membicarakan rencana kita pada Fitzer."

Ann langsung beralih menatap Gerda. "Kenapa bukan kau saja?"

Gerda mengangkat bahu. "Lucas sendiri yang mau melakukannya. Dan ia juga yang akan berbicara pada Claeys."

"Dan kau membiarkannya begitu saja?"

Nolan menghela napas pendek. "Jangan salah. Aku sudah menawarkan diri untuk melakukan itu."

Maple masuk ke dalam percakapan. "Kurasa ia ragu kau akan membicarakan itu atas nama keselamatan semua orang."

Nolan terlihat tersinggung. "Hey, apa maksudmu? Apa kau pikir, aku melibatkannya semata-mata hanya karena aku menyukainya?"

Vick menatap Nolan. "Kita sepakat menyembunyikan rencana karena kita sendiri belum mendapat kepastian dan bukti yang kuat, Nolan. Kalau ternyata dugaan kita salah, kita hanya akan menyesatkan banyak orang."

"Tapi aku hanya melibatkan .... " Tiba-tiba ia terdiam.

Ah, ya. Aku mengerti sekarang. Kalau Claeys terlibat, otomatis kelompoknya juga akan ikut terlibat. Dan lagi, kemarin Maple bilang, Claeys adalah Kapten Sviour I. Ia sudah beberapa langkah berada di depan kami, dan jelas ia lebih tahu. Syukur-syukur kalau ia juga sependapat dan mau bekerja sama. Tapi kalau dugaan kami salah, apalagi tidak adanya dukungan berupa bukti, Claeys mudah saja menolaknya. Risikonya malah lebih besar. Kami bisa tambah dicurigai dan itu akan menghambat pergerakan kami.

Tapi, kalau ia mau bekerja sama pun, ada risikonya juga. Semakin banyak yang terlibat, semakin sulit untuk menyembunyikan pergerakan. Alhasil, lambat laun misi akan semakin transparan dan semua yang belum terlibat bisa membacanya. Dan jika misi ini berujung petaka, artinya, kami malah akan menyesatkan banyak orang.

"Kau harus berusaha mengendalikan perasaanmu," kata Ann pada Nolan. "Kesampingkan dulu hal-hal yang tidak relevan."

Lalu semua orang mulai sibuk berlatih. Ann meninggalkanku bersama Vick dan berlatih dengan Nolan. Maple dan Quinn berlatih menembak, dengan dipantau Gerda dan sesekali ia menegur Quinn yang masih sering kaget karena suara letusan dari senapannya sendiri.

"Bagaimana latihanmu?"

Aku menoleh pada Vick. "Kemampuan bela diriku cukup bagus berkat diajar kau waktu dulu. Ann bilang, meski tembakanku selalu meleset, setidaknya aku bisa menyerang dengan pisau."

"Kau mau menyerang Flopperrn dengan latihan bela dirimu selama tiga bulan itu?"

"Tiga bulan itu waktu yang cukup lama-"

"Kau masih perlu berlatih lagi." Vick sudah siap untuk menembak.

Aku mengamatinya. Menghitung dalam hati. Vick lalu menarik pelatuk dan peluru berdesing, mengenai papan target, walau tidak mendarat di tengahnya.

"Waktu kita terbatas. Aku yang sudah berlatih lama saja, masih sering membuat kesalahan." Vick menoleh padaku dan bicara. "Kau belum mempunyai persiapan yang matang untuk menghadapi Flopperrn. Aku takut-"

"Kau takut aku malah mengacaukan semuanya?"

Ia terdiam cukup lama.

Sementara itu, aku bersiap-siap untuk menembak. Terserahlah ia ingin berpikir apapun tentangku yang keras kepala, tapi kalau ia menyuruhku menyerah, aku tidak akan melakukannya. Walau bagaimanapun nantinya, aku akan bertanggung jawab atas pilihanku.

Pergerakanku terhenti karena ia memanggil namaku. Tanpa mengalihkan pandangan, aku mendengar suaranya yang teredam masuk ke telingaku.

"Teruslah berlatih. Aku akan selalu mengawasimu."

The Victorious VICTORYWhere stories live. Discover now