09. Rievvend

44 2 0
                                    

Ada suara letusan keras yang disambut gemuruh pekikan begitu aku keluar dari pintu markas Sviour. Didera rasa penasaran yang berlebih, aku mencari celah untuk melewati kerumunan yang menghalangi pandangan. Nun jauh di lapangan dekat gerbang markas, beberapa orang berseragam terlihat mengerumuni suatu objek dengan gestur berjaga-jaga. Hanya tinggal menarik pelatuk, senjata mereka sudah siap untuk melontarkan beberapa butir peluru mematikan.

Aku tidak bisa melihat objeknya dengan jelas. Orang-orang berseragam itu tak memberiku kesempatan untuk sekedar mengintip dari celah kaki mereka. Tapi aku yakin sekali mendengar beberapa warga sipil yang saling bergumam soal Flopperrn. Kalau dugaanku benar, lantas bagaimana makhluk itu bisa menjebol pertahanan markas? Aku tahu betul gerbang markas dijaga ketat oleh pasukan bersenjata. Dan ada satu pertanyaan yang paling penting diantara banyak tanda tanya yang berloncatan di kepalaku: bagaimana wujud Flopperrn yang sebenarnya?

Di bawah sadar aku melangkah, ingin mendekat pada objek. Namun tanpa diduga, seseorang menahan pundakku dari belakang. Aku terkesiap dan menoleh, mendapati seorang perempuan tinggi yang kini sedang menatapku dingin.

"Jangan mendekat."

Dua detik setelahnya, salah satu orang berseragam berteriak bahwa objek dipastikan sudah mati. Warga sipil diminta untuk membubarkan diri dan diperingati agar kembali tenang. Hampir saja aku disuruh beranjak dari tempat oleh perempuan itu, kalau saja tidak kutunjukkan jam tangan yang melingkar di tanganku dengan buru-buru.

"Sepertinya kau anak baru," katanya. Memperhatikanku dari atas sampai bawah.

Aku bingung menanggapinya. Tapi ketidaknyamanan ini langsung berakhir begitu aku melihat dua sosok yang kukenal. Dari arah kiri, aku melihat Vick berjalan pincang sambil dipapah Nolan.

Spontan aku memanggilnya, "Vick!"

Tanpa etika dan rasa bersalah, kakiku ringan meninggalkan perempuan itu dan mengabaikan kalimat yang tadi dilontarkannya. Masa bodoh soal kesan pertama seseorang padaku. Selain tidak tahu harus menanggapinya dengan apa, kalimat itu juga terdengar cukup menghina. Aku bahkan bisa mendengar nada menghakimi yang dibungkus rasa ingin tahunya.

Vick mendengar panggilanku. Tanpa menghentikan langkah, ia mengangkat kepala dan matanya bertemu mata milikku. Begitupun dengan Nolan di sampingnya.

Aku memosisikan diriku di sebelah kiri Vick dan ikut membantu memapahnya. "Apa yang telah terjadi?"

"As you can see. Vick terluka," sinis Nolan.

Aku mengabaikannya.

"Terima kasih," kata Vick sambil meringis. "Apa yang sedang kaulakukan di sini, Karen?"

"Seluruh orang panik. Alarm peringatan tiba-tiba menyala dan banyak orang berlarian." Aku mendongak untuk memandangnya. "Apa yang terjadi, Vick? Aku mendengar banyak orang membicarakan soal Flopperrn."

"Ceritanya panjang," jawab Nolan masam. "Bisakah kau simpan seluruh rasa penasaranmu sebentar saja? Kami bahkan baru saja tiba di sini."

Aku mendengkus. "Aku tidak menyebut namamu dalam pertanyaanku."

"Tapi Vick sedang terluka!" balas Nolan gemas.

"Aku tahu!"

"Hey, bisakah kalian berhenti bertengkar di sampingku?"

Padahal Vick berkata hampir tanpa nada tapi kami berdua terdiam karenanya. Baru sampai di lantai dasar gedung, Nolan menyuruh Vick untuk duduk dan membiarkan petugas medis mengobati kakinya yang terluka. Bisa kulihat ada luka goresan yang panjang dan cukup dalam pada lutut dan betis kanannya-hal itu tentu saja membuat celana Vick menjadi robek tak karuan.

The Victorious VICTORYWhere stories live. Discover now