01. Pintu-Tanpa-Daun-Pintu

93 8 4
                                    

Aku berbaring di lapangan belakang markas dan melamun sendirian. Entah pukul berapa sekarang, tapi kelihatannya langit menggelap lebih cepat-entahlah, tak ada yang peduli waktu di zaman ini. Dan itu berarti, tak lama lagi pasukan Sviour akan bersiap untuk menghadapi CLOV-01 yang menghuni luar benteng sana.

Ah, sebenarnya sebutan elite itu sudah tidak berlaku lagi sekarang.

Oleh warga VICTORY, sebutan manusia hasil eksperimen gagal itu diganti dengan nama Flopperrn. Flop, artinya kegagalan. Sementara pern sendiri diambil dari kata pernicious, yang berarti merusak. Lebih cocok dibanding sebelumnya, mengingat dari mana mereka berasal dan kerusakan apa saja yang terjadi setelahnya.

Setahun telah berlalu sejak penyerangan yang dilakukan Flopperrn di hari pertamanya tercipta. Juga setahun telah kulewati-bersama warga lain-tinggal di markas militer ini, melakukan kegiatan monoton setiap harinya: bangun pagi, mengisi waktu dengan kegiatan apapun sambil diikuti perasaan yang seolah dipaksa merasa bahwa tidak-pernah-terjadi-apa-apa-sebelum-dan-sesudah-ini, tidur dengan gelisah, lalu mengulang kembali rutinitas tadi keesokan harinya. Membosankan. Dan hal-hal yang membuat bosan selalu terasa mengerikan bagiku.

"Karen, kau bolos lagi." Seseorang duduk di sampingku, melipat lututnya. Dari sini, yang terlihat hanyalah siluet seorang laki-laki. Tapi aku sangat mengenal suara beratnya yang khas.

Dia Vick, atau lengkapnya, Vick O'Connor. Laki-laki berumur 18 tahun yang menjabat sebagai kakakku, sekaligus satu-satunya anggota keluargaku yang tersisa. Entah apa yang sedang ia pikirkan, tapi saat berbicara padaku, matanya malah menatap ke arah lain.

Oh, ya. Sudahkah aku memperkenalkan diri? Namaku Karen Carlier. Entah marga atau bukan, aku tidak pernah tahu. Penjelasan Vick pun sangat sederhana, begitu kutanya mengapa tidak ada Carlier pada namanya.

Karen, akupun punya 'Carlier' dalam namaku, hanya saja aku merasa 'Vick O'Connor' sudah cukup keren untuk disebutkan.

Karen, apalah artinya nama? Mawar tetap wangi kalaupun diberi nama berbeda. Haha. Itu kata Shakespeare, omong-omong. Kau tahu kan siapa dia?

Karen, apa masalahnya? Carlier atau bukan, kau tetap adikku ....

Jelas itu omong kosong. Lagipula, bayangkan saja betapa mengerikannya 'Vick O'Connor Carlier' untuk diucapkan.

Selain hanya seorang gadis berumur 16 tahun yang tinggal di kota V-maksudku, di dalam markas militer kota V-, mungkin tidak ada lagi yang menarik untuk diceritakan perihal identitasku.

Lalu Vick bertanya, "Kenapa?"

Diam sejenak. Aku sibuk berpikir untuk mencari jawabannya: kenapa juga aku bolos sekolah hari ini? "Tidak tahu," jawabku pada akhirnya.

Kurasakan tatapan Vick menuju ke arahku, tapi aku lebih memilih mengabaikannya. "Mau berbagi?" tanyanya. Orang itu selalu suka memancingku untuk bercerita.

"Kau sendiri sering mencuri waktu untuk kabur dari latihan," jawabku jengkel. Huh. Pertanyaan bodoh. Siapa yang peduli sekolah di saat-saat seperti ini?

Tapi, Vick malah tertawa garing. "Kau tahu, Karen? Aku mulai ragu. Menjadi anggota Sviour mungkin sudah tidak ada gunanya."

"Tidak. Ada. Gunanya." Aku menekankan setiap kata-yang menurutku-janggal itu, bertatapan dengan Vick. "Menurutmu, bagaimana denganku? Hanya melakukan sesuatu yang BAHKAN tidak bisa merubah apapun dalam situasi buruk di zaman ini, termasuk berguna dalam kamusmu?"

"Kau-"

"Lebih baik aku bergerak dan mengundang bahaya sekalipun, daripada berdiam diri dan berharap-harap tanpa tujuan yang jelas, Vick." Aku diam sebentar untuk mengatur napas. Dia benar-benar memancing amarahku. "Kadang aku bertanya-tanya ... sebenarnya, untuk apa kita tinggal di sini? Menyelamatkan diri? Atau mungkin kita hanya sekedar menunda kematian?"

The Victorious VICTORYWhere stories live. Discover now