Mad

1.2K 111 3
                                    

Ji ra baru saja datang ke sekolahnya lima menit yang lalu, setelah melihat sekilas apa yang Beomgyu lakukan di sebelahnya dia segera menangkup wajahnya pada kedua tangan yang terlipat di atas meja. Sedang badmood parah.

Beomgyu yang asik menggambar sketsa jadi salah tinggah sendiri, tumben sekali teman sebangkunya ini tidak berisik pada Jeongin hari ini. Belum sempat menanyakan Chanle datang sambil tersenyum lebar. Menyapa Ji ra dan Beomgyu ramah.

"Kenapa?" tanya Chanle saat gadis itu tidak merubah posisinya. Dagunya seolah menunjuk Ji ra yang masih tetap seperti dua menit lalu. Beomgyu mengangkat bahunya tidak tahu.

"Oh, mungkin karna Haechan hyung tidak jadi pulang hari ini." kata Chanle sambil mulai bermain game di gadgetnya. Ji ra yang mendengar langsung duduk tegak, menghadap ke belakang kursinya yang membuat Chanle hampir jatuh karna terkejut.

"Jadi sungguhan dia tidak jadi pulang hari ini?" Ji ra sudah menggebrak meja di depan Chanle.

"Iya, kemarin grup kita ramai membahas Haechan dan Mark hyung yang tidak jadi pulang. Aduh, aduh... Jangan sedih begitu. Hanya dua hari kok." Chanle sebenarnya hanya berniat menggoda, tapi melihat Ji ra yang makin menekuk wajahnya dia jadi iba sendiri.

"Ngomong-ngomong di mana Jeongin?" Beomgyu tiba-tiba bertanya setelah memahami situasi. Tapi malah menjadi buruk saat Ji ra berdecak sambil meliriknya sinis.

"Jangan tanyakan bocah itu. Dasar sahabat tidak setia, sempat-sempatnya menolong teman perempuannya di saat sahabatnya kesusahan. Cih, dasar. Biarkan dia bergabung dengan Ryunjin dan teman-teman nya, biar jadi pacarnya sekalian."

Beomgyu hanya melongo karna terkejut, sedangkan Chanle terkekeh geli.

Pertama kalinya mereka melihat Ji ra menjelek-jelekkan Jeongin pada mereka, seperti tidak ingat saja saat mereka bersama dunia serasa milik berdua.

"Jeongin kan hanya ingin membantu?" Chanle hanya sekedar berucap, tapi malah mendapat pelototan tajam dari gadis itu.

"Diam kau sipit!"
















.




























Waktu istirahat datang dengan sangat cepat, mungkin karna Ji ra lebih banyak melamun atau bermain gadgetnya. Dia jadi malas memperhatikan yang lain, apalagi Jeongin yang masih menatapnya selama dua menit.

"Apa lagi sekarang, kau kenapa?" Ji ra sudah akan keluar dari kelas jika saja lengannya tidak di tahan tiba-tiba oleh Jeongin.

"Apa? Lepaskan tanganku." Ji ra membalas malas-malasan. Masih kesal sekali dengan Jeongin.

"Ji ra..."

"Aku lapar, bisa lepaskan tanganku Yang Jeongin?!" Ji ra memang sudah marah. Harinya akhir-akhir ini berjalan buruk. Dengan kakak-kakak nya dan sekarang dengan Jeongin.

Jeongin terpaksa melepas tangannya saat Chanle mengkode lewat matanya, juga Beomgyu yang mengangguk. Ji ra segera keluar dari kelas, tidak lupa dengan menghempaskan kakinya ke lantai dengan kasar.

Menggerutu dengan berjalan serampangan ke arah kantin sekola,  lagi-lagi Ji ra menghadapi masalah.

Lai Guanlin terlihat berjalan cepat ke arahnya, sialan!.
Padahal Ji ra berusaha menghindari laki-laki itu mati-matian.

"Ji ra, tunggu!"

Bisa tidak sih, masalah-masalah ini berhenti berdatangan?.

"Siapa?"

"Ji ra maaf aku-"

"Tidak apa-apa. Aku sudah memaafkanmu, semoga langgeng dengan pacarmu." Ji ra sudah ingin berlalu saat lagi-lagi tangannya di tahan.

"Hei, aku bisa jelaskan. Aku mencintaimu Ji ra, sungguh."

"Gomawo, tapi aku tidak mencintaimu. Jangan temui aku lagi setelah ini." Ji ra tersenyum kaku lalu benar-benar meninggalkan Guanlin yang memanggilnya berkali-kali.
Cih, seharusnya dari dulu dia tidak pernah berteman dengan siapapun.


























.



















Hari sudah sangat malam. Jam perpustakaan sekolah sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam, tapi Ji ra seakan malas pulang meskipun kepalanya pening luar biasa.

Banyak hal yang terjadi pada dirinya hari ini, dan Ji ra sudah lelah fisik dan mental. Yang hanya dia butuhkan sekarang hanya kamarnya dan tidur.

Perjalanan pulangnya hanya hening, tinggal berjalan beberapa langkah sambil membaca chat di gadgetnya membuatnya sampai dengan selamat di rumahnya dengan cepat.
Lampu rumahnya terlihat masih menyala, tandanya kakaknya pasti menunggunya.

Memutuskan masuk dengan bahu merosot dan muka jenuh, Ji ra hanya menemukan Tae hyung yang duduk tenang di sofa depan TV.
Sepertinya telinganya tidak akan selamat hari ini.

"Dari mana?" suara berat dan dingin dari Tae hyung membuat Ji ra merinding, tangannya menyibukkan dengan memilin tali tasnya dengan gusar.

"Perpustakaan." Ji ra menjawab jujur dan lirih, dia benar-benar takut saat ini.
Taehyung sudah berdiri mendekat kearahnya dengan tangan yang di masukkan pada celana tidur.

"Semalam ini? Kau masih ingat punya rumah? Makin besar kenapa makin nakal. Ingin jadi apa besok jika kau tetap seperti ini?" Ji ra sudah menggigit bibir bawahnya menahan air matanya yang sudah ingin keluar.

"Aku sudah menunggumu seharian penuh di sini, mengkhawatirkan mu seperti orang gila! Dan kau- fuck!"
Taehyung mengacak surainya kasar, matanya memerah melihat adiknya yang hanya terisak di hadapannya.

"Kalau begitu tinggal menghiraukanku kan hyung. Tidak perlu mengkhawatirkan ku mulai saat ini, lagi pula aku memang tidak berguna bagi kalian. Urus saja urusan hyung dengan tenang." Ji ra menjatuhkan tasnya sembarangan. Kemudian berlari keluar rumah.

Taehyung terdengar meneriaki namanya sampai bantingan pagar dari Ji ra menghentikan semuanya.
Ji ra yang makin terisak dengan Taehyung yang merasa bersalah.

Dengan langkah tidak tentu, dengan mata yang terus keluar air mata, dengan isakan lirih, Ji ra memutuskan terus berjalan sampai eksistensi orang lain di sadari.

Jeongin berdiri di hadapannya dengan senyum sedih di wajahnya. Mendekatinya dan menawarkan pelukan hangat yang memang hanya untuk Ji ra seorang.

"Lepaskan aku, Jeongin! Aku tidak mau bertemu denganmu. Kenapa semua orang jahat sekali pada ku hari ini! Huaaaa!" Ji ra masih berontak di detik kesepuluh dipelukan Jeongin.

Sampai lengan laki-laki itu makin mendekapnya erat, sampai tangan Jeongin mengusap belakang kepala Ji ra dengan lembut. Ji ra balas memeluknya, menenggelamkan wajahnya pada bahu Jeongin yang tumbuh bidang.
Menumpahkan segalanya.

"Aku tetap Yang Jeongin sahabatmu
Ji ra..."

"Pabo-ya!"

























































Taehyung menghela nafas legah saat melihat sepasang anak manusia berpelukan di tengah jalan depan rumah paman Chanyeol. Dia melihat Jeongin yang tersenyum maklum sambil membentuk jari tangan dengan telunjuk dan ibu jari.

Memberi tahu Ji ra baik-baik saja dengannya.
Taehyung hanya balas mengangguk lalu menunduk sambil memejamkan matanya sesaat.
Berbicara pada batinnya.

"Maafkan hyung, Ji ra."





































Saya lagi sedih. Jadi lancar banget buat part kaya gini sih.

Vote and komen karna tinggal nunggu tamatnya.

 Lil SisterWhere stories live. Discover now