CHAPTER 4 - Nama Pria Itu

1.6K 181 9
                                    

1810.

MASA di mana Indonesia masih dijajah oleh Belanda kan?

Seriusan? Kenapa juga Guinevere bisa berpindah ke sebuah pelabuhan di tahun 1810? Apakah ini masuk akal?!

Dia juga baru sadar kalau sebagian orang di kapal ini dipenuhi oleh orang Belanda, susah sekali mencari satu saja orang pribumi di sini.

Lagi-lagi Guinevere mengacak-acak rambutnya frustasi, dia berpikir keras harus berbuat apa sekarang. Bagaimana kalau ia ditahan lalu dibunuh?

Oh tidak, jangan sampai itu terjadi!!

"Hei, apakah kamu serius?" tanya Guinevere kepada pria yang duduk di sebelahnya. "Tahun 1810? Kalau begitu ... ki-kita ada di Indo—ah bukan! Maksudku Hindia-Belanda?!"

Pria itu mengangkat sebelah alis. "Kita memang di Hindia-Belanda." sahutnya tenang.

Guinevere menarik nafas dalam-dalam, dia berusaha untuk melontarkan semua pertanyaan yang ada di kepalanya.

"Kalau begitu kita di mana? Maksudku tujuan kapal ini ke mana?!" tanya Guinevere agak keras.

"Kita akan pergi ke Batavia." jawab pria itu sembari membaca korannya.

Guinevere menghela nafas lega, dia bisa lebih tenang karena tujuan kapal ini se-arah dengan kota di mana ia tinggal. Siapa tau Guinevere mendapat petunjuk lalu pulang ke rumah dengan selamat.

Dia tidak tahan kalau di sini terus-terusan.

Pria itu diam-diam memperhatikan ekspresi wajah Guinevere yang terlihat panik, sorot matanya sedikit meneduh dan tidak lagi setajam tadi.

"Ah iya, apakah kamu ingin pergi ke Jaka—eh maksudku Batavia juga?"

Guinevere bertanya secara tiba-tiba. Pria itu kembali memalingkan wajah lalu berdeham pelan, "tidak."

"Kalau begitu ... boleh aku tau namamu? Setidaknya aku akan mengingat nama orang yang sudah memberiku banyak informasi,"

Guinevere mengulurkan tangannya. "Namaku Guinevere, aku dari Batavia loh. Siapa namamu?" ia bertanya dengan antusias.

Pria tersebut menatap nanar telapak tangan Guinevere yang menganggur, tidak ada niatan untuk menjabat tangan itu sama sekali. Namun, dia tetap menjawab pertanyaan Guinevere.

"Aku Ellen."

Guinevere manggut-manggut mengerti lalu menarik kembali telapak tangannya, "nama yang bagus. Apakah kamu juga orang Belanda? Apa pekerjaanmu?"

Ellen mendengus gusar. Dia frustasi kenapa gadis itu bisa bertanya sebanyak ini, baru pertama kalinya Ellen bertemu orang dengan kepribadian seperti Guinevere.

Dasar cerewet!

"Aku campuran. Ibuku orang pribumi sementara ayahku orang Belanda...." sahut Ellen. Dia refleks mengumpati dirinya sendiri karena memberitahu informasi pribadinya kepada orang asing.

Guinevere ber-oh ria, "lalu pekerjaanmu apa?"

Hening. Ellen tidak menyahuti pertanyaan Guinevere, pria berambut hitam legam itu melengos kecil lalu melipat koran yang baru saja ia baca.

Entah kenapa aura yang keluar dari tubuhnya mendadak berubah 180°

Sorot mata Ellen mendingin. "Aku adalah seorang pembunuh bayaran, bagaimana menurutmu?" pancingnya.

Dia akan ketakutan, aku yakin sekali!  Batin Ellen percaya diri.

Namun, ekspetasi Ellen buyar saat Guinevere hanya geleng-geleng kepala. Gadis itu memutar bola matanya malas, "sudah kuduga. Kenapa aku tidak kaget ya?"

Ellen melongo saat Guinevere tersenyum manis ke arahnya, gadis itu meluruskan kakinya yang agak pegal ke depan.

"Kau tidak takut?" tanya Ellen keheranan. "Kenapa? Aku ini pembunuh loh, masa kamu tidak—"

Guinevere memotong. "Kamu mau tau? Aku ini datang dari masa depan. Mengetahui zaman ini adalah tahun 1810 membuat aku tidak mau berekspetasi tinggi."

Bahasa Guinevere yang agak aneh membuat Ellen kesulitan. Maklumi saja, Guinevere mengucapkan kosa kata dari abad ke berapa...

"Apa?" tanya Ellen agak shock. "Kamu ini bicara apa?" ia kebingungan.

Guinevere terkekeh, "mau tau? Hindia-Belanda akan berganti nama menjadi Indonesia. Lalu Jepang akan menjajah Indonesia di tahun 1942, dari situ Indonesia akan merdeka di tahun 1945,"

"Kamu ingin tau aku lahir tahun berapa? Aku lahir di tahun 2000an, Batavia juga sangat modern dan tidak—"

Kali ini Ellen memotong. "Hentikan saja pembicaraan kita." pintanya.

Kening Guinevere mengerut heran, Guinevere juga tidak mengerti kenapa Ellen meminta agar dia berhenti bicara. Apakah ada yang salah?

"Loh?"

"Aku agak mual, aku ingin pergi ke toilet dulu."

Ellen bangkit berdiri dan hendak ke kamar mandi. Namun, langkah kakinya terhenti saat melihat sekumpulan preman yang sedang memalak beberapa orang di dalam kapal.

Sialan, ini bahaya!

Melihat Ellen kembali berbalik ke kursi membuat Guinevere keheranan. Apalagi saat pria itu melepas jaket yang ia kenakan lalu memberikannya kepada Guinevere.

"Kenapa kau memberi ini?" tanya Guinevere bingung.

Ellen menarik nafas dalam-dalam, "tutupi saja dirimu dengan jaketku. Dan satu lagi, aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu,"

Tatapan mata Ellen membuat Guinevere mati kutu. Gadis itu membeku di tempat saat Ellen menutupi kepalanya dengan topi yang entah darimana ia dapat.

"Apakah kamu bangsawan?" tanya Ellen dengan suara serak.

Tentu saja Guinevere langsung menggelengkan kepala sekuat mungkin, dia menipiskan bibirnya.

"Kakek dan nenek dari ayahku adalah orang Belanda, tapi kami tidak punya gelar bangsawan atau apalah itu." sahut Guinevere agak kikuk.

Ellen mengangguk. Tanpa persetujuan Guinevere, dia langsung memakaikan jaketnya di tubuh gadis tersebut. Ellen melakukannya dengan cepat.

Pria itu menepuk bahu kirinya, "pura-pura tidur di pundakku." titahnya.

Mendengar itu membuat Guinevere membelalak kaget, dia langsung termundur kecil. "Gila! Tidak mungkin kau menyuruhku—"

"Cepatlah!"

Mustahil. Guinevere tidak bisa berbuat apapun lagi, menolak saja rasanya sangat sulit karena Ellen terus memaksa.

Dan tak lama, ada sesuatu yang terjadi secara mengejutkan.

Dan tak lama, ada sesuatu yang terjadi secara mengejutkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[2] Guinevere : "Perjalanan Waktu"✔Where stories live. Discover now