"Iya," jawab pria itu pendek. Dia tidak tahu bagaimana harus merespons kata-kata Febe. Kennan sama sekali belum bersedia melepaskan Febe andai saja Rosita tidak keburu keluar kamar. Dia tak percaya begitu saja pada pengakuan Febe bahwa perempuan itu tidak tahu di mana Irina. Yang paling mungkin, Febe justru bekerja sama dengan adiknya membodohi Kennan. Lalu berakting dengan gemilang menjadi manusia polos yang tak tahu apa pun.

Meski memaksakan diri untuk makan, Kennan hanya mampu menelan enam sendok saja. Rasa mual bergulung di perutnya hingga pria itu menyerah. Namun dia menghabiskan teh hangat yang disiapkan Febe.

"Kejadian sebenarnya kayak apa, Ken? Kamu harus cerita sama Ibu, jangan ditunda-tunda lagi," tuntut Rosita setelah perempuan itu selesai sarapan.

"Bu, kurasa..."

Rosita menggeleng sambil menatap Febe, membuat kalimat perempuan itu berhenti. "Ibu pengin tau, Fe. Nggak ada gunanya kalian nutup-nutupin."

Kennan akhirnya tak memiliki banyak pilihan. Maka, dia pun meringkas apa yang terjadi belakangan ini. "Kami nggak ada masalah, Bu. Nggak lagi ribut juga. Kemarin itu Irina sempat rada kesal karena persoalan gaun pengantin. Bukan karena ada yang salah sama gaunnya. Tapi menurut Irina, dia masih kelebihan berat badan. Itu sebabnya gaun pengantin itu jadi kurang bagus."

"Irina bilang dia kelebihan berat badan?" Febe menyela dengan pupil mata membulat. Perempuan itu terkesan benar-benar kaget. Kennan pantas memberi komplimen pada perempuan itu karena aktingnya yang sempurna.

"Iya. Semua orang yang ngeliat dia nyobain gaun pengantinnya sih berpendapat kalau penampilannya sempurna. Tapi Irina nggak mau dengar." Kennan mengedikkan bahu. "Itu yang sempat bikin kami agak bersitegang, Bu. Kejadiannya empat hari yang lalu. Tapi di luar itu sih nggak ada apa-apa. Irina bahkan sempat minta perubahan menu katering. Bukan yang rumit, sih. Cuma minta supaya cake potongnya dikurangi, diganti puding tanpa vla." Pelipis Kennan mulai berdenyut.

"Trus, tadi pagi dia malah ngirim WhatsApp, mutusin hubungan kalian sekaligus pembatalan pernikahan?" sela Rosita.

"Hmmm... iya, Bu. Kira-kira kayak gitu." Kennan menggigit bibir bawahnya. Dia tidak ingin mengejutkan Rosita dan membuat perempuan itu pingsan lagi.

"Alasannya apa, Ken? Kenapa Irina membatalkan pernikahan?"

Kennan bimbang. Tanpa sadar, dia melirik Febe. Namun perempuan itu sedang menunduk sembari menepuk-nepuk celana pendeknya. Berlagak seolah sedang membersihkan kotoran yang menempel di sana.

"Ken, kamu belum jawab pertanyaan Ibu," Rosita mengingatkan.

Tak berdaya, Kennan akhirnya membuka mulut. "Irina bilang, dia jatuh cinta sama orang lain, Bu. Laki-laki yang katanya lebih baik dari saya. Dia juga ngakunya nggak bahagia sama saya."

Febe bersuara dengan nada tajam. "Nggak bahagia tapi hampir nikah. Lucu." Lalu, seolah kaget dengan kata-katanya sendiri, perempuan itu buru-buru menggumamkan maaf. Namun bukan ditujukan kepada Kennan, melainkan pada ibunya.

Kennan benar-benar salut dengan akting Febe. Akan tetapi, dia tak mungkin membalas kata-kata perempuan itu dengan sindiran karena mempertimbangkan perasaan Rosita.

"Kamu nggak tau ke mana Irina, Fe?"

Pertanyaan Rosita itu membuat Kennan hampir bersorak. Paling tidak, ibunya sendiri tidak sepenuhnya percaya bahwa Febe tak tahu apa pun.

"Nggak tau, Bu. Tadi malam cuma ngobrol sebentar sebelum aku masuk kamar. Paginya, aku dan Mbak Dila sempat heran karena Irina nggak turun dari kamarnya. Biasanya kan dia bangun pagi. Makanya sempat nebak kalau dia lagi kurang sehat. Trus nggak lama setelahnya Kennan datang. Aku ngecek ke kamarnya, tapi Irina nggak ada. Seprainya udah rapi, kayak nggak ditidurin sama sekali. Kopernya yang paling gede udah nggak ada, baju-bajunya pun berkurang."

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang