"Tak perlu sekeras itu, Mia." Ellena tertawa kecil. "Itu hal yang biasa. Siapa pun bisa lupa membawa dompet, ponsel, atau barang berharga miliknya. Itu hal yang lumrah."

Mia tersenyum simpul. Ellena hanya tidak tahu seberapa banyak kekacauan yang Mia timbulkan akibat kecerobohannya sendiri.

***

Jika ada lelaki yang paling Mia benci di dunia ini selain William, maka itu adalah pria berambut cokelat yang saat ini berdiri di hadapannya. Mia sungguh tidak suka cara lelaki itu menatapnya, dengan kedua mata yang seolah tak berkedip—bahkan sejak beberapa menit lalu. Dan mendengar suara centil Shirley saat memperkenalkan lelaki itu, sungguh perpaduan buruk yang membuat Mia ingin segera menghilang dari muka bumi.

"Mia, kau tidak mendengar ucapanku?"

Shirley kembali bertanya dengan nada ramah yang terdengar dibuat-buat, membuat Mia tersentak dari lamunan.

"Ini Mr. Ethan George, manajer keuangan di kantor ini." Shirley mengulang ucapannya dengan lembut, tetapi sorot matanya tidak menunjukkan serupa. "Kau tidak merasa perlu memberi hormat?" sindirnya kemudian.

Mia menarik napas. Kerongkongannya terasa kering, tetapi ia tetap harus bersuara jika tidak ingin Shirley melenyapkannya dalam sekejap. Mia segera mengulurkan tangan—yang disambut dengan kaku oleh lelaki itu.

"Saya Mia, staf junior baru di sini. Senang akhirnya bertemu dengan anda." Mia memperkenalkan diri, berusaha terdengar sesopan mungkin.

"Ethan George."

Satu nama yang diucapkan lelaki itu terasa kembali menyayat hati Mia. Pun ketika mendengar suaranya. Bahkan tatapan lelaki itu masih sama, hanya kini bercampur terkejut. Pasti, ia sendiri tidak menyangka bahwa di tempat ini, mereka akan bertemu kembali.

"Kau bisa memanggilku ... Ethan."

Suara lelaki itu terbata, tatapannya tak lepas dari wajah Mia. Ia mungkin akan tetap menggenggam jemari Mia, jika saja Shirley tidak memisahkan tangan mereka.

"Sepertinya Mr. George akan terdengar lebih sopan," kata Shirley dengan senyum terpaksa.

***

Mia berbaring dengan gelisah. Sebentar ia menghadap ke kiri, lalu memutar tubuh ke kanan. Sebentar mengacak rambut, lalu mengusap wajah. Kehadiran Ethan George di kantor siang tadi sungguh mengganggu pikirannya. Mengilaskan beberapa peristiwa dalam ingatan, yang membuat kepala mungilnya terasa sakit.

"Ada apa denganmu?"

William terdengar bertanya. Rupanya, sejak tadi, lelaki yang tengah duduk di sofa itu memerhatikan gerak-gerik Mia.

Mia mendengkus. Rasanya, ia tak perlu memberitahu apa pun pada William. "Tidak apa."

"Kau tampak gelisah. Apa yang kau pikirkan?" tanya lelaki itu dengan dahi berkerut. Meski kedua tangannya bergerak membolak balik halaman majalah, tatapannya terpusat pada Mia.

Mia bangkit dari ranjang. Mengenakan sandal tidur, ia berjalan keluar dari kamar. "Sejak kapan kau begitu peduli?" balasnya acuh tak acuh, diikuti suara deritan pintu yang tertutup.

William menghela napas. Ia meletakkan majalah bisnis ke atas meja, lalu menyusul langkah Mia. Di dapur, didapatinya perempuan itu tengah menenggak sebotol air mineral dari dalam kulkas.

"Pria yang kau temui di dekat ruanganku tadi," William membuka suara, "Dia Ethan George. Pimpinanmu di divisi keuangan."

"Aku tahu," sahut Mia. Perempuan itu menarik salah satu kursi makan dan mengambil posisi di atasnya.

William berjalan pelan menuju kulkas, lalu meraih sekaleng kopi kemasan. "Apakah dia dan Shirley Addison memperlakukanmu dengan tidak baik?" tanyanya kemudian. Mia tampak berbeda hari ini, dan William berfirasat telah terjadi sesuatu yang buruk di kantor.

Mia menatap William dengan alis bertaut. Pertanyaan semacam ini, Mia pikir harus membayar mahal jika ingin mendengarnya dari bibir William. Namun, yang ditatap terlihat santai saja, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kau sudah memeriksa tanggal produksinya?" Mia menunjuk kopi di tangan William.

"Memangnya kenapa?"

"Aku curiga kau meminum kopi kedaluwarsa."

"Maksudmu?"

"Tidak biasanya kau seperti ini. Bertanya seolah kau peduli."

Ucapan Mia menohok William, membuat kopi yang mengaliri tenggorokannya nyaris tersembur keluar.

Mia melempar botol yang telah kosong ke dalam tong sampah. "Aku mulai mengantuk," katanya seraya bangkit dari kursi. "Jangan minum kopi terlalu banyak, besok kau masih harus bekerja. Dan satu lagi ... jangan bertingkah seolah kau peduli, William. Itu sama sekali tidak mengesankan."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Mia berjalan meninggalkan William. 

My Silly WifeWhere stories live. Discover now