pertemanan

45 5 0
                                    

malam tahun baru yang di terangi oleh kembang api sangatlah indah.
aku melihat seorang anak kecil berumur 10 tahun menatap kelangit yang terang dan bercahaya.
anak itu perempuan memakai yukata putih, rambut coklat panjang yang tertiup angin, mata biru lautan yang memukau pandangan dan juga wajah cantik yang terlihat cantik.

          musim dingin.

"sado... sado... sado!." panggil ibu sambil menyetir mobil.
"Y-ya." aku terbangun terkejut karena ibu membangunkan ku.
"kita hampir sampai." kata ibu menyetir.
"oh, ya." jawab ku tersenyum.
"kau ini dari tadi kenapa?. ada yang ketinggalan?." ibu bertanya lagi karena heran.
"eh?. bukan apa-apa." aku bingung karena banyak lontaran pertanyaan yang di berikan.

aku sado asada, ibuku yoka asada. aku tinggal  di kawamoto selama 6 tahun dan kembali ke kampung halamanku untuk pindah kembali, kota tanaba. aku seorang laki-laki yang bersekolah di sekolah baru, sma tanabawa.

saat sampai di rumah pindahan ku yang lama.
aku membawa barang-barang pindahan dan meletakkannya di tempatnya. semuanya tampak tak berubah sama sekali.
aku ke kamarku dan mengemasi barang.

setelah mengemasi barang aku pergi ke dapur.
"ibu, kau masak apa?." tanya ku penasaran.
"kare. kau yang memintanya waktu di jalan." sahut ibu memotong sayuran.
"eh?. aku ingin makan steak." aku kesal ke ibu karena ku kira dia bercanda.
"hah?. tadi kau bilang ingin makan kare waktu di jalan. apa kau tak ingat?." ibu marah dan terlihat sangat serius.
"baiklah, kare saja. kare." aku pun tak bisa menang karena ibu sudah bersusah payah membuatkannya.
tiba-tiba, jam dinding yang di pasang di dinding berhenti bergerak seakan akan sudah rusak, dunia yang tadi berwarna kini menjadi hitam dan putih, tubuh manusia dan lainnya tak bergerak seperti sudah mati, dan hanya bunga anemone nemorosa yang di letakan di vas bunga yang ibu taruh di meja makan dan masih berwarna. waktu pun kembali bergerak dan semua nya kembali seperti semula.
aku kebingungan dan berpikir kalau dunia akan tamat. dengan cepat aku berlari memasang sepatu dan memakai jaket untuk keluar rumah.
"hey, sado!. kau ingin kemana?." teriak ibu memegang sendok sayur yang ia pakai tadi.
"aku akan keluar sebentar. aku akan pulang setelah makan malam." aku membuka pintu dan berlari ke suatu tempat.
saat berlari, aku lupa mengikat tali sepatu ku. aku pun terjatuh dan kesakitan. sesosok perempuan yang sama seperti dimimpi itu mirip sekali tetapi kali ini dia mengenakan baju rumah sakit, infusan di tangannya, dan rambut coklat terurai yang di hembus angin dingin. dia terlihat sangat cantik dan menatap ke arah langit yang kosong.
"kenapa kau baru kembali?." tanya dia sambil menutup matanya.
aku pun terkejut karena di lontarkan pertanyaan teka-teki yang harus di pecahkan.
perempuan itu hilang dan tidak ada di depan atau pun belakang ku.
aku bingung dan pulang kerumahku.

esok harinya.
"aku sado asada. senang bertemu kalian." aku memperkenal kan diriku karena aku murid pindahan.
"wah, ganteng nya." perempuan lain terus melihati ku dan memperhatikan ku karena aku murid pindahan. aku melewati beberapa meja dan saat melewati meja kosong. aku melihat serangkaian bunga. aku kira itu kursi penyambutan untukku.
"sado, tempatmu disini. lho." perempuan tadi duduk di sebelah bangku ku.
aku pun tak mengheran kan kursi dengan rangkaian bunga tadi.

     jam istirahat.

"sado. aku akai." kata akai yang terlihat berubah drastis yang dulunya dia culun, banyak omong dan jenkel. kini menjadi tampan, tenang, pintar dan mengenakan kacamata karena matanya sakit.
"akai?, oh... akai. kau benar-benar akai. wah, kau sudah berubah, ya." aku pun takjub melihat akai sudah berubah.
"hehe..." akai tertawa.
"anu... akai. kau tahu kenapa kursi itu ada bunga nya?." tanya ku penasaran.
"oh, itu... ya. oh, aku ingin ke toilet sebentar." akai menghindari pembicaraan tentang itu.
"t-tunggu." aku berusaha ingin bertanya lagi tetapi akai sudah pergi.
suara hentakan sepatu terdengar sangat dekat dan tiba-tiba sebuah tangan ada di pundakku.
"ah!. siapa?." aku terkejut karena di lorong tidak ada siapa-siapa dan sangat sepi. aku menoleh ke belakang perlahan-lahan sambil gemetar.
"...sado. sado. aku mikite." ternyata itu mikite yang sedang berpatroli.
"mikite, kau menjadi wakil osis?." tanya ku heran karena seragam osis dan seragam anak biasa sangat beda.
"hehe... aku mikite tsuyuri. wakil osis. aku ingin bergabung osis karena aku ingin seragam nya. imut, sih. maka nya aku bergabung." mikite tertawa.
"demi itu saja, kalau aku sih tak mau." ucap ku kesal karena mikite mengejutkan ku.
"baiklah, aku akan lanjut berpatroli." mikite berjalan untuk berpatroli.
"dah..." aku melambai tangan ku.

         sepulang sekolah.

aku pulang kerumahku. saat membuka pintu terlihat sangat gelap.
"aku pulang." aku menutup pintu dan melepas sepatuku.
"ibu, nyalain lampu. gelap." aku selesai melepas sepatu dan meletakannya di rak sepatu.
tak ada suara atau lampunya menyala dan juga di rumah sangat dingin karena musim dingin.
"ibu, ibu. surat?. begitu, ya. ibu pergi kerja." aku membaca surat nya dan menyiapkan makan malam.
setelah itu, dunia berhenti bergerak, detik jam terhenti, dunia menjadi negatif dan terasa lebih dingin. beberapa saat kemudian kembalilah bergerak dan seperti semula. aku berlari di tempat yang sama lagi seperti kemarin.

sampailah aku di sana. kali ini penglihatanku menjadi putih dan dingin. terlihatlah perempuan yang kemarin tetapi kali ini dia berada di kasur rumah sakit sambil duduk dan menatap ke arah jendela yang bersalju dan ada kembang api. di sebuah ruangan yang cukup gelap dan darah menetes dari tangan yang di infus itu menetes jatuh kelantai yang terlihat sudah banyak darah yang berceceran.

"kenapa kau baru kembali?." sama seperti pertanyaan kemarin.
"aku tak tahu..." aku hanya jawab seperti itu.
"kenapa kau jawab aku tak tahu?. kaulah yang tahu jawabannya." tanya dia lagi.
"aku tak mengerti..." aku menjawab seperti itu lagi.
"kenapa kau bisa tak mengerti?." tanya dia.
"...karena aku hanya diam... aku tak mengerti... aku tak tahu..." tambahku.
"... aku tak bisa merasakan apa-apa... siapa aku?. aku bukanlah seperti ini. aku tidak mengerti... seperti dirimu. aku... tak berarti..." dia sambil menarik dan mengembuskan nafasnya.
"... dunia ini akan di tumbuhi bunga jika aku mati. maka... karena itu... aku hanya perlu mati... katakan lah dengan jujur..." air matanya menetes dan dia menangis sambil menatap ke arah jendela itu. sedangkan air matanya jatuh seperti setetes air yang jatuh di atas darah dan berubah menjadi merah.
"ini semua salah ku... seharusnya aku... menjadi penggantinya... dan menepati... janjiku..." ucap dia dalam keadaan kritis dan alat pengukur nadi menjadi garis lurus yang panjang. aku terkejut dan ketakutan.

"aku akan jujur... janji." aku menundukan kepalaku sambil menetes kan air mata.

The Last Promised Of Flower - My Flower Promise For Her -Where stories live. Discover now