Part 2

311 70 7
                                    

Kini Saga menatap anak perempuan di sampingnya dengan terang-terangan. Saga tidak akan melirik Johan diam-diam atau mengintip dari sudut mata. Kalau ia ingin menatap Johan, ia akan lakukan secara frontal. Toh Johan duduk persis di sampingnya. Buat apa diam-diam dipandangi padahal terang-terangan saja Johan tidak langsung sadar? Kalaupun sadar, Johan bersikap cukup biasa. Paling mentok kaget dan bibirnya agak sedikit meringis sebelum bertanya, "Kenapa Saga?"

Biasanya kalau sudah begitu, Saga hanya terdiam. Mencoba menebak kenapa Johan tidak menganggap tatapan mata Saga sesuatu yang berbeda. Biasa saja seperti Saga hanya sekedar 'tidak sengaja' menatapnya. Padahal Saga memang betul-betul menatapnya, memperhatikan segala gerak-geriknya sambil mencoba mencerna situasi; Bagaimana pelan-pelan memberitau Johan kalau ia selalu memperhatikan Johan daridulu. Sejak dulu.

Masih seperti kemarin, selama beberapa hari Johan hanya bicara seperluhnya. Kalau memang butuh atau memang di suruh. Ketidakpedulian Johan mengganggu Saga, lebih mengganggu daripada bila orang lain yang melakukannya. Karena Saga tau, Johan bukan berpura-pura tidak peduli seperti anak perempuan lain yang menggunakan tekhnik kuno itu untuk memancing rasa penasaran Saga. Kenyataannya Johan benar-benar tidak peduli.

Saga tau, ia selalu tau. Gampang sekali menebak soal yang satu itu. Karena kalau Johan memang tertarik padanya, sudah daridulu Johan tidak malah sibuk sendiri saat temannya, Lintang mencari perhatian Saga. Johan boro-boro menoleh. Kalaupun Saga memergoki Johan menatapnya, tatapan mata Johan kosong. Seperti menembus Saga. Seakan-akan Saga tidak ada disana.

Ini komplikasi rumit. Antara Johan yang kelihatan jelas mementingkan temannya di atas segalanya sehingga tidak berminat ikut mendekati Saga atau karena Saga memang tidak secuilpun memenuhi kriteria Johan.

Saga memutar otak, antara ingin terang-terangan tanpa basa-basi langsung mengaku pada Johan soal perasaannya sejak dulu. Yang kemungkinan akibat terbesarnya; di tolak mentah-mentah. Atau opsi paling buruk; Johan tidak nyaman lagi duduk disebelahnya hingga pelan-pelan menyingkir menjauh dari hidup Saga.

Padahal Saga sudah menunggu bertahun-tahun hingga mendapat kesempatan ini.

Berada di situasi paling dekat dengan Johan.

Bukan berarti dulu Saga tidak pernah mencari kesempatan. Ia sudah puluhan kali mencoba. Sengaja duduk di dekat Johan saat eskul, berdiri di dekat Johan saat kegiatan sekolah, berusaha tidak terlalu jauh dari Johan ketika di bus. Tapi Johan tidak pernah sendirian, ia selalu bersama satu atau dua temannya. Atau yang paling sial, Johan sering bersama Lintang. Membuat Saga serba salah untuk terang-terangan mendekati Johan. Antara tidak suka memecah belah persahabatan antar mereka sekaligus khawatir akibatnya untuk Johan. 

Karena Saga tau, dari tingkah Lintang yang selama ini Saga perhatikan, kemungkinan besar Lintang tidak cuma diam pasrah menerima sahabatnya lah yang disukai Saga. Ia pasti curhat sana, curhat sini. Membangun aliansi, ngambek berhari-hari, mirip anak kecil yang mainannya di rebut. Tipikal anak cewek kebanyakan. Membuat Saga sampai tidak bisa berbuat apa-apa selain menatap khawatir Johan dari jauh.

Sialnya, sampai detik ini, sekalipun Saga tau sahabat Johan, Lintang bersekolah di sekolah lain dan Saga duduk hanya sejengkal dari Johan, keadaannya nyaris hampir sama. Masih tidak ada celah untuk Saga masuk dalam hati Johan. Ada maupun tidak ada Lintang, Johan tetap membangun batas. Terang-terangan menjaga jarak. Membuat Saga di antara kagum dan jengkel pada tekad Johan untuk mementingkan temannya.

Sekaligus juga membuat Saga semakin bertekad; perlahan membawa Johan dalam dunianya. 

Reflection Donde viven las historias. Descúbrelo ahora