Part 17

190 51 8
                                    

"Kamu boleh mesen apa aja. Semua kubayar." Ujar Saga. Kini ia dan Johan duduk di salah satu meja paling dekat dengan Pantai, hanya di batasi dengan pagar pendek bambu.

"Nggak mau, aku bisa bayar makananku sendiri." Johan menggeleng.

"Sampai kapan kamu nggak mau di bayari?"

"Selama aku masih mampu." Jawab Johan sambil memeriksa daftar menu.

Saga tersenyum. Menunduk sesaat untuk menguasai perasaannya sebelum kembali mendongak untuk menatap Johan yang menatapnya, "Apa yang kamu lihat?"

"Saga."

Alis Saga terangkat. Perlahan Saga mendekatkan wajahnya lebih dekat ke wajah Johan, "Lihat aku lebih dekat."

Tanpa Saga sangka, Johan sungguh-sungguh mendekatkan wajahnya pada Saga. Saga terdiam bibirnya kelu, wajah Johan hanya berjarak dua jengkal dari wajahnya. Mata bulat yang selalu melengkung lucu setiap tertawa, isi hati Johan yang tersembunyi. Satu-satunya hal yang tidak mudah terbaca oleh Saga di banding jutaan hal lain.

Saga menatap Johan dalam jarak yang cukup dekat selama beberapa detik sebelum Saga memundurkan badan dan memalingkan wajah dengan cepat.

"Apa yang barusan nggak ada pengaruhnya buatmu sama sekali?" Gerutu Saga.

"Pengaruh apa?"

Saga mendengus,"Sedikitpun?"

"Apanya?"

Saga menghela nafas lalu ia bertanya dengan sopan,"Boleh aku pegang rambutmu?"

"Hah? Ya boleh sih." Jawab Johan sebelum mendekatkan lagi wajahnya tanpa rasa bersalah.

Saga menghela nafas berat campur frustasi. Ia menjulurkan tangan menyentuh rambut Johan. Rambut Johan halus lembut. Sedikit berantakan karena angin laut. Saga menepuk-nepuk sayang puncak kepala Johan dan bisa-bisanya Johan malah menundukkan kepala, memejamkan mata tersenyum kecil seperti sebelumnya. Betul-betul mirip anak kucing.

Secara insting, tanpa sadar jemari Saga turun ke pipi Johan. Pipi Johan sedikit berisi seperti bayi. Salah sedikit alasan kenapa wajah Johan sedikit mirip anak kecil.

Dengan segenap tenaga, Saga menahan dorongan gila untuk tidak menyentuh bibir Johan, berdiri dari kursi dan mencium bibir Johan detik ini juga, di tempat ini, di hadapan semua pengunjung.

Tapi lagi-lagi tingkah Johan sulit untuk di kompromi, karena Johan perlahan membuka mata. Ia malah menyenderkan pipinya di telapak tangan Saga, meringis lucu hingga gigi kecil putihnya tampak dan matanya melengkung manis.

Saga menelan ludah. Mengumpat dalam hati sementara jemarinya secara reflek menarik kedua pipi Johan keras-keras.

Sontak Johan berjengit kaget, "Aaaaaa nggak mau! Aku nggak suka pipiku di tarik-tarik."

"Kenapa?"

"Kenapa apanya? Sakitlah kalau pipinya di tarik-tarik!"

"Bukan! Kenapa kamu nggak merespon? Kenapa kamu beda dari semua cewek lain?"

"Ngerespon gimana? Oh.. oh maksudnya aku jangan mau di tindas itu ya? Iya, tapi ini kan aku ngelawan! Aku nggak suka pipiku di cubitin Sagaaa!"

"Oke." Saga mendengus, "Aku berhenti." Saga menarik kedua tangannya dari pipi Johan,"Sudah tau mau mesen apa?"

"Saga suka seafood jenis apa?" Tanya Johan sambil mengelus-elus kedua pipinya.

Saga terdiam berpikir,"Kepiting." Jawabnya.

"Kalau gitu aku pesen yang Saga suka."

"Kalau kamu, Seafood apa yang paling kamu suka?"

"Aku suka semuanya!" Jawab Johan ceria "Terus, selain kepiting Saga suka makanan apa?"

"Aku suka semua yang kamu suka."

"Berarti Saga juga suka roti?"

"Ya."

"Jus jeruk?"

"Ya."

"Saga juga suka pelajaran PPKN?"

"Aku sedang belajar untuk suka pelajaran itu."

"Kenapa suka aja harus belajar segala?"

"Karena aku belajar suka apa yang kamu suka."

Reflection Where stories live. Discover now