part 10

252 63 10
                                    

Tanpa senyum, tanpa ekspresi keterkejutan sama sekali, Saga menatap Lintang yang melambaikan tangan dari salah satu meja restoran  jepang; sebelum dirinya menunduk menatap Johan. 

Sesuai perkiraan Saga. Wajah Johan pucat pasi. Campur aduk antara takut, gugup, merasa bersalah, malu dan canggung.

Tanpa rencana mata Saga dan Johan bertatapan, Johan buru-buru membuang wajah dan melangkah kikuk masuk ke dalam restoran. Yang lagi-lagi gampang terbaca dari gerakannya bahwa Johan sudah pasti tidak punya andil dalam pemilihan restoran.

Saga menghela nafas, berjalan mengikuti di belakang Johan. Merasa lebih khawatir dari sebelumnya. 

Belum sadar kalau sebetulnya sandiwaranya sudah gagal total,  Lintang tersenyum lebar menatap  Saga ditambah berakting kaget kebetulan bertemu dengan Saga dan Johan disini.

Untungnya, disaat Johan yang secara reflek langsung duduk di kursi depan teman Lintang sambil menutupi wajah dengan telapak tangan selayaknya reaksi orang normal terpaksa menonton adegan cringe sinetron, Saga masih bisa menahan ekspresinya.   

"Oh iya. Saga, Johan, Ini teman sekolahku namanya Fanny." Kata Lintang setelah beberapa menit yang lama ia mati-matian mencoba memvalidasi alasan kenapa ia secara ajaib bisa tiba-tiba ada di restoran yang sama dengan Saga. 

Teman Lintang yang daritadi hanya menunduk, yang diam-diam tampak sama tertekannya dengan Johan karena terpaksa harus mendengar rentetan kebohongan akhirnya mendongak.  Ia nekat mencoba menatap mata Saga walaupun hanya berani dua detik sebelum akhirnya buru-buru membuang wajah. 

"Halo, Saga." Sapanya gugup sambil tersenyum ke lantai. 

Saga menghela nafas lebih berat. Ia paling tidak suka dengan situasi macam ini. Hingga Saga, hanya demi Johan dan kesopanan, berusaha bertahan duduk manis walau tanpa suara. 

"Saga mau pesan menu apa?” Seru Lintang sambil mengusap rambutnya yang biasanya lurus panjang tapi kali ini rambutnya sedikit mengikal persis rambut Johan dan ia juga berkali-kali menyentuh rambut.

Saga mengetuk jemarinya ke meja depannya. Menatap Lintang terang-terangan dari atas kebawah tanpa menjawab. Sadar dirinya berada di bawah tatapan mata tajam Saga, Lintang buru-buru menundukkan kepala, wajahnya merah padam sementara temannya seperti langsung ingin nyungsep ke bawah meja saking groginya. 

Saga mengetukkan jarinya lebih cepat. Moodnya makin jelek.

"Saga?” Panggil Johan. 

Saga menoleh. Johan menatapnya dengan ekspresi wajah yang persis sama seperti kali ia bingung cara mengerjakan soal tertentu. Wajah yang sama, yang selalu mampu melunturkan marah. 

"Kamu coba dulu sushi yang rasanya Mild, Johan." Ujar Saga, berusaha melembutkan ekspresi wajahnya saat Johan hanya bisa menatap bingung buku menu. 

"Yang mana?”

"Nigiri atau maki sushi."

Johan menatap kembali ke buku menu dan jelas ia melirik ke langsung ke daftar harga sushi yang di sebut  Saga sebelum berkata, "Iya."

"Kamu pernah minum teh Hijau?”

"Belum."

"Boleh aku pesan teh hijau satu teko untuk kita berdua?”

"Iya." Jawab Johan patuh. Pada dasarnya Johan memang anak manis penurut.  Namun tiba-tiba mendadak Johan nyeletuk dengan nada suara canggung agak keras, hampir di luar konteks dan sangat bukan gayanya, “Saga! Lintang itu temen sebangkuku waktu kelas 7!"

Saga mengangguk tanpa menunjukan minat. Apalagi kini Lintang mendadak mengambil alih bicara. Ia bicara soal Johan sewaktu masih jadi teman sebangkunya. Kesukaan Johan pada menggambar,  makanan seafood dan ketidaksukaan Johan pada pelajaran Matematika. Lintang bilang ia sering mencontekkan Johan PR Matematika dan mengajari Johan. Lintang lalu bertanya pada Saga, apa Saga juga sering mengajari Johan. 

“Ya.” Jawab Saga. 

Lintang seketika melemparkan pandangan ngambek dengan ekspresi yang membuat Saga muak. 

“Enak dong duduk sama Saga, Jo?” Tanya Lintang sengit. 

Saga hampir saja terang-terangan menggertakan gigi jengkel kalau bukan gara-gara suara pelan Johan yang tiba-tiba berkata, "Saga kayak papaku.”

Terkejut dengan betapa mudahnya Johan membolak-balik kan keadaan, Saga tertawa terbahak. Jantungnya berdetak luar biasa keras. Seperti di siram air panas sekaligus air dingin.   Ada rasa aneh yang menjalar.  Mengaliri sekujur tubuhnya dengan perasaan bahagia yang aneh. Dan saat itu juga Saga semakin yakin bahwa ia memang betul-betul telah jatuh hati pada orang yang tepat. 

Reflection Where stories live. Discover now