Part 6

230 66 5
                                    

Saga mematikan mobilnya sebelum menatap sebuah bangunan kecil sederhana berwarna putih dengan gaya America classic, beratap orange dengan plang kayu putih bertuliskan bakery dari balik kaca depan mobil. 

Bangunan itu tampak gelap dengan hanya sedikit cahaya temaram keluar dari jendela kaca yang menjorok keluar. Lebih tepatnya sepanjang jalan di depan toko sepi. Tanpa penerangan, mati lampu. 

Sesaat nafas Saga tertahan saat melihat bayangan seseorang mendadak membuka pintu. Seseorang yang Saga selalu ingin lihat. Seseorang yang memang Saga cari; Johan. Ia berdiri, memakai baju kemeja putih dan apron orange. Menunduk menggendong kucing yang sedari tadi bergelung tidur di depan pintu. Hanya dalam tempo sepersekian detik, Johan kembali menghilang dari balik pintu memeluk kucing. 

Setelah semua itu, tanpa sadar Saga tertawa. Menertawakan dirinya sendiri karena ia sampai lupa untuk menarik nafas. Ia belum pernah merasa setegang ini. Segusar ini.  Seperti demam panggung.

Akhirnya Saga keluar dari dalam mobil. Mengatur nafas dan berjalan mendekat ke pintu toko. Pintu toko kue ini terbuat dari kaca. Spesifiknya, tembok bagian depan didominasi kaca. Jadi Saga bisa dengan sangat jelas melihat Johan didalam.  Ia duduk di kursi meja kasir. Bicara sendiri sambil mengelus pipi kucing di bawah cahaya lilin. 

Suara pintu kaca yang di buka Saga mengagetkan Johan. Johan tersentak berdiri dan buru-buru menyembunyikan kucingnya di bawah meja. 

"Kucingnya nggak usah di sembunyikan." Ujar Saga tanpa berkomentar lagi, berjalan ke meja nampan selayaknya konsumen toko pada umumnya. 

"Saga ini aku." Ucap Johan pelan, hampir seperti bisikan. 

"Iya. Kamu. Johan." Jawab Saga tanpa menoleh. Menyibukkan diri memilih roti.

"Saga nggak kaget lihat aku disini?"

Saga menggeleng. 

"Aku juga tinggal di dekat sini. Komplek perumahan kita sama. Apa Saga nggak kaget?"

Saga menggeleng lalu berkata, “Aku kaget waktu kamu ngajak bicara kucing.”

“Saga nggak punya hewan peliharaan?” Tanya Johan sambil mengeluarkan kucing dari dalam toko.

Saga menggeleng, tanpa sadar menoleh dan sedikit menyesal; Johan berdiri tersenyum di depan pintu toko.

“Ini toko roti milik papamu?” Tanya Saga. Dirinya buru-buru mengalihkan pandangan sebelum detakan jantungnya terefleksikan ke wajah. 

”Bukan. Toko ini punya tetanggaku. Papaku sudah meninggal.”

“Maaf.” Jawab Saga cepat.  Perasannya semakin campur aduk. 

Mendadak suasana berubah lebih sunyi hingga suara pelan Johan yang memecah keheningan duluan. Ia hanya bertanya kenapa Saga bisa tau dirinya tinggal satu komplek dengan Saga. 

"Dari merek roti yang  kamu bawa." Jawab Saga.  Kakinya kini mau tidak  mau melangkah kehadapan Johan. Johan mendongak menatap Saga.  Bahkan saat ia mendongak, puncak kepala Johan hanya sampai di bawah dagunya. Hingga memunculkan insting Saga untuk melindungi, lebih besar dari sebelumnya. 

Mata Saga menatap mata Johan lebih dekat. Mencari jawaban pertanyaan yang selalu muncul dalam pikirannya; Apa Johan benar-benar tidak tau atau sekedar tidak mau tau. Karena Saga hampir seperti sebagian orang lain. Seperti pada umumnya manusia yang secara naluri selalu ingin mencari tau segala hal yang ia suka.

"Bakery ini cuma ada disini. Nggak buka cabang.  Kamu selalu bawa dan membagi roti dengan merk yang sama di sekolah. Jadi kamu kemungkinan  besar kamu juga tinggal dekat sini." Jawab Saga setengah berbohong, karena ada atau tidak toko ini, Saga sudah tau cukup lama dimana rumah Johan.

Sesaat Johan hanya mematung tanpa jawaban. Dibawah tatapan mata Saga yang entah seberapa lama. Sampai akhirnya Johan mendadak tersenyum sedemikian lebarnya tepat didepan wajah Saga. Dengan mata melengkung bulat dan bibirnya meringis lucu.

"Saga sudah selesai? Saga mau bayar ini semua?" Tanya Johan, ia meletakan jemarinya di nampan yang di pegang Saga.  Tanpa rasa bersalah padahal ia sukses membuat perasaan Saga jungkir balik.

Saga menghela nafas berat, "Ya."

"Jangan roti coklat yang ini." Johan menunduk sambil menunjuk-nunjuk beberapa roti di nampan yang di pilih Saga, "Sudah mau kadaluarsa. Malam ini roti-roti ini beberapa harus di retur."

Saga tersenyum kecut, bimbang antara menjawab jujur bahwa ia memang sengaja atau tetap diam menikmati suara Johan.

"Tapi besok aku bakal bawa roti-roti retur ke sekolah. Jadi Saga dapat yang gratis. Makanya, Saga pilih roti yang lain ya?"

Reflection Where stories live. Discover now