D R E I UND Z W A N Z I G

64 7 6
                                    

I had to meet some wrong people and learned from many mistakes. I loved deeply, that's just the way I am. I never fear of giving my heart fully to the person I love. I gave him the key to the door of my happiness. I let him broke it and let him played with it. I broke deeply. But one thing I never let him was to kill me. Those wounds didn't kill me yet it only made me stronger.

-------------------------

"Kak Darren ngapain disini?" Tanyaku setelah mengambil jarak aman darinya. Walaupun aku tidak ingin menemuinya, tapi mengingat dia adalah seniorku aku harus tetap menghormatinya.

"Cal, I need to talk with you,"  katanya dengan tatapan yang terlihat sendu. Tapi kenapa dia harus memberikanku tatapan yang seperti itu?

"Yaudah, kalo gitu kita ngobrol aja di dalam," balasku dengan nada suara yang kubuat sebiasa mungkin dan langsung mendahuluinya dalam masuk ke rumah.

Aku masih menerka-nerka apa yang ingin Darren katakan padaku. Apalagi dia terlihat seperti orang yang menyesal? Ah tidak, mungkin aku yang salah mengartikannya.

"Duduk dulu aja kak, aku mau ambilin minum dulu," kataku ketika kami sudah berada di dalam rumahku.

"Nggak usah Cal, aku nggak butuh minum, aku cuma butuh kamu duduk dan mau dengerin aku." Ya, mungkin Caliandra yang dulu akan langsung luluh mendengar perkataannya yang seperti itu. Tapi tidak untuk Caliandra yang sekarang.

"Nggak papa, aku ambil minum dulu. Nggak sopan kalo nggak sediain minum buat tamu." Setelahnya aku langsung berlalu dari hadapannya untuk mengambil minum di dapur.

Begitu sampai di dapur aku langsung mengambil air dingin dari dalam kulkas, karena aku tidak mau repot-repot membuatkannya teh atau kopi, toh paling juga dia cuma nggak lama ada disini, begitu pikirku.

Selesai menuangkan air ke dalam gelas, aku bergegas untuk membawakan minuman itu ke ruang tamu, sambil menerka-nerka apa sebenarnya tujuan Darren datang ke rumahku.

Saat tiba di ruang tamu sebisa mungkin aku tidak menatap ke arah Darren, mataku ku arahkan lurus ke meja yang ada di ruangan ini, walaupun aku dapat merasakan tatapan Darren yang terus terarah kearahku. Namun, sekali lagi aku tidak mau lagi berpikir bodoh, sudah cukup.

"Jadi kak Darren, mau ngomongin apa?" Tanyaku begitu duduk di salah satu single sofa, sengaja agar berseberangan dari tempat Darren duduk.

"Cal." Bukannya menjawab pertanyaanku ia malah menyebut namaku, dengan tatapan yang semakin sendu. Tapi kenapa? Kenapa disini malah dia yang seakan-akan terlihat paling terluka? Mengapa ia harus menampilkan ekspresi seperti itu?

"Kalo nggak ada yang pengen dibicarain, sebaiknya Kak Darren pulang aja," kataku yang tidak terpengaruh dengan tatapan wajahnya saat ini.

"Secepat itu kamu lupain aku Cal?" Tanyanya padaku, setelah beberapa saat hanya diam, sambil terus menatap kearahku.

"Maksud Kakak apa?" Sejujurnya aku sangat terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Darren. Kenapa seakan-akan disini aku adalah tersangkanya?

"Kamu, semudah itu menemukan penggantiku? Atau kamu memang sengaja untuk melukai Calianda supaya kamu bisa lepas dari aku?" Tanya Darren lagi yang membuatku mengerutkan kening semakin dalam. Aku sampai tidak bisa berkata-kata, terlalu terkejut dengan pertanyaan-nya yang semakin tidak masuk akal.

"Kalau tidak ada hal yang penting lagi, mendingan Kakak pulang aja," ucapku tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan Darren yang sangat tidak masuk akal itu.

"Oh jadi memang benar, kamu tidak benar-benar menyayangiku," ucapnya kemudian yang terdengar sangat sinis di telingaku. Dan tentu saja perkataan-nya itu langsung menyulut emosiku. Baiklah sudah cukup semua omong kosong ini, aku harus segera menyelesaikannya, namun tentu saja dengan cara yang terhormat dan terpandang. Oke, tarik napas Caliandra, kamu pasti bisa!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 29, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WinterherzWhere stories live. Discover now