V I E R

1.1K 258 64
                                    

Pagi ini aku terbangun dari tidurku, dengan senyuman yang sedari kemarin tidak lepas dari wajahku. Aku teringat semua perkataan dan perlakuan Darren kemarin, dan itu membuat pipiku memanas.

"Hari baru semangat baru, FIGHTING!" ucapku dan segera turun beranjak dari tempat tidurku dan berjalan menuju kamar mandi untuk memulai ritual di pagi hariku.

-------------------------
Saat ini aku sudah rapi dengan memakai seragam sekolahku. Saat aku sampai di meja makan, disana sudah ada Mama dan Papa yang sedang menikmati sarapan mereka.

"Pagi Ma, Pa," ucapku dengan riangnya.

"Hey pagi sayang, sepertinya sedang ada yang berbunga-bunga, eh?" ucap Mama sambil menggerling menggoda kearahku.

"Ih apaan sih, orang nggak ada kok," kataku sambil menyembunyikan pipiku yang merona.

"Uh, begitu? Mama loh yang ngelahirin kamu Key kalo-kalo kamu lupa."

"Lah apaan sih ma, emang Mama yang ngelahirin masa Papa, yaampun."

"Makanya nggak boleh boong," ucap Mama masih dengan senyuman menggoda.

"Mama udah ya, tuh pipi Keyna udah kayak kepiting rebus gitu masih aja digodain, mending mulai makan nanti Keyna-nya telat," ucap Papa yang sedari tadi hanya diam.

"Iya-iya." Huft, sepertinya Mama tidak akan berhenti menggodaku seminggu ini. Caliandra yang malang.
⇨⇨⇨⇨⇨

"PAGI CALIANDRA CANTIK, YA AMPUN GUE KANGEN BANGET EUY SAMA LO." Saat aku baru saja memasuki kelas, tiba-tiba saja seseorang berteriak dengan suara cemprengnya melebihi suara Eireen disertai dengan pelukan yang sangat erat yang membuatku sesak nafas.

"Ya ampun Galena otak lu ketinggalan di Siangapur ya, tuh kasian Caliandranya udah sesek nafas gitu," kata Eireen yang mungkin baru saja sampai dan berusaha membebaskanku dari jeratan makhluk absurd satu ini.

"Galena ih, kalo kangen biasa aja dong kalo tadi keterusan gimana? Kan kasian kaliannya mesti bayar uang dukanya," ucapku saat Galena melepaskan pelukan mautnya dan langsung menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Iya lu pulang-pulang bukannya bawain ole-ole kita, ini mau bikin sahabatnya menderita, eits sut diam disitu, nggak ada ya ceritanya lo peluk-peluk gue." ucap Eireen menggoyang-goyangkan jari telunjuknya saat Galena sepertinya berniat untuk memeluknya.

"Ihhhh Eireen mah gitu, Galena kan baru pulang kangen tau, emang Eireen nggak kangen sama Galena," ucap Galena dengan suara yang di imut-imutkan yang membuat aku dan Eireen serempak mengernyit jijik.

Galena ini adalah salah satu sahabatku. Aku, Eireen dan Galena sudah bersahabat sejak SMP. Sifat Galena itu dua kali lipat melebihi sifat Eireen. Sepertinya aku memang berbakat bersahabat dengan orang-orang kurang waras. Tapi walaupun begitu aku sangat menyayangi keduanya.

"Eh Cal gimana tuh si doi, ada kemajuan nggak?" tanya Galena.

Pertanyaan Galena, membuat pipiku memanas, namun belum saatnya aku menceritakan kejadian kemarin kepada mereka berdua. Aku tidak boleh banyak berharap dulu.

"Ya ampun Gal, kamu kan perginya cuma seminggu."

"Elah, trus kalo emang belom ada kemajuan apa-apa kenapa tuh neng pipinya merah gitu, ngalahin blush-on nya tante-tante rempong."

"Ih apaan sih nggak kok, mungkin karna panas kali jadi pipinya merah gini," ucapku berpura-pura mengipas-ngipaskan tanganku.

"Perasaan ini masih pagi deh trus nggak panas kok, cih semerdeka lo aja dah tapi awas lo sembunyiin sesuatu, heh takkan adinda maafkan."

WinterherzWhere stories live. Discover now