S E C H Z E H N

711 62 21
                                    

Aku menangkupkan kedua tanganku di pipi, sebisa mungkin menyembunyikan semburat merah, yang akhir-akhir ini terus saja muncul. Di hadapanku, Darren sedang menertawakanku dengan bahagianya.

Tawanya berhenti, ketika pelayan wanita tadi mengantarkan makanan kami. Kurasakan panas di pipiku menghilang, menjalar menuju hatiku. Bagaimana tidak, pelayan itu dengan sengaja meletakkan makanan di dekat Darren , sehingga tubuhnya menempel dengan lengan Darren, dan menyentuhkan tangannya dengan tangan Darren.

Aku memicingkan mataku kepada pelayan tersebut, hilang sudah rona merah di wajahku.

"Mbak roti sama milkshake yang satunya ditaruh disini, bukan semuanya ditaruh disitu. Modus banget sih!" Tanpa kucegah, perkataan itu meluncur mulus dari bibirku.

Pelayan wanita itu, tersenyum salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya, yang kutahu tidak gatal sama sekali. Sedangkan Darren, sedang menatapku dengan tatapan menggodanya yang semakin menjadi-jadi.

Aku memilih mengabaikan tatapan Darren, yang sejujurnya membuatku malu. Tapi ini bukan saat yang tepat untuk malu. Pelayan wanita itu, meletakkan makanan dan minuman itu di depanku dengan cepat. Lalu segera membungkukkan badannya, mengucapkan kata maaf dan berlalu dengan cepat.

Aku menghembuskan nafas kesal, setelah pelayan itu pergi. Kalian boleh mengatakan aku posesif, tapi ayolah apakah kalian akan membiarkan wanita lain menggoda pacar kalian? Tidak bukan? Itulah yang terjadi padaku.

"Makanlah Cal, tatapan mu bisa membuat wanita itu pingsan." Ucap Darren, dengan nada sedikit mengejek.

Aku tidak menggubrisnya, segera menyantap makananku. Memotong rotiku dengan sekuat tenaga, dan menggeram kesal karena potongan roti itu jatuh di atas meja.

Aku terkejut ketika sepotong roti, menyentuh bibirku. Aku menatap si pelaku, siapa lagi kalau bukan Darren. Ia menyuruhku memakan roti itu, melalui tatapan matanya. Dan aku menurutinya.

"Kalau kamu memotong seperti itu, nanti mejanya yang kenyang. Dan tenanglah sayang, aku tidak akan berpaling kepada wanita seperti itu, ataupun kepada wanita lainnya." Ucap Darren mengusap lembut tanganku yang berada di atas meja.

Aku menarik nafas, menenangkan diriku. Membuang perasaan kesal, terhadap wanita tadi. Aku memberikan senyum tipis ke arah Darren. Dan memulai memakan makananku.

Setelah makanan kami habis, Darren meninggalkan beberapa lembar uang diatas meja. Menggenggam tanganku menuju keluar tempat makan itu. Aku kembali naik di motor Darren, melanjutkan perjalanan entah kemana.

Aku menatap sekelilingku, tidak menemukan rumah-rumah hanya ada rumput liar dan pepohonan. Apa Darren akan mengajakku ke tempat waktu itu? Pikirku.

Namun sepertinya dugaanku salah besar, motor Darren berhenti di salah satu kebun yang sangat luas. Di sampingnya terdapat sebuah rumah bergaya eropa. Darren kembali menggenggam tanganku, memasuki kebun yang ditanami berbagai macam buah-buahan.

Ia membawaku menuju rumah tersebut, aku menatap sekelilingku dengan perasaan takjub. Bagaimana bisa di samping perkebunan ini, ada rumah yang sangat besar dan mewah?

Darren mengetuk pintu rumah itu, padahal aku melihat bell di sebelahnya. Ya sesuka Darren lah. Pintu terbuka, menampilkan seorang wanita berumur sekitar tiga puluh-an tahun. Wanita tersebut menatap Darren sambil tersenyum lebar.

"Den Darren? Loh tumben kesini. Ayo masuk." Ucap wanita tersebut dengan semangat.

Darren membalasnya dengan senyuman lebar juga, dan menarikku untuk masuk. Aku menatap kedalam rumah tersebut, berbeda dengan luarnya yang terlihat elegan, didalam sini terlihat sangat mewah.

WinterherzWhere stories live. Discover now