E I N UND Z W A N Z I G

154 24 26
                                    

Typo bertebaran dimana-mana!

-------------------------------

Sudah, cukup
beristirahatlah sejenak.
Kamu itu lelah, badanmu apalagi pikiran dan hatimu,
tapi mengapa selalu memaksakannya?
Jangan mengejar dan mengharapkan
hal yanf sesuai ekspetasimu.
Itu sakit,
Sakit.

---------------------

Begitu tiba di rumah, aku langsung melangkah menuju kamarku, setelah sebelumnya mengucapkan salam pada orang di rumah. Aku menaiki tangga dengan kepala tertunduk lesu, pikiranku kosong. Aku tidak bisa berpikir apa-apa untuk saat ini. Ditambah dengan rasa sesak di dadaku, yang bukannya menghilang malah semakin terasa sesak.

Sampai di kamarku, aku langsung membanting tubuhku di atas tempat tidur. Aku bahkan tidak berniat untuk membuka sepatu, apalagi untuk mengganti seragamku. Yang kuinginkan saat ini adalah mengistirahatkan tubuhku. Dan yang membuatku bersyukur saat ini adalah karena kedua orang tuaku yang sedang tidak berada di rumah. Setidaknya, mereka tidak perlu melihat aku menangisi lelaki yang sama untuk yang kesekian kalinya.

-----------------

Aku terbangun dari tidurku, melirik sekilas ke arah jam di atas meja di sebelah tempat tidurku. Ternyata ini sudah jam 9 malam, yang berarti aku sudah tertidur selama 5 jam. Aku bahkan belum makan sama sekali, terakhir aku makan adalah saat istirahat di sekolah tadi.

Aku memaksakan tubuhku untuk beranjak dari tempat tidur, berniat untuk membersihkan tubuhku. Tapi hal pertama yang harus kulakukan adalah, membuka kedua sepatuku. Aku menghela napas panjang, melihat seberapa kacaunya diriku di depan cermin. Seragam yang sudah kusut, rambut yang acak-acakan dan tidak ada senyuman di wajahku.

Bahkan walaupun sudah tidur begitu lama, rasa sesak itu tidak kunjung menghilang. Aku hancur sehancur-hancurnya saat ini. Walaupun sudah meyakinkan diriku untuk berhenti, namun rasa sakit yang diciptakan Darren ternyata cukup menorehkan luka yang dalam untuk hatiku.

Mencoba menyingkirkan pikiranku dari Darren, aku segera mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi. Aku butuh untuk menyegarkan diriku saat ini. Setidaknya walau  sedang dalam kondisi patah hati, aku harus tetap wangi. Oke, abaikan saja pemikiran ku saat ini.

Selesai mandi dan berganti baju, aku kembali lagi berbaring di atas tempat tidurku. Namun, sepertinya niatku untuk kembali tidur harus ditunda dulu, karena ketukan di pintu kamarku. Dengan terpaksa, aku mengangkat tubuhku dari atas tempat tidur dan berjalan menuju arah pintu.

Begitu pintu kubuka, munculah dua sosok perempuan yang menggunakan piyama tidur dengan tas dukung di punggung mereka, dilengkapi dengan wajah khawatir mereka yang sangat kentara.

"Cal, lo nggak papa kan?" Tanya salah seorang dari si pengganggu, tidak lupa dengan tangannya yang memegang kedua pundakku disertai dengan tatapan mata yang meneliti tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kok lo nggak bilang-bilang sama kita sih kalo Calianda buat masalah sama lo? Untung aja tadi kita ketemu sama Philo, dan dia ceritain semuanya sama kita. Kita khawatir banget tau nggak sih Cal sama lo, mana di telepon handphone lo nggak aktif lagi. Kan kita tambah panik kalo lo sampe kenapa-napa," ujar si pengganggu yang satunya lagi.

Aku hanya bisa memutar bola mataku lelah, melihat kelebayan dari kedua pengganggu tadi yang adalah sahabatku. Mereka pikir memangnya aku akan melakukan apa? Aku juga masih punya pikiran untuk melakukan hal-hal bodoh, yang nantinya hanya akan merugikan diriku sendiri.

"Ya ampun, aku nggak papa kok. Aku cuma butuh waktu sendiri buat nenangin diri. Jadi mendingan kalian singkirin pikiran negatif kalian. Aku nggak setolol itu buat ngelakuin hal-hal konyol, cuma karena patah hati," ucapku sambil kembali berjalan ke arah tempat tidur.

WinterherzOnde as histórias ganham vida. Descobre agora