Chapter 19: Marked

4.6K 681 42
                                    

[] [] []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[] [] []

MESKIPUN Sierra telah pergi meninggalkan kelas Leander II sedari tadi, entah bagaimana caranya, ucapan wanita itu terus terngiang-ngiang di kepala Jade. Jade bahkan masih bisa mendengar dengan jelas suara ketus Sierra di kepalanya, seolah wanita itu sengaja membumbuhi ucapannya dengan sihir agar Jade selalu mengingat perkataannya.

Selepas pelajaran aksara dan rune kuno yang dibawakan oleh Sierra, pelajaran hari itu diakhiri dengan pelajaran sejarah yang dibawakan oleh seorang pria kurus berjanggut yang mengenalkan namanya sebagai Rudolph. Berkebalikan dengan Sierra yang pembawaannya kaku dan tegang, Rudolph lebih santai dan fleksibel yang, setidaknya, membuat Jade bisa duduk agak tenang di bangkunya.

"Dewa-dewi membunuh Kronos dengan cara mencacah-cacah tubuhnya menggunakan sabit titan itu, sebelum akhirnya membuangnya ke dalam Tartarus," terang Rudolph sambil memperagakan gerakan mencacah-cacah. "Apa yang dialami oleh Kronos merupakan bentuk kutukan dari ayahnyaㅡUranus, yang Kronos bunuh bersama Gaia dengan cara memotong alat kemaluannya menggunakan sabit yang sama."

Mendengar cerita itu, Jade merasa agak mual sekaligus prihatin. Bagaimana bisa, ada anak yang bekerja sama dengan ibunya untuk membunuh ayahnya sendiri dengan cara sebengis itu? Seumpama Jade berada dalam posisi Kronos, ia pasti akan sangat menghormati Uranus, sebagaimana seorang anak yang menghormati ayahnya, tidak peduli seburuk apapun kelakuannya.

"Maaf, Mr. Rudolph." Seorang anak tiba-tiba mengangkat salah satu tangannya, membuat Rudolph menjeda ucapannya sejenak. "Apa yang membuat Kronos dan Gaia bekerja sama untuk membunuh Uranus?"

Rudolph tersenyum mendengar pertanyaan itu. Pria berjanggut itu kemudian beralih ke arah murid-muridnya. "Adakah di antara kalian yang bisa menjawabnya?"

Seisi kelas lagi-lagi menghening. Masing-masing anak saling bertukar pandang kebingungan. Beberapa lagi ada yang berusaha menghindari kontak mata dengan Rudolph, takut kalau-kalau Rudolph tiba-tiba menunjuknya untuk menjawab pertanyaan yang terbilang sulit itu.

Jade sendiri bahkan memaksakan otak karatannya untuk berpikir demi menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Alasan yang paling memungkinkan untuk kasus seperti itu biasanya tak jauh-jauh dari dendam lama ... atau hal-hal yang berbau kekuasaan, 'kan?

"Bagaimana, ada yang bisa menjawabnya?" tanya Rudolph sekali lagi, mulai tidak sabar karena tak ada yang kunjung menjawab pertanyaan itu.

Namun, tetap saja, hal itu tidak merubah keadaan. Seisi kelas tetap hening, yang akhirnya membuat Rudolph menjadi gemas dan memutuskan untuk menunjuk salah satu murid untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pria itu mengedarkan pandangannya ke semua penjuru kelas, mengamati wajah anak didiknya satu per satu dengan teliti.

Aether: SolitudeWhere stories live. Discover now