Chapter 11: We Both are Same

5.1K 766 44
                                    

[] [] []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[] [] []

SEPANJANG perjalanan menuju ruanganku, aku benar-benar merasa seperti artis dadakanㅡdipandangi oleh banyak orang dari ujung rambutku hingga ujung kakiku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SEPANJANG perjalanan menuju ruanganku, aku benar-benar merasa seperti artis dadakanㅡdipandangi oleh banyak orang dari ujung rambutku hingga ujung kakiku. Jika keadaannya berbeda, mungkin saat ini aku bisa saja merasa tersanjung sembari melambaikan tanganku dengan bangga kepada mereka.

Tapi, aku tahu itu tak akan jadi kenyataan.

Lebih jelasnya, mereka memandangiku seolah-olah aku adalah seorang makhluk rendahan yang harus cepat-cepat dibasmi dari sini. Karena bagi seorang Aether, tidak ada sejarahnya kami tidak bisa mengubah wujudㅡterlebih lagi saat usia kami menginjak enambelas tahun, usia yang di mana telah ditentukan oleh Penguasa Tertinggi untuk menemukan jati diri kami yang sebenarnya.

Namun, ternyata hal itu tidak berlaku padaku meskipun aku sendiri sudah teridentifikasi murni seorang Aetherㅡsetelah menenggak racun bodoh itu. Alih-alih menemukan jati diriku, aku justru mempermalukan diriku sendiri, di depan banyak orang, pula. Beruntung karena sejauh ini, belum ada orang yang menertawaiku secara terang-terangan setelah kejadian itu.

Membicarakan soal kejadian ituㅡyang tak lain dan tak bukan adalah ujian sihirㅡaku menjadi teringat pada mimpi anehku, di mana tiba-tiba aku berada di sebuah daerah antahberantah yang berujung mempertemukanku dengan wanita berjubah dengan seorang pria asing yang mengaku sebagai ... Dad.

Hah. Aku benci mengakui bahwa aku tidak tahu alasan di balik kepergiannya. Barangkali ia memiliki sihir Pembaca, dan mengetahui bahwa anak yang tengah dikandung Momㅡakuㅡakan mempermalukannya di kemudian hari, lantas ia memutuskan pergi kabur begitu saja untuk menjaga nama baiknya.

Dan sekarang, setelah semua kejadian ini, ia memutuskan untuk menemuiku bersama istri barunyaㅡsi wanita berjubahㅡdengan cara unik, yaitu melalui mimpi. Seperti yang kukatakan tadi, barangkali ia terlalu malu untuk sekedar menatap wajah putri sematawayangnya yang ia tinggalkan saat sedang dalam kandungan.

"Ingin rasanya aku menendang mereka yang saat ini tengah memandangimu dengan pandangan meremehkan ke luar dari Arcane." Geraman Iris seketika menarikku kembali pada kenyataan. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali sembari melirik ke arah Iris yang sudah mengambil ancang-ancang untuk menendang bokong seseorang. Bahkan, telinganya sendiri tampaknya juga sudah mengeluarkan asapㅡmengingat bahwa ia bisa berganti wujud menjadi banteng.

Aether: SolitudeWhere stories live. Discover now