Chapter 43: The Defiance

860 148 52
                                    

[] [] []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[] [] []

GAGANG pintu ruanganku bergerak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

GAGANG pintu ruanganku bergerak. Aku dan Necross menatap bebarengan ke arah pintu. Kedua mataku terbeliak lebar. Itu pasti Sarah yang baru kembali dari luar. Kalau dia melihatku sekarang dalam keadaan seperti ini, semuanya akan kacau.

"Kau mungkin butuh alasan kuat untuk meyakinkan temanmu." Seringai licik timbul di bibir Necross. Aku memalingkan kepalaku darinya dengan jijik ketika dia mengecup puncak kepalaku. Dia melangkahkan kakinya mundur menuju cermin yang tergantung di dinding, menembusnya, kemudian menghilang. Terengah-engah, aku memandang tempat di mana Necross tadi melenyapkan diri dengan dendam yang memuncak. Kami memang belum selesai. Aku akan mencari cara untuk membalasnya.

Namun, aku harus fokus pada permasalahan lain yang sedang mengadangku saat ini. Aku punya beberapa detik sebelum daun pintu terbuka lebar dan memperlihatkan diriku sendiri yang tergeletak di lantai karena bentrokan kecilku dengan Necross. Walau kesakitan setengah mati, aku menekuk lutut. Kugunakan kedua kakiku untuk menopang tubuh dan berdiri. Segera, aku mengambil langkah-langkah besar ke kamar mandi, menendang pelan pintu dan menguncinya.

Aroma dan hawa lembap kamar mandi menyapu hidungku. Punggungku bersandar di dinding. Kubiarkan grativasi menarik tubuhku ke bawah sampai aku terduduk lembut di lantai kamar mandi. Di saat yang sama, aku mendengar suara langkah kaki Sarah memasuki ruangan. Membuka mulut, aku meraup oksigen dengan rakus sambil meletakkan telapak tangan di dada. Adrenalin yang masih mengalir di pembuluh darahku membuat jantungku berdetak keras dalam tempo yang cepat sekali hingga getarannya merambat ke wajahku. Aku hampir ketahuan.

Aku mengusap helai-helai rambut yang menutupi wajah ke atas selagi berusaha menenangkan diri. Ada denyutan aneh di belakang leherku–seolah ada ular yang bergerak di balik permukaan kulitku. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Necross padaku beberapa saat lalu. Tubuhku bersiaga lagi saat teringat kesaktianku yang tak dapat kupanggil. Aku memandang telapak tanganku, mencoba memanggil kembali kesaktianku dengan pikiran yang berkecamuk.

Ketegangan yang membuat perutku mengencang sontak mengendur saat asap kehitaman melayang dan berputar-putar dari telapak tanganku. Kesaktianku tidak hilang. Dia masih ada bersamaku. Dan, itu memberikanku efek penenang yang kubutuhkan meski pertanyaan tentang apa yang Necross lakukan tadi belum meninggalkan kepalaku. Aku menyentuh dan meraba-raba leherku, mencari tanda-tanda adanya benjolan janggal atau luka di sana. Tapi, kulitku terasa normal-normal saja saat jemariku menyusuri seluruh bagian leherku.

Aether: SolitudeWhere stories live. Discover now