Chapter 29: Wicked Plot

2.4K 342 99
                                    

[] [] []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[] [] []

SENTAKAN napas berupa kabut dingin menerpa wajahku, kasar dan gegabah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SENTAKAN napas berupa kabut dingin menerpa wajahku, kasar dan gegabah. Mengerutkan dahi tidak nyaman, aku mengedipkan kedua mata berulang kali guna mengenyahkan hawa bersuhu rendah yang menggantung di bulu mataku. Pikiranku langsung mengarah pada satu hal; ada seseorang atau suatu makhluk bernapas dingin. Dan firasatku mengatakan bahwa suasana hatinya sedang tidak baik.

Aku memasang kuda-kuda sambil membuka mata, kegelapan sudah kusiagakan di telapak tangan. Keteganganku segera berganti kebingungan kala kutemukan diriku berdiri di tengah ruang hitam tak berujung. Tidak ada awan, bulan, maupun bintang—seolah aku ditelan malam bulat-bulat, atau malah ditelan kesaktianku sendiri. Aku tidak bisa menentukan yang mana. Dua-duanya bukan berita baik.

Sesuatu melompat. Kepalaku spontan berpaling ke arah datangnya keganjilan barusan, dan hasilnya nihil. Namun, aku tidak menyerah begitu saja. Kuputar tubuhku perlahan, mengawasi tempat aneh ini dengan jantung berpacu, menyebabkan kesaktianku mengarus kencang. Aku tinggal melambaikan tangan dan kegelapan siap menghancurkan apa saja yang menantikan—mengancam—kami. Aku bukan lagi si gadis menyedihkan yang hanya bisa diam menunggu ajal. Aku akan melawan.

Figur raksasa terbentuk tepat di hadapanku. Kutarik tangan kananku ke belakang, bayang kehitaman menyelubungi ujung jariku hingga ke siku. Aku melemparkan lecutan kegelapan ke arah figur raksasa itu, tetapi dia meluncur ke atas lebih dulu, memunculkan bentangan kelam berujung lancip seperti cakar di kedua sisi tubuhnya. Kepalaku mendongak cepat. Makhluk jenis apa yang baru saja kusaksikan?

Suara debum kencang meledakkan telingaku, memecah belah konsentrasiku. Makhluk itu mencondongkan wajahnya mendekat dalam kecepatan yang mengkhawatirkan. Aku tidak sempat menghindar ketika entitas keras berduri miliknya menyergap pergelangan kakiku dari belakang. Aku jatuh terduduk bertumpukan kedua siku.

Makhluk itu merangsek maju, melingkupkan bentangan kelabu tubuhnya di sebelah lenganku. Ujung bercakarnya dekat sekali—mengancam mencabik-cabikku bila aku berani bergerak seinci saja.

Bernapas sedikit tersendat, mataku dengan jelalatan menekuri wujudnya. Mulai dari ujung cakar naik ke bentangan hitam penuh membran serta garis-garis otot yang menyembul, pandanganku merambat naik ke leher panjangnya. Sisik-sisik sehitam jelaga melapisinya tanpa cela, dilanjutkan presensi wajah berbonggol-bonggol dengan dua buah tanduk yang menghiasi puncak kepalanya.

Aether: SolitudeWhere stories live. Discover now