​"Alin gasalah! Emang Jodi nya aja yang sakit jiwa. Jelas-jelas Alin udah gamau sama itu cowok, tapi masih aja ditahan-tahan buat pergi!" Riani membalas ucapan kekasihnya tak terima. Seolah-olah Andri menuduh Alin lah yang salah.

​"Seharusnya kamu tuh jangan ngizinn Alin buat deket sama Gilang dulu, Ri. Tunggu Alin sama pacarnya putus, baru kamu comblangin. Kamu juga sih yang salah." Andri mengencangkan nada suaranya bermaksud agar kekasihnya itu mengerti dan tidak keras kepala.

​Dan Gilang langsung berteriak kesakitan saat Riani meneteskan obat merah langsung ke luka Gilang. Seharusnya diteteskan terlebih dahulu ke kapas, baru diteteskan ke luka nya sedikit demi sedikit bukan sekaligus banyak.

​Mungkin efek kesal karena Riani mendengar ocehan dari kekasihnya.

​"Andri bener juga sih, tapi kalo gak di deketin, Alin gak bakal putus sama pacarnya." Diva yang sedang duduk dipojok sofa juga ikut menimbrung.

​"Tuh, Diva aja tau!" Riani langsung memicingkan matanya pada Andri.

​"Ngapain si Lang, masih ngedeketin Alin? Balikan aja lagi sama Laura." Kata Bagas lagi. Ia hanya tak tega melihat wajah Gilang yang penuh luka lebam seperti itu.

​"Up deh. Makasih." Sahut Gilang dengan sesekali masih meringis kesakitan saat Riani memplester lukanya ditulang pipi sebelah kirinya. Sekarang kepalanya sudah tidak seberat tadi.

​"Gilang juga tau kali, mana yang matre mana yang engga." Riani masih ikut menyahuti sambil berjalan ke kotak P3K yang berada didekat dapur.

​"Emang Laura matre, Lang?" Bagas mulai kepo.

​Saat Gilang mulai gelagapan untuk mencari jawaban dari pertanyaan Bagas, untunglah handphone nya berbunyi. Karena hanya Danil dan Riani saja yang tahu soal ini. Gilang bercerita tentang hubungannya dulu dengan Laura pada Riani pun, karena mereka yang sering curhat tentang Alin. Mau tidak mau, Gilang juga ikut menceritakan masa lalunya dulu bersama dengan mantan kekasihnya.

"Lang, lu kesini deh cepet." Suara Danil terdengarb pelan disana. Pasti teman akrabnya itu sedang berada diklub.

Sudah dapat ditebak dari suara musiknya yang sangat berisik.

"Kemana? Gue lagi di apartnya Bagas."

"Gue liat Alin minum diklub."

"Ah, lu serius, Nil?" Kedua mata Gilang membulat tak percaya mendengar ucapan dari Danil di telfon.

Karena setahu Gilang adalah, Alin bukan tipe perempuan yang suka dengan dunia malam apalagi sampai minum.

"Ngapain sih gue bohong. Nih gue lagi di klub di JakPus, lu kesini deh cepetan soalnya Alin lagi sama cowok juga." Suara Danil terdengar sangat ngotot karena Gilang yang seolah tak percaya dengan ucapannya.

"Siapa? Pacarnya?" Gilang jadi semakin berfikir. Karena tadi kan Gilang juga sempat adu tinju dengan kekasihnya Alin.

"Bukan. Makanya lu kesini cepetan. Gue gabisa nyamperin Alin soalnya gue lagi sama Iren."

Iren itu pacarnya Danil.

"Yaudah, lu tungguin gue. Gue otw."

Setelah itu telfon berakhir.

"Siapa? Danil?" tanya Andri.

"Gue pergi dulu ya." Pamit Gilang yang langsung bergegas diri dari sofa.

Seolah luka diwajah Gilang sudah sembuh dalam waktu sekejap karena mendengar info tadi dari Danil. Gilang rasa ini semua belum selesai. Baru saja ia merasakn sedikit lega, tapi sekarang rasa cemas mulai mengerayangi dirinya.

Break! (Terimakasih Tuhan, dia begitu indah) Where stories live. Discover now