26. TUNANGAN

120 31 37
                                    

"Bagaimana kita bisa menghargai orang lain. Kalau orang lain itu tidak bisa menghargai dirinya sendiri.

-Anonim

---

Gadi mengerutkan keningnya heran saat sudah sampai di tempat yang dikirimkan alamatnya oleh Fina tadi.

Gadi menatap ke arah meja yang di tempati oleh keluarganya itu. Bukan. Bukan ke keluarganya yang membuat Gadi bingung. Tapi dua orang yang juga duduk di meja keluarganya.

Fina yang awalnya masih mengobrol dengan perempuan yang Gadi yakini seumuran dengannya, mengalihkan pandangan ke arah Gadi yang masih mematung di tempatnya.

"Gadi! Kesini sayang!" ajak mamanya sambil melambai-lambaikan tangannya.

Gadi menghembuskan napasnya kesal. Awalnya ia punya niat untuk kabur saja dari sini. Cowok itu pun mulai melangkahkan kakinya menuju meja keluarganya itu.

Saat Gadi telah duduk di kursi yang telah disediakan, papanya mulai bersuara mengenalkannya kepada dua orang tadi.

"Pak Ari, kenalin ini anak kedua saya. Namanya Gadi." ucap Ghafa dengan sopan. Lalu ia menatap ke arah Gadi. "Gadi, Pak Ari ini rekan bisnis Papa. Dia yang akan nenginvestasi di perusahaan kita untuk lima tahun ke depan," ujar papanya.

"Bodo amat," ucap Gadi di dalam hati.

Tapi nyatanya Gadi hanya menganggukkan kepalanya lalu tersenyum ke arah Pak Ari.

"Sopan dikit boleh lah," batin Gadi lagi.

Saat pandangannya tidak sengaja beralih ke cewek yang berada di samping Pak Ari, Gadi menjadi kaget. Cowok itu itu tampak memikirkan sesuatu di otaknya.

"Kok dia ada disini juga?" Lagi-lagi Gadi membatin.

Sedangkan yang ditatap oleh Gadi menjadi kikuk. Cewek itu menundukkan kepalanya.

Ghafa yang melihat Gadi bingung segera menjelaskan.
"Ekhem. Jadi gini, Di. Yang di depan kamu itu anak perempuan satu-satunya Pak Ari. Cepet kenalan sana," suruh papanya.

Gadi masih terdiam menatap cewek yang di depannya itu.

Cowok itu memikirkan sesuatu.

Pertemuan dua keluarga yang menjalin hubungan bisnis.

Ada anak perempuan dan ada anak laki-laki. Dan kedua keluarga memasang wajah bahagia.

Makan malam yang juga cukup formal di restauran mahal.

"JANGAN BILANG GUE DIJODOHIN?!" pikir Gadi di dalam hatinya.

Cowok itu tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadi tidak terima. Enak saja dirinya dijodohkan sama orang yang tidak ia suka. Gadi akan menolaknya mentah-mentah. Kalau orang tuanya masih memaksakan perjodohan ini, lebih baik Gadi pindah ke apartemennya lagi.

"Kita udah saling kenal, Pa," aku Gadi. Cowok itu sudah menyusun kata untuk menolak hal yang tak ia inginkan itu.

Kedua orang tua Gadi cukup kaget mendengarnya.

"Jadi, kamu udah kenal sama Abiola?" tanya mamanya.

Gadi menganggukkan kepalanya. "Iya. Dan bahkan kami sekelas. Dia anak baru di kelas Gadi."

Pak Ari ikut menimbrung. "Iya Pak Ghafa, Bu Fina. Jadi kami udah seminggu pindah ke sini. Dan saya sengaja pindahin Ola ke sekolahnya anak Bapak biar hubungan kita semakin dekat," ujar Pak Ari menjelaskan semuanya.

Papanya Gadi nampak menganggukkan kepalanya paham. "Oh gitu. Bagus itu Pak Ari. Biar tunangan hari ini bisa---" ucapan Ghafa terhenti ketika Gadi tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.

ABOUT THEM (COMPLETED)Where stories live. Discover now