•GADI PRATAMA

728 116 157
                                    


*mulmed Gadi Pratama

Suasana di XI IPA 4 sangat mencekamkan sekarang. Seorang cowok berbadan jangkung tengah melototi matanya ke arah Vian.

Merasa tak dihiraukan keberadaannya, cowok itu merasa kesal dan bersiap-siap mengeluarkan omelannya.

"Ekhem." Deheman cowok itu cukup keras.

Mendengar deheman yamg cukup keras itu, Vian menoleh sekilas ke cowok yang berdiri di hadapannya. Hanya sebentar. Lalu, Ia melanjutkan aktivitas membaca komik yang terhenti sebentar tadi.

Merasa terus diabaikan keberadaannya, Cowok itu merampas komik Vian dengan cepat.

Vian pun menatap tajam ke arah cowok yang mengganggu aktivitasnya itu.

Setelah beberapa detik bertatapan, cowok itu membuka suaranya.

"Hey makhluk gak jelas---" Vian memotong ucapan cowok itu dengan nada sinis.

"Kalo lo cuman mau nyapa gue doang lebih baik pergi dari sini."

"Omo!!! Kepedean banget lo jadi cowok. Dengar ya! Tempat yang lo dudukin sekarang ini punya gue! Wilayah gue, hak paten, hak milik, hak azazi gue! Sebelum gue marah lebih baik lo pindah sekarang! Kalau gak mau pindah siap-siap aja......" cowok itu terus mengomel. Sedangkan yang diomelin hanya menghiraukannya.

Di sisi lain, Gitara yang sedang membaca novel merasa terganggu karena ocehan tidak jelas Gadi. Ya, nama cowok yang berisik itu Gadi. Gadi Pratama.

Gitara yang memang posisinya duduk di depan dua cowok itu membalikkan badannya menghadap ke belakang.

"Lo bisa diam gak sih?!" teriak Gitara setengah kesal.

Mendengar suara yang tidak asing baginya, Gadi langsung menatap Gitara dengan semangat dan mata berbinar.

"Annyeong Bebebkuh!" sapa Gadi dengan suara seimut mungkin.

Mendengar suara yang menjijikan itu, Gitara sungguh merasa menyesal melihat ke arah cowok astral itu.

"Najis. Lo jangan sok-sok an ngomong pake bahasa Oppa-Oppanya gue, jijik tau gak?"

"Yah padahal gue udah hidup-hidupan ngafalinnya lho." Gadi memasang ekspresi kecewa.

Tiba-tiba suara deheman seseorang menghentikan Gitara yang mau membalas perkataan Gadi tadi.

"Ekhem. Gitara, Gadi!! Kenapa kalian berdua masih berdiri?" ucap Bu Fera yang sudah duduk di kursinya.

Mendengar suara Bu Fera, Gitara langsung duduk dengan ekspresi paniknya.

"Maaf Bu," ucap Gitara dengan sopan.

"Gadi Pratama! Kenapa kamu belum duduk juga?" teriak Bu Fera yang melihat Gadi dengan santainya masih berdiri.

"Ibu kok gak peka banget jadi guru? Gak liat kalau tempat duduk saya diambil sama dia?" ujar Gadi sambil menunjuk ke arah Vian.

"Kan bisa duduk di tempat kosong di sebelahnya, Gadi," ucap Bu Fera sambil menunjuk bangku kosong di sebelah Vian.

"Ih, gak mau Buuuk. Saya kan mau duduk di belakang Bebeb sayaaa! Lagian saya juga gak mau duduk di samping dia!" protes Gadi seraya menatap tajam ke arah Vian.

"Duduk di situ atau kamu akan Ibu dudukkan di sebelah Hara?" Ancam Bu Fera dengan serius.

Setelah mendengar ancaman itu, Gadi langsung saja bergerak untuk duduk di sebelah Vian.

Ada 2 alasan kenapa Gadi lebih baik mengalah.

Pertama, Ia tidak mau duduk dengan Hara. Karena cewek itu... You know lah kenapa Gadi tidak mau.

Kedua, Ia tidak mau berjauhan dengan masa depannya. Nanti bisa diambil sama kunyuk di sebelahnya ini.

Setelah merasa kelasnya aman, Bu Fera pun memulai pelajaran Fisikanya.

***

"Bebbb, ayo dong! Ajarin gue sekalii aja."

"Lo ngerti bahasa manusia gak sih?! Gak ya enggak!"

Gitara sudah risih melihat sikap Gadi yang sangat kekanakan itu.

"Kalau lo gak mau, gue akan bilang ke anak kelas kalau lo itu suka---"

Ucapan Gadi terhenti ketika Gitara tiba-tiba membekap mulutnya.

"Okey, Fine." Mata Gadi langsung berbinar mendengar ucapan Gitara.

"Gitu dong, kan gue gak perlu ngerusak image gue."

"Emang udah rusak bege."

"Kan rusaknya juga gara-gara elo, Beb." Gadi mengedipkan sebelah matanya.

"Najis tau gak!" Gadi cengengesan melihat ekspresi geli Gitara.

Melupakan sesuatu, Gitara melihat ke belakang di mana Nesa telah menunggunya dari tadi.

"Eh, Nes. Lo duluan aja kantin. Gue mau ngurus ni anak dulu." ujar Gitara ke Nesa yang sejak tadi memperhatikan drama mereka berdua.

"Oke deh. Gue juga gak mau ganggu kok," ucap Nesa dengan maksud menggoda Gitara. Gitara memutar bola matanya malas.

"Dadah Ra! Have fun!" Nesa pun berlalu meninggalkan Gitara dan Gadi.

Setelah Nesa sudah hilang dari jangkauannya matanya,
Gitara langsung menarik Gadi menuju taman belakang sekolah mereka.

***

Di sepanjang koridor, Gitara masih memegang tangan Gadi dengan erat.

"Tunggu bentar Beb." Mendadak langkah Gitara terhenti mendengar suara Gadi.

"Apaan?" Gitara sungguh menahan emosinya. Bagaimana tidak, gara-gara Gadi dia harus menunda waktu istirahatnya. Menyebalkan.

"Gue.... deg-degan nih kalau lo megang tangan gue terlalu erat," ucap Gadi dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Sialan.

Gitara langsung melepas pegangan tangannya dari Gadi.

"Sori." Gitara mati-matian menahan pipinya agar tidak kelihatan memerah. Gitara malu.

"Yah, kok dilepas sih? Padahal gue senang lho kalo lo megang tangan gue, Beb." Gadi mendesah kecewa.

Mereka terus mendebatkan hal yang tidak jelas di tengah koridor. Mereka tidak sadar telah menutupi jalan.

"Ekhm,"

Mendengar deheman seseorang, Gadi dan Gitara menghentikan ocehan mereka. Mereka menoleh ke sumber suara itu.

"Eh ada si kunyuk. Ngapain lo berdiri di situ? Jangan ganggu gue sama Bebeb gue deh," ujar Gadi dengan nada mengejek.

"Gue mau lewat," ucap Vian dengan datar.

"Lewat ya lewat aja sih! Rempong amat jadi kunyuk,"
ujar Gadi mulai kesal.

"Di, udah. Ayo pergi!" ajak Gitara untuk menghentikan Gadi yang sudah mulai emosi.

"Enggak bisa dong! Gue harus kasih pencerahan sama ni kunyuk satu biar lebih sopan kalo ngomong."

"Pergi dari sini atau gue gak jadi ngajarin lo?" ancam Gitara kepada Gadi yang sangat keras kepala.

"Oke, kita pergi." ucap Gadi sambil menarik tangan Gitara.

"Tunggu dulu, gue mau minta maaf sama Vian," ujar Gitara mengangkat satu tangannya ke Gadi sebagai isyarat untuk berhenti berjalan.

"Ngapain juga lo minta maaf sama dia? Kita juga gak salah kok." Gadi menjadi semakin kesal mendengar ucapan Gitara.

"Ya terserah gue lah." Mengabaikan kekesalan Gadi, Gitara melirik tempat di mana Vian berdiri tadi. Ia mendesah kecewa karena ternyata Vian sudah tidak ada di sina.

Padahal... Gitara mau mencoba berbicara kepada Vian.

***

TBC

Jangan lupa vote sama komennya❤

ABOUT THEM (COMPLETED)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant