Almost

230 19 0
                                    

"Iya, dia ada di apartemen gue sekarang."

Gandhi mendesah sekaligus bernapas lega. Seperti dugaannya, Senja pergi ke tempat Ren setelah membawa semua barang miliknya keluar dari rumah Gandhi. Senja tidak punya teman. Satu-satunya orang yang dipercayainya selain Gandhi adalah Ren, psikiater yang menanganinya.

Sebelumnya, Ren tidak serius dengan ucapannya yang mengatakan Senja bisa berkunjung ke tempatnya kapan saja. Ia bahkan memberikan nomor HP-nya beserta alamat apartemennya pada Senja. Tidak sekalipun ia mengira kalau suatu malam Senja akan benar-benar datang ke sana untuk meminta pertolongannya.

Terlibat dengan pasiennya sampai sejauh ini tentu melanggar kode etik pekerjaannya. Tetapi bagaimana mungkin ia mempermasalahkannya? Sejak awal, ia sudah menaruh hati pada Senja. Melihat kondisinya yang seperti itu, tentu saja Ren tidak sanggup untuk membiarkannya.

"Thank's Ren, gue titip Senja dulu di sana, ya."

"Sebenernya ada apa sih, Dhi?" tanya Ren tak mampu menutupi rasa penasarannya pada Gandhi dan Senja.

Dari gelagat keduanya, Ren bisa mencium kalau Gandhi dan Senja pasti habis bertengkar hebat. Kalau tidak, Senja tidak mungkin meninggalkan rumah Gandhi padahal ia baru saja diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

"Gue..."

Gandhi hampir mengurungkan niatnya untuk berterus terang pada Ren. Tapi akhirnya ia mengatakannya juga. "Gue bilang kalo gue jatuh cinta sama dia, Ren."

"What!? Are you nuts?!"

Reaksi Ren ini terasa tidak mengherankan bagi Gandhi. Baru kemarin ia mengabarkan kalau akan melangsungkan pernikahan dengan kekasih yang sudah tiga tahun lebih dipacarinya. Sekarang ia mengatakan kalau dirinya mencintai wanita lain.

Siapa pun yang mendengarnya pasti menganggapnya laki-laki brengs*k. Tapi Gandhi tidak keberatan disebut demikian, karena memang benar begitu kenyataannya.

"Selama ini gue baru sadar, kalo gue cinta sama dia Ren."

"Gila lo, Dhi! Terus Flo mau lo gimanain?"

"Gue tahu ini nggak adil buat Florence, tapi gue nggak bisa bohongin perasaan gue sendiri. Gue bakal putusin dia. Flo pantas mendapatkan yang lebih dari ini."

"Ya Tuhan,"

Ren menutup mulutnya. Dia tahu kalau menyakiti hati wanita sama sekali bukan sifat sepupunya. Biasanya justru dia yang berurusan dengan hal-hal semacam ini. Ren bahkan tidak ingat sudah berapa kali ia kena tampar dari mantan-mantan kekasihnya, karena seenaknya saja memutuskan hubungan mereka.

Gandhi adalah lelaki paling setia yang pernah ditemuinya. Seingat Ren, sebelum Flo sepupunya itu baru dua kali berpacaran dan dua-duanya berakhir bukan karena Gandhi yang memulainya lebih dulu.

Dengan Florence ia bahkan menjalin hubungan cukup serius sampai hampir menuju ke jenjang pernikahan. Kalau sampai Gandhi berkata seperti itu... berarti benar.

Sepupunya itu memang sungguh-sungguh mencintainya.

***

"Tumben kamu nyamperin aku ke sini, Sayang? Ada apa? Oh ya, Senja baik-baik aja kan?"

Pulang dari memeriksa pasien dan menyelesaikan seluruh pekerjaannya, Gandhi mampir ke kantor Flo untuk mengajaknya berbicara. Gandhi sudah memutuskan hari ini ia akan mengatakannya. Sekaligus menceritakan semuanya, termasuk bagian tentang perselingkuhannya malam itu dengan Senja.

Mungkin peristiwa itu tidak tepat disebut sebagai kategori selingkuh, karena Gandhi dan Senja melakukannya setelah Flo mengucapkan kata putus padanya. Tapi menurut Gandhi sama saja. Flo berhak untuk mengetahui yang sesungguhnya.

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now