Best Friends

377 25 0
                                    

Jakarta, 2001

Gandhi baru saja membuka pintu rumahnya untuk membuang sampah. Tak lama kemudian, terdengar teriakan seorang wanita yang memaki dengan amat keras hingga memekakkan telinganya.

"Brengs*k! Dasar anak tidak tahu diuntung!!"

Astaga.

Lagi?

Geram Gandhi dalam hatinya. Ia pun segera berlari menerobos pagar rumah tetangganya tanpa ragu.

Dugaan Gandhi benar rupanya. Ia menemukan Senja yang tengah dipukuli ibunya dengan gagang sapu. Gadis itu meringkuk di teras rumahnya tanpa melakukan perlawanan sedikit pun.

"Tante!"

Gandhi menangkis ayunan gagang sapu itu dengan hardikan yang lebih keras lagi, "Tante pukul Senja lagi saya laporin Tante ke polisi!" seruan Gandhi yang datang tiba-tiba itu membuat ibu Senja semakin naik pitam.

"Apa!? Anak kurang ajar kamu ya! Jangan ikut campur urusan orang!"

Ibu Senja mengayunkan gagang sapunya sekali lagi. Berniat memukulnya tapi Senja mengambil tindakan lebih cepat dengan menarik tangan Gandhi. Berlari kabur secepat mungkin dari amarah ibunya yang semakin tidak terkendali.

"Apa-apaan sih, Ja!"

Setibanya di rumahnya sendiri, Gandhi menghempaskan tangan Senja. Ia tidak suka karena Senja menghalanginya berhadapan dengan ibunya.

"Elo yang apa-apan! Lo pengen gue makin parah digebukin sama nyokap gue?" bentak Senja tidak kalah galak menghadapi sikap Gandhi.

"Kak...?"

Di saat yang bersamaan, Rin yang tengah membaca buku di halaman rumah bengong menemukan pertengkaran mereka berdua.

***

"Aduh, duh. Sakit, Rin."

Senja mengaduh-aduh begitu Rin menyentuh lukanya. Mereka bertiga kini sudah duduk di ruang tengah rumah keluarga Gandhi dan Rin. Dengan peralatan P3K seadanya, Rin mengobati sudut bibir dan siku Senja yang berdarah.

Lima tahun sudah berlalu sejak pertemuan pertama mereka. Gandhi, Rin dan Senja kini sudah beranjak remaja. Selama ini mereka tidak hanya bertetangga, tapi juga pergi ke sekolah yang sama dan menjadi sahabat dekat.

"Sorry. Sakit, ya?"

Sebelum Rin sempat berkata lebih jauh lagi, Gandhi sudah menyambarnya dengan nada jengkel.

"Makanya, gue bilang juga apa. Laporin nyokap lo ke polisi! Mau sampe kapan lo kayak gini?"

Senja menghela napas kesal. Ia tahu Gandhi peduli padanya. Tapi ia tidak suka mereka berdebat lagi dengan masalah yang sama setiap harinya.

"Terus gimana? Siapa yang mau ngurusin gue kalo nyokap gue dipenjara? Elo? Ngurusin diri sendiri aja lo nggak bisa!"

Gandhi menggigit bibirnya. Ia membenci ketidakberdayaannya yang seperti ini. Hanya saja, yang dikatakan Senja memang benar. Gandhi hanyalah bocah ingusan yang tidak mampu berbuat apa-apa. Usianya baru 15 tahun. Jangankan membantu seseorang, hidup keluarganya sendiri saja berantakan.

Sejak pindah ke sebelah rumahnya, Gandhi sering menyaksikan Senja diperlakukan kasar oleh ibunya. Penyebabnya tidak begitu jelas. Terkadang ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Atau kadang ia memang hanya sedang kesal saja, lalu melampiaskannya pada anak gadisnya.

Gandhi kesal karena Senja tidak pernah sekalipun melawan ibunya. Namun yang lebih membuatnya marah adalah ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindunginya.

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now