Back To Work

247 21 0
                                    

Sebelum berangkat bekerja, Gandhi menyempatkan diri mengajak Senja sarapan berdua di meja makan. Awalnya ditemani bi Minah yang membuatkan roti bakar dan jus jeruk yang sudah tersajikan rapi di atas meja, namun bibi tua itu pamit undur diri karena tahu kalau keberadaannya tidak diperlukan di sana.

"Ja, aku tahu kalau ada banyak hal yang harus kita bicarakan. Tapi aku nggak akan memaksa kamu. Kamu bisa bicara kapanpun kalau kamu sudah siap." kata Gandhi membuka pembicaraan mereka dengan tenang.

"Ini aku belikan handphone buat kamu. Nomer aku sudah aku simpan di sana. Terus ini kartu ATM aku, kamu pegang ya. Tolong jangan berpikir yang tidak-tidak karena aku cuma ingin kamu punya pegangan selama aku nggak ada." ujar Gandhi seraya memberikan ponsel pintar merek Apple keluaran terbaru serta kartu ATM miliknya pada Senja.

"Aku biasanya berangkat kerja jam enam pagi, lalu pulang ke rumah jam delapan malam. Tapi kalau ada panggilan aku bisa stay di rumah sakit sampai tengah malam. Kalo aku belum datang, kamu makan duluan aja ya. Nggak usah nungguin aku pulang." Gandhi masih terus berbicara sementara Senja hanya mendengarnya dalam diam.

"Ja, selama aku nggak ada... apa ada hal yang ingin kamu lakukan? Kamu bisa bilang sama aku, Ja. Aku akan membantu kamu semampuku."

Sekarang Gandhi mulai bertanya padanya, tapi gadis itu masih belum menjawabnya.

"Kamu masih suka menggambar? Atau kamu mau aku belikan alat lukis atau yang lainnya, biar kamu nggak bosan di rumah? Atau kamu mau apa, Ja?"

Terlihat sekali kalau lelaki itu berusaha keras untuk menyenangkan gadis yang ada di depannya. Lama-kelamaan Gandhi terdengar seperti seseorang yang tengah membujuk anak kecil dengan mainan yang dimilikinya, namun Senja belum mengeluarkan reaksi sedikitpun.

Gandhi menghela napas lelah. Ia berusaha untuk sabar. Oke, mungkin belum saatnya Senja berbicara padanya.

"Ya sudah kalo begitu. Lebih baik kita bicara lagi nanti. Aku berangkat dulu ya, Ja." akhirnya Gandhi menyerah sebelum berpamitan pada Senja dan meninggalkannya tanpa sempat menyentuh sarapan yang sudah disiapkan di meja makan.

***

Rumah Sakit Persada Internasional, Jakarta Pusat.

"Pagi, Dok. Selamat datang kembali, Dokter."

Sesampainya di tempat kerjanya, Gandhi langsung bergegas menuju ruangannya. Ia sempat melewati lorong rumah sakit dan berpapasan dengan beberapa suster yang menunduk hormat padanya. Hari ini adalah pertama kali ia kembali bekerja setelah seminggu menghabiskan jatah cutinya untuk pergi ke California mencari Senja.

"Pagi, Sus." balas Gandhi ramah sekaligus menyapa para koleganya yang lain.

Tetapi ketika baru akan memasuki ruangannya, seorang suster lain tampak berlari ke arahnya dengan wajah pucat pasi. "Dokter! Ada pasien kecelakaan yang membutuhkan penanganan secepatnya, Dok!" panggil suster itu mendesaknya untuk segera mengikutinya.

Meskipun ini adalah hari pertamanya kembali bekerja, Gandhi sudah terbiasa dengan situasi ini. Panggilan suster itu pun mendorong Gandhi untuk berlari ke ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) bersamanya, secepatnya.

Pemandangan yang ada di hadapannya kini berganti menjadi mobil ambulans, yang mengantarkan seorang pasien laki-laki yang sudah kehilangan kesadarannya. Pasien tersebut mengalami benturan di kepala, tetapi tidak mengeluarkan banyak darah.

Gandhi lantas bergerak cekatan memeriksanya. Pupil salah satu mata pasien membesar dan ia mulai mengalami sesak napas.

"Segera lakukan pemeriksan CT Scan, Sus! Sepertinya pasien mengalami EDH (Epidural Hematema, pendarahan yang terjadi di antara selaput pembungkus otak dan tulang kepala). Kalau benar, kita harus segera melakukan tindakan."

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now