False Alarm

243 24 0
                                    

California, 2016

"Sayang, kamu ngapain sih kok masih di sana? Aku bingung nih gimana ngurusin kawinan kita kalo kamu nggak ada," suara manja Florence yang terdengar dari seberang membuat Gandhi merasa bersalah.

"Maaf Sayang, Pak Mario baru aja nemuin petunjuk baru tentang Senja. Aku harus ikut memastikannya." ucap Gandhi meminta maaf seraya menyebutkan nama seorang detektif yang sudah disewanya sejak lama, yang sedang mendampinginya sekarang.

"Ya ampun Sayang, tapi masa sampe ngorbanin kawinan kita sih? Kamu nggak lupa kan, kawinan kita tinggal tiga bulan lagi!" protes Florence, ia paling sebal kalau sudah membahas masalah ini karena ujung-ujungnya mereka pasti bertengkar lagi.

"Sayang, kamu tahu kan aku udah janji akan cari Senja sampe ketemu. Katanya kamu dukung aku, tapi kenapa kamu gini lagi, sih?"

"Iya tapi nggak gini caranya, Sayang!" Florence geram karena Gandhi memainkan kartu itu lagi. Sejak berpacaran dengannya, Florence sudah hapal di luar kepala cerita bagaimana kekasihnya itu merasa berhutang budi pada gadis yang sudah menyelamatkan nyawanya itu dan berjanji akan mencarinya sampai ketemu.

Sebagai kekasih yang dimabuk cinta kala itu, tentu saja Florence mengatakan akan mendukung semua keputusan Gandhi. Tapi lama-lama, ia mulai merasa muak dengan tingkah kekasihnya yang sangat terobsesi pada teman masa kecilnya itu.

"Pak Gandhi, kita sudah sampai."

Bersamaan dengan itu, pak Mario yang sedang menyetir di sebelahnya menarik tuas rem sehingga mobil yang mereka tumpangi pun seketika berhenti.

Gandhi melempar pandangannya ke luar jendela. Mereka sudah sampai di depan rumah bercat putih biru yang tidak ada bedanya dengan deretan rumah lainnya di kawasan pemukiman suburban San Diego, California, yang mereka lewati sepanjang jalan tadi.

"Maaf Sayang, nanti aku telpon lagi ya? Ada urusan yang harus aku selesaikan sekarang." janji Gandhi pada kekasihnya, menutup telepon secara sepihak sebelum keluar dari mobilnya.

"Sayang? Eh Sayang, kita belum selesai bicara!"

Sedetik kemudian, telepon pun terputus. Gandhi baru saja bericara dengan Florence, calon istrinya yang akan segera dinikahinya tiga bulan lagi.

Florence Agatha Salim. Wanita itu sudah dipacarinya selama tiga tahun lamanya. Mereka bertemu saat sama-sama menempuh pendidikan lanjutan di UCLA, University of California, Los Angeles, Amerika Serikat.

Flo melanjutkan pendidikan hukumnya dengan spesialisasi di bidang Criminal Justice, atau Hukum Pidana. Sementara Gandhi mendapatkan beasiswa untuk meneruskan spesialisasinya di bidang Neuroscience, atau Bedah Syaraf.

Setelah menyelesaikan pendidikan mereka, sepasang kekasih itu kembali ke Indonesia dan bekerja di sana. Flo membangun firma hukumnya sendiri bersama teman-temannya. Sedangkan Gandhi bekerja di rumah sakit milik keluarganya sebagai dokter bedah syaraf yang berlangsung sampai sekarang.

Bagaimana Gandhi bisa sampai ke sana, ceritanya cukup panjang. Tapi saat ini, Gandhi sudah berada di depan pintu rumah yang akan menjadi akhir dari penentuan perjalanannya. Atau mungkin semuanya akan berakhir sia-sia belaka, karena ia tidak berhasil menemukan apa yang menjadi tujuannya.

Ting! Tong! Ting! Tong!

Dipencetnya bel rumah itu bersama pak Mario, lelaki tinggi besar berbadan tegap yang lebih mirip sebagai bodyguard dibandingkan dengan detektif pribadinya.

Pak Mario mendapatkan informasi kalau Senja mungkin bekerja di rumah ini sebagai pengasuh bayi atau asisten rumah tangga, sehingga jadilah mereka bertolak ke sana.

Sejak meninggalkan kehidupan lamanya, Gandhi memang tidak pernah berhenti mencari Senja. Ia masih sangat terobsesi untuk menemukan sahabatnya itu yang telah hilang selama bertahun-tahun. Gandhi bahkan sampai menyewa jasa detektif swasta untuk membantunya, dan ini sudah tahun kesekian ia bekerjasama dengannya.

Sayangnya, memang tidak mudah untuk mengumpulkan jejak Senja. Berbagai cara telah mereka lakukan namun belum membuahkan hasil.

Sampai akhirnya pak Mario berhasil menyusuri kepingan jejak Senja melalui bibinya, yang bernama Sofia. Bibi Sofia sempat mengasuh Senja setelah ibunya meninggal dunia. Tapi hanya setahun saja karena Senja lari dari rumah untuk bekerja di Amerika, tanpa sepengetahuan bibinya.

"Who's there?"

Suara lelaki asing terdengar dari dalam pintu yang tertutup, yang membuat Gandhi merasa agak nervous. Tapi ia berusaha menutupinya dengan menegakkan tubuhnya, berharap akan menemui sosok Senja dibalik pintu yang mulai terbuka itu.

Pak Mario lantas memperkenalkan dirinya pada lelaki bule berusia pertengahan tiga puluhan itu yang berdiri menyambut mereka berdua. Usai mengutarakan maksud kedatangan mereka, lelaki bule itu kemudian memanggil seseorang dari dalam rumahnya.

"Sandra!"

Jantung Gandhi mulai berdegup gugup saat seorang gadis Asia seusia dirinya berjalan menghampiri mereka dengan menggendong bayi perempuan dan merespon panggilan dari majikannya.

"Apakah dia orang yang Anda cari?" tanya lelaki bule itu dalam bahasa Inggris yang dibalas dengan gelengan kepala dari pak Mario.

Sekali lagi Gandhi harus menelan rasa kekecewaannya, tapi ia tidak ingin menunjukkannya di depan pak Mario. Gandhi tahu pak Mario sudah bekerja keras untuk membantunya mencari Senja, sehingga ia tidak sampai hati untuk mengungkapkannya.

*** 

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now