Hello, My Friend We Meet Again

235 20 0
                                    

"Kita mau kemana?"

Senja bertanya pada Gandhi yang masih belum bergeming dari kursi kemudinya.

Selesai mengurus administrasinya di rumah sakit, mereka menghabiskan waktu dalam diam di tengah perjalanan pulang. Sampai Senja menyadari kalau mobil yang ditumpanginya tidak menuju ke rumah Gandhi, melainkan ke tempat lain.

Sebenarnya Gandhi akan membawanya kemana? Di satu sisi Senja penasaran. Di sisi lain ia juga masih bertanya-tanya, apakah Gandhi masih marah padanya.

Sekarang Gandhi sudah mengerti penyakit yang diderita olehnya. Senja yakin Ren pasti sudah menceritakan semua kepadanya. Tentang dia yang senang menorehkan sayatan di tubuhnya. Atau memukul dirinya sendiri dengan apa saja yang ada di depannya, ketika sedang merasa depresi maupun frustasi.

It's just her things and no one could understand that.

Seharusnya, ada banyak hal yang perlu mereka bicarakan. Mulai dari hubungan mereka yang tidak jelas setelah 'kecelakaan' malam itu. Sampai pada dirinya yang dilarikan ke rumah sakit karena kebodohannya sendiri waktu itu.

Sial.

Mestinya, Senja bisa lebih berhati-hati lagi. Selama ini tidak ada yang menyadarinya, kalau ia memiliki kelainan tersebut. Senja terlalu pintar menyembunyikannya di depan orang lain.

Bahkan di depan mafia yang mempekerjakannya dulu sekali pun. Ia beralasan luka-luka yang ada di tubuhnya disebabkan oleh pelanggannya, yang gemar melakukan kekerasan padanya.

Sayangnya, rahasianya kini telah terbongkar. Senja tidak tahu harus seperti apa menghadapi Gandhi yang terkesan terlalu overprotective padanya, dari awal bertemu lagi dengannya. Padahal, ia juga bukan siapa-siapa baginya.

"Sudah sampai." ucap Gandhi sembari memarkirkan mobilnya.

Secara otomatis Senja pun melempar pandangannya ke luar. Heran. Ia hanya melihat hamparan rumput hijau yang luas, berhiaskan batu-batu nisan yang berjejer rapi di tanahnya.

Tunggu sebentar.

Mendadak Senja tersadar akan sesuatu.

Apakah benar ini...?

"Ayo. Rin sudah menunggu kamu, Ja." ajak Gandhi yang membukakan pintu seraya mempersilahkan Senja keluar dari mobilnya.

***

"Hey girl, we meet again." sapa Senja tersenyum seraya menahan tangisnya saat mengusap perlahan nisan sahabatnya.

Gita Rinjani Hadikusumo. Beloved daughter and sister. Sahabat satu-satunya yang sangat dicintainya. Ia tidak menyangka kalau butuh bertahun-tahun lamanya untuk bisa kembali lagi ke sini.

Sekarang Senja mengerti mengapa Gandhi menghampiri toko bunga untuk membeli seikat mawar putih sebelum mereka datang ke sini. Lima belas tahun memang sudah berlalu. Tapi bukit hijau yang menghiasi tempat peristirahatan terakhir Rin, sahabatnya itu masih sama seperti dulu.

Senja mengingat masa remajanya yang dahulu seringkali dihabiskannya untuk datang seorang diri ke tempat ini.

Betul, sendiri saja.

Mengapa?

Dulu Senja tidak punya teman itu berbagi. Jiwa Gandhi masih begitu tergoncang dan tenggelam dalam kesedihannya sendiri. Tinggallah Senja berdua saja bersama Rin, yang melewati hari demi hari berbicara melalui batu nisan yang dingin.

"Apa kamu ingat, Ja? Pertama dan terakhir kalinya kita mengunjungi Rin bersama adalah di hari pemakamannya. I was so screwed back then."

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now