Moving On

248 23 0
                                    

"Sudah siap semua, Nak? Ayo kita pergi." teguran ayah Gandhi membuyarkan lamunannya.

Remaja lelaki berusia enam belas tahun itu masih berdiri di tempatnya, memperhatikan bangunan rumahnya yang sebentar lagi akan ditinggalkannya.

Ia sempat menghela napas panjang sebelum kembali menatap bangunan rumahnya lekat-lekat. Di hatinya seperti masih ada lubang yang menganga setiap kali teringat akan Senja.

Gadis yang telah menyelamatkan nyawanya, yang kini justru tidak diketahui dimana keberadaannya.

Setelah terbangun dari komanya, Gandhi baru mengetahui kalau keluarga Senja terlibat dalam sebuah peristiwa pembunuhan. Ibunya tewas seketika.

Tetapi sampai detik ini polisi masih belum bisa menemukan pembunuh ibunya. Sementara Senja sendiri menghilang usai memberikan keterangan pada pihak kepolisian.

Semua ini rasanya masih sulit dipercaya oleh Gandhi. Ia tahu kalau ibu Senja memang bermasalah. Tapi ia tidak pernah mengira kalau wanita itu akan tewas dengan cara sekejam itu.

Senja yang malang. Gandhi tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya setelah peristiwa itu. Gandhi paham betul Senja tidak memiliki siapa-siapa selain ibunya. Lalu apa yang akan terjadi padanya?

Membayangkan hidup yang harus dijalani Senja setelahnya membuat hatinya hancur. Namun yang paling menyakitkan hati Gandhi adalah, lagi-lagi ia tidak bisa berbuat apa-apa untuknya.

Ketika Senja sedang menghadapi cobaan yang paling berat dalam hidupnya, Gandhi malah terbaring tak berdaya di rumah sakit karena kebodohannya sendiri. Ia sungguh tak bisa memaafkan dirinya sendiri apabila sesuatu yang buruk terjadi pada Senja.

Setelah keluar dari rumah sakit Gandhi sudah berusaha mencari Senja kemana-mana seperti orang gila. Tapi sayangnya, ia tidak bisa menemukannya dimana-mana.

Sementara itu, ayah dan ibu Gandhi akhirnya bercerai karena perkawinan mereka sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Ibunya yang ternyata memiliki hubungan gelap dengan lelaki lain telah menikah lagi. Suami barunya merupakan duda beranak tiga yang hidupnya jauh lebih mapan dibandingkan dengan ayahnya.

Sedangkan ayahnya sendiri memilih kembali pada keluarganya, dengan mengajak Gandhi turut serta bersamanya. Kalau dipikir-pikir lucu memang. Setelah semua yang terjadi, keluarga besar ayahnya baru mau menerima mereka kembali setelah ibunya meninggalkan mereka berdua.

Kemudian hari ini adalah hari terakhir Gandhi menginjakkan kaki di rumahnya, sebelum pindah ke rumah keluarga besar ayahnya.

Sejujurnya, Gandhi masih belum mengerti kehidupannya nanti akan menjadi seperti apa. Ia tidak mengenal kakek dan neneknya atau keluarga ayahnya yang lain, juga tidak mau tahu-menahu tentang kehidupan mereka.

Gandhi menganggap segala sesuatu yang berhubungan dengan keluarga besar ayahnya tidak berarti karena selama ini mereka telah bersikap kejam dengan mengabaikan dirinya dan adiknya.

Bagi Gandhi, yang terpenting baginya saat ini adalah ia harus mencari Senja. Ia telah berhutang nyawa padanya. Atau mungkin itu hanya alasan saja, sebab alasan utamanya adalah sesungguhnya ia sangat merindukannya.

Tidak peduli apapun yang terjadi, Gandhi sudah berjanji pada dirinya sendiri. Ia tidak akan berhenti sampai berhasil menemukan keberadaan Senja.

Deru knalpot pick up yang akan mengantar Gandhi dan ayahnya menyadarkannya kalau mereka harus lekas pergi dari sana. Ayahnya sudah melambaikan tangan padanya, memberi isyarat pada Gandhi agar ia segera menyusulnya.

Tidak punya banyak waktu lagi, Gandhi pun bergegas mengikuti jejak ayahnya. Ayah dan dan anak itu lantas benar-benar meninggalkan rumah lama mereka, untuk menyongsong kehidupan yang baru bagi mereka berdua.

*** 

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now