Kilatan lampu disko yang menyilaukan mata menyulitkan Gandhi. Kali ini tidak ada Ren, sepupunya yang mendampinginya. Jadi Gandhi pun harus berjuang seorang diri.

Berulangkali Gandhi keliru dalam mengenali Senja, dan meminta maaf karena telah menarik tangan orang yang salah. Tapi itu tidak membuatnya berputus asa, sampai akhirnya ia menemukannya.

Senja tengah menari di lantai dansa. Sembari menghabiskan segelas minuman yang ada di tangannya. Ia terlihat begitu tenggelam menikmati musik, seakan melupakan semua masalah yang telah membelenggunya.

Malam itu senja mengenakan atasan yang memperlihatkan sebagian bahunya dan jeans ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Wajah cantiknya terpulas make up tipis dengan sentuhan eyeliner hitam dan lipstik yang berwarna merah gelap.

Harus Gandhi akui, malam itu Senja tampak begitu menarik di matanya. Tapi ia tidak suka. Karena gadis itu menjadi pusat perhatian para lelaki yang ada di sekelilingnya.

Di sisinya terdapat seorang lelaki yang berbisik mesra di telinganya. Menariknya untuk tertawa, meski tidak jelas apa yang sedang mereka bicarakan.

Gandhi tidak ingin berlama-lama dalam situasi ini. Ia segera menghampiri Senja dan meraih tangannya.

"Ja,"

Tidak terduga, reaksi yang diterima Gandhi justru di luar dugaannya. Senja malah menyambutnya dengan tawa terkikik dan wajah memerah akibat pengaruh alkohol yang diminumnya.

"Gandhi! Apa kamu juga mau bersenang-senang? Great!"

Alkohol yang dikonsumsinya, tampak telah meracuni pikirannya. Gadis itu mulai berbicara dengan tidak jelas.

Gemas dibuatnya, Gandhi menarik tangan Senja. Meninggalkan laki-laki yang baru saja menggodanya dan memandangnya dengan tatapan prihatin.

"Ja, kamu nggak seharusnya ada di sini. Kenapa kamu begini lagi, sih?" bisik Gandhi dengan nada tergetar, berusaha menahan emosinya.

"Gandhi heey, sorry. Gotta go, gottaa bussiness to do."

Senja malah bergumam tidak jelas seraya melenggang begitu saja dari Gandhi. Melangkah kembali ke tempat laki-laki tadi.

Gandhi melongo. Ia mengejarnya bertepatan dengan Senja yang terdengar sedang menawarkan sesuatu padanya.

"Jadi berapa? Sejuta? Oh yeah, okay. One night... Deal."

Laki-laki itu tersenyum puas. Menyentuh pantat Senja dan meremasnya dengan pandangan mesum. Gandhi terperanjat.

Detik itu pula ia baru menyadari transaksi apa yang baru saja terjadi di antara mereka berdua. Serta-merta, Gandhi pun tak dapat lagi menahan emosinya.

"Oh my God, Senja! What have you done? D*mn it!" teriak Gandhi memisahkan mereka berdua.

Terlambat sedikit saja, Gandhi tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Gandhi mendorong laki-laki itu dengan kasar. Menyumpahinya dan mengancamnya agar tidak mendekati Senja lagi.

"Berani sentuh dia lagi lo berurusan sama gua, brengs*k!"

"Hey, santai Sob!"

Laki-laki itu berseru tak kalah kerasnya. Membalas perlakuan Gandhi dengan kesal kemudian mengangkat kedua tangannya. Dia mengisyaratkan kalau tidak senang diperlakukan seperti itu dan memilih untuk menjauh dari mereka berdua.

"Looh ehh, mau kemana? Bentar kita belum selesai, heyy!"

Senja berteriak memanggil laki-laki tadi, yang menghilang di antara kerumuman pengunjung yang tak menghiraukan mereka. Gandhi menarik lagi tangan Senja dengan paksa, lantas berteriak dengan wajah penuh amarah.

Reverse (Every scar has a story)Where stories live. Discover now