It Was Never Been The Same Anymore

Comenzar desde el principio
                                    

Kejadian ini mengingatkannya akan hari kepergian Rin. Senja seperti mengalami deja-vu. Dengan sisa kekuatannya, ia berusaha tegar dan menelepon rumah sakit untuk segera mengirimkan mobil ambulans ke rumah mereka.

Hati Senja sudah tidak karu-karuan rasanya. Rasa takut, marah, sedih, sakit hati, tak berguna, bercampur aduk jadi satu di dadanya sampai terasa amat sesak. Ia bahkan merasa sulit untuk bernapas.

Tetapi Senja berusaha keras untuk bisa kembali pada kesadarannya. Senja harus tetap kuat. Apa yang menjadi fokus utamanya saat ini hanyalah, ia harus menyelamatkan Gandhi.

Tidak peduli apa pun yang terjadi. Ia sudah tidak bisa kehilangan lagi.

***

"Dhi... hei. Gandhi."

Sayup-sayup Gandhi mendengar suara seseorang memanggil namanya. Senja. Ya, Gandhi mengenali suara itu yang kini terdengar begitu mencemaskannya.

Gandhi sempat membuka kelopak matanya yang terasa amat berat. Kemudian ia mendapati dirinya sudah berada di dalam mobil ambulans yang melaju cepat menuju rumah sakit. Di luar Gandhi bisa melihat cahaya lampu ambulans berkerlap-kerlip menyilaukan, serta sirine yang berbunyi keras memekakkan telinganya.

Kesadaran Gandhi belum seratus persen pulih. Wajahnya tertutup masker oksigen agar dapat bernapas dengan lebih baik. Perlahan-lahan ia mencoba menggerakkan jari-jemarinya, yang mendapatkan respon dari Senja yang menggenggam tangannya dengan erat.

"Dhi, tetap di sini ama gue. Jangan pergi. Lo nggak boleh pergi ninggalin gue. Lo harus tetep sadar, okay?"

Gandhi bisa merasakan tekad yang kuat dari nada suara Senja. Ia tidak tahu dari mana gadis sekecil itu bisa mendapatkan kekuatan sebesar itu. Ingin rasanya Gandhi tersenyum. Seandainya ia bisa seperti Senja. Tapi ia tidak bisa.

Entahlah.

Mungkin ia hanya sudah tidak memiliki keinginan untuk melakukannya.

Selepas kepergian Rin, Gandhi merasa sudah kehilangan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Rin adalah satu-satunya yang membuatnya terus bertahan. Kalau bukan karena Rin, mungkin Gandhi sudah lama kabur dari rumahnya dan tidak akan pernah kembali lagi ke sana.

Ia sudah muak hidup satu rumah di tengah manusia-manusia yang menurutnya penuh dengan kemunafikan, seperti orangtuanya.

Sebentar.

Mengapa Gandhi bisa berpikir demikian?

Gandhi memang tidak pernah menceritakannya kepada siapa-siapa. Pertama kali menemukan pertengkaran kedua orangtuanya, Gandhi masih kelas 1 SD. Sembilan tahun yang lalu di balik pintu kamar ayah dan ibunya, ia tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka berdua.

"Kalo saja kamu nggak menggoda aku, hidup kita nggak akan hancur kayak gini!"

"Oh, jadi semua ini salah aku? Kamu lupa? Kamu yang memulai semuanya lebih dulu!"

Gandhi jadi tahu kalau ayah dan ibunya kawin lari sehingga diusir oleh keluarga besar mereka. Keduanya tidak direstui karena masih terikat sepupu sendiri. Ayahnya bahkan dicoret dari daftar warisan keluarganya, karena bersikeras menikahi ibunya. Oleh sebab itulah setelah menikah hidup mereka berdua jadi sangat susah.

Sayangnya mereka berdua tidak bisa berpisah karena ibunya sudah terlanjur mengandung dua anak kembar yang diberi nama Gandhi Respati dan Gita Rinjani, yang tak lain adalah dirinya dan adiknya.

"Keterlaluan! Anak kita sakit, masa orangtua kamu nggak bisa bantu sama sekali?!"

"Aku bisa apa? Mereka bahkan nggak percaya kalo Gandhi dan Rin anak aku!"

"Apa!? Kamu pikir aku perempuan macam apa??!"

Pertengkaran demi pertengkaran semakin sering mewarnai rumah tangga kedua orangtuanya saat Rin jatuh sakit. Kondisi keuangan keluarga mereka juga semakin bertambah sulit. Sampai suatu ketika, terjadi sebuah peristiwa pahit yang membuat kepribadian Gandhi menjadi seperti sekarang ini.

Keras hati. Kaku. Realistis. Dan sulit untuk mempercayai siapa pun.

Saat usianya masih delapan tahun, Gandhi menyaksikan ibunya pernah hampir membunuh adiknya sendiri. Dengan cara membekap mulut Rin dengan bantal, ketika adiknya yang tidak berdosa itu masih terlelap dalam tidurnya.

"Ibu...!!!"

Mungkin Rin sendiri tidak mengingatnya. Tapi sampai kapan pun, Gandhi tidak akan pernah bisa melupakannya.

Waktu itu ibunya sudah sangat putus asa. Dokter mendiagnosis Rin hampir tidak memiliki peluang untuk sembuh. Harta benda yang mereka miliki sudah habis untuk membayar biaya pengobatan, sehingga mereka tidak lagi memiliki uang barang sepeser pun.

Namun setelah Gandhi memergokinya dan menyadari apa yang sudah diperbuatnya, ibunya menangis sejadi-jadinya. Lalu tidak henti-hentinya meminta maaf padanya.

Tapi sudah terlambat. Peristiwa itu telah mengubah cara Gandhi memandang dunia untuk selamanya.

Gandhi membenci ibunya. Ayahnya pun juga sama saja. Hanya Rin satu-satunya yang ia miliki. Itulah mengapa setelah Rin meninggalkannya, Gandhi merasa sudah tak ada lagi artinya ia hidup di dunia ini. Gandhi pun menempuh jalan singkat dengan mengakhiri hidupnya sendiri.

Tetapi Gandhi melupakan satu hal. Ia lupa kalau kehadirannya masih sangat berarti bagi seseorang.

Ya, Gandhi lupa kalau ia masih memiliki Senja.

Air mata meleleh di pelupuk mata Gandhi setelah sekian lama ia tidak pernah melakukannya. Ketulusan Senja menggugah hatinya. Ia menyesali dirinya sendiri yang terlalu tenggelam dalam kesedihannya, sampai-sampai mengabaikan seseorang yang betul-betul peduli padanya.

Di tengah kesibukan para perawat yang cekatan dalam melakukan pertolongan pertama, Gandhi bisa melihat ekspresi Senja secara samar-samar. Kekhawatiran, kesedihan, ketegaran, dan ketulusan yang melebur menjadi satu, tergambar dengan sangat jelas di wajahnya. Dan semua itu terjadi hanya karena kebodohan dari ulahnya.

"...Dhi, dengerin. Elo masih punya gue. Jangan tinggalin gue sendiri. Lo nggak boleh nyerah. Janji sama gue. Lo nggak boleh nye... rah... Janji..."

Ini adalah kalimat terakhir yang didengar oleh Gandhi sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya.

Senja.

Mengapa ia bisa menyia-nyiakannya?

Dalam tidurnya, Gandhi berdoa kalau saja ia masih diberi kesempatan untuk selamat, ia akan sungguh-sungguh meminta maaf padanya.

***

Reverse (Every scar has a story)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora