Lemon

1.5K 81 11
                                    

Beberapa tahun sebelumnya.

Sudah sore saat Nozomi Ren turun di terminal terakhir pemberhentian bus. Menurut rencana, seseorang akan menjemputnya menuju kota kecil Wol. Namun, hingga menjelang pukul tujuh, tidak ada seorangpun yang muncul.

Kesal, Ren menyeret kopornya di jalan beraspal yang sunyi. Agenda libur sekolah di musim panas bersama Jihoon terdengar menjanjikan saat sahabatnya itu menelepon penuh harap. Dia marah, akan tetapi dia tidak bisa berbalik arah untuk kembali ke Seoul.

Saat dia merasa sudah diambang batas kesabaran, dari kejauhan akhirnya Ren melihat gerbang masuk kota. Sebuah sungai mengalir deras di sisi kiri jalan, Ren bisa menebak dari bunyi alirannya yang deras.

"Serahkan semua barang-barangmu kalau ingin selamat."

Meskipun hanya mengerti beberapa kata, Ren tahu, dia sedang terancam. Pemuda itu bisa merasakan dinginya bilah pisau di kulit lehernya. Tiga orang lelaki mabuk mengerubunginya seperti hidangan.

Kesialan yang beruntun. Ibu dan ayahnya akan sedih, jika dirinya tiba-tiba menghilang. Mungkin, tidak lama lagi dia akan menjadi korban pembunuhan. Tubuhnya akan dilempar dari atas jembatan, kemudian akan hanyut dan berakhir sebagai mayat entah di mana.

Nozomi Ren mendapatkan kesempatan kabur, saat dia menggunakan tas tangannya yang berisi tiga kaleng minuman soda untuk menghantam pria mabuk berpisau.

"Tasukete kudasai ..." refleks Ren berteriak kepada kesunyian. Berandalan di belakangnya hanya tertawa, karena tahu tidak akan ada yang mendengar teriakan itu. Wilayah itu, daerah yang jarang dilalui penduduk. Gerbang yang dilihat Ren sebenarnya adalah jalan lama yang sudah tidak terpakai.

Ren melintas di atas jembatan tanpa penerangan. Untung saja malam itu sinar bulan sangat terang. Dia melihat seorang berdiri di tepi jembatan. Menatap kosong pada aliran sungai yang deras.

"Hantu," pikir Ren. Pemuda itu memilih untuk menghadapi makhluk astral, daripada mati konyol di tangan pemalak.

"Ano ... bisakah kau turun dari sana. Aku butuh bantuanmu," pinta Ren dalam bahasa Jepang yang cepat. Tangannya mengatup di depan dada. "Onegai."

Orang yang dipanggilnya menoleh. Ren salah mengira orang yang dia mintai bantuan adalah laki-laki, karena potongan rambutnya yang sangat pendek. "Ya Tuhan," ratap Ren. Sekarang dia merasa bersalah karena menyeret seorang gadis tidak bersalah ke dalam masalahnya.

Gadis itu menatap Ren tanpa ekspresi. Wajahnya pucat pasi di bawah cahaya bulan. Pria-pria mabuk menyusul Ren dengan cepat.

"Bukankah dia gadis penggoda itu?" racau orang yang membawa pisau. "Benar sekali," timpal yang bertubuh tambun. Orang itu menarik lengan si gadis, hingga terjatuh dari tepi jembatan.

"Malam ini kita sedang beruntung," lanjut si gendut. "Bukankah kau ingin mati? sebelum itu, layani kami terlebih dahulu, Jalang!"

Ren tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi keadaan berubah. Nampaknya, para penjahat itu ingin cepat-cepat mengenyahkannya, sehingga mereka bisa leluasa memperkosa si gadis. Buktinya, Ren melihat seorang dari mereka tergesa membuka ikat pinggang.

Gadis yang tadinya hanya diam itu mendadak seperti kerasukan. Napasnya memburu, air matanya mengalir deras. Secepat kilat dia mengambil alih pisau lipat dari tangan si pria, kemudian dia menyanyat apapun yang bisa dijangkaunya dari ketiga laki-laki itu.

Para penjahat menjadi berang. Marah, mereka bermaksud mengeroyoknya, akan tetapi niat itu mereka urungkan. Mereka memilih meninggalkan mereka berdua tanpa menoleh lagi. Sorot mata gadis bertubuh pendek itu begitu menakutkan. Hingga Ren sekalipun merasa bergidik ngeri.

The Human MateWhere stories live. Discover now