Metamorphosis

1.1K 91 2
                                    

Han Morea termangu di hadapan cermin. Rambut terbangnya yang kusut masai tidak ada lagi di sana. Sebagai gantinya, rambut ikal itu kini terlihat tunduk pada gravitasi. Mahkota di kepalanya itu nampak gemuk, halus dan bersinar. Hal itu mengingatkannya pada untaian besar mie yang baru saja direbus. Bicara tentang makanan, Drake sedari tadi mengawasinya dengan mata tajam dari meja makan. Morea melangkah ke dapur. Dalam waktu singkat dia sudah kembali dengan dua piring sarapan.

"Kau tidak bisa makan nasi, kan? cobalah ini." Nasi omelet untuk Morea, satu gunung telur orak-arik untuk Drake. Tuan rumah menghabiskan satu lusin telur untuk membuat sarapan ala kadarnya itu, sebenarnya karena memang tidak ada logistik apapun dalam lemari pendinginnya.

Gadis itu memutar bola matanya, 'apanya yang tidak selera makan,' gerutu Morea dalam hati sembari menyaksikan isi piring Drake menghilang dalam beberapa kedipan mata.

"Orang itu datang lagi," kata Drake di sela-sela suapan besarnya. "Siapa?" Morea melihat ke sekeliling.

"Orang tua yang akan mengusirmu, Mate."

"Bagaimana kau mengetahuinya?" Sebelah alis Morea terangkat. Tangannya tertahan di udara, sesuap nasi tidak jadi dia masukkan ke dalam mulutnya.

"Dia berbau alkohol."

"Yeah, orang tua itu punya pabrik soju. Kau bisa melakukan hal seperti itu? Apa kau seekor anjing?" Morea menunjuk hidung Drake dengan sumpitnya.

"Diriku jauh lebih unggul, saya adalah serigala," kata Drake bangga. Dia menghirup napas dalam, indera penciumannya yang tajam seketika bisa mengkonfirmasi berbagai jenis aroma beserta posisiya masing-masing. Manusia, hewan, logam, tanah, berbagai macam cairan, bau apapun sejauh puluhan mil.

'Penghuni nomor 07 kau ada di dalam?'

Terdengar suara sumbang menginterupsi percakapan mereka. Morea memutar bola matanya lagi. Kemudian dia memelototi Drake saat terdengar ketukan di pintu depan. "Tuan Bae. Apa yang dia inginkan?" Morea terperanjat. Gadis itu mulai mondar-mandir tidak karuan. Dia terus mengingat kesalahan apa lagi yang mungkin dia lakukan pada orang tua itu.

"Tunggu di sini dan jangan bersuara sekecil apapun!" perintahnya pada Drake. Sementara Morea melangkah ragu menuju pintu.

"Nona Han, kami akan mengganti semua kunci manual apartemen ini dengan kunci digital beserta layar interkom," kata Tuan Bae yang membawa serta beberapa orang tekhnisi berseragam.

Morea menganguk-anggukan kepalanya dari balik pintu, sementara tubuhnya masih berada di dalam. "Mengapa?" tanyanya. Dia tau betul induk semangnya itu adalah orang yang pelit dan perhitungan.

"Sudah banyak yang mengeluhkan tentang suara lolongan di tengah malam, sedang viral berita serangan hewan buas."

Tangan Morea mulai berkeringat. "Tunggu sebentar." Morea kembali menutup pintu. Dadanya bergemuruh. Bayangan serigala besar itu kembali menghantuinya. Mungkinkah mereka datang untuk memburunya? Mereka semakin dekat.

"Ada apa?" Drake sengaja bertanya, meskipun dia mendengar semua pembicaraan mereka di luar. Bau ketakutan mate-nya membuat lelaki itu nyaris lumpuh. Lututnya gemetar, langkah kakinya berat. Apa yang dirasakan Morea, dia juga merasakannya. Ingin rasanya Drake berteriak bahwa dia bukanlah musuhnya, dia akan melindungi gadis itu dengan nyawanya. Bahwa, serigala yang dia temui adalah dirinya. Orang yang paling mencintainya.

Semua kata-kata penghiburan itu tertahan di tenggorokan. Drake hanya bisa memeluk belahan jiwanya itu, meskipun awalnya dia menolak. Tubuh mungil Morea yang padat sepenuhnya terbenam dalam dekapannya. Hanya pucuk kepalanya yang terlihat. Tubuhnya begitu kecil, sangat rapuh, pikir Drake. Bagi Werewolf sepertinya, raga manusia laksana kayu lapuk.

The Human MateWo Geschichten leben. Entdecke jetzt