Seduce

1.8K 150 2
                                    

"Jadi .... " Morea sengaja menunda kata-katanya. Gadis itu menatap mata seorang pria berperawakan kecil dengan rambut tipis yang keriting. Lelaki itu memandang Morea dari balik kacamata yang menggantung di ujung hidung. Meskipun penampilannya biasa, Morea tau pria paruh baya di hadapannya tidak mudah untuk dibujuk.

"Kakekku adalah seorang penambang yang bekerja di luar negeri. Suatu hari, tambang galian mereka runtuh oleh gempa bumi. Ahjussi anda tau apa yang terjadi selanjutnya?" Morea membuat ceritanya terdengar misterius.

"Apa yang terjadi?" kata Drake tiba-tiba merusak suasana horor.

"Aku tidak bertanya padamu. Duduk kembali di bangkumu, Drake." Morea mengusir pemuda penasaran itu kembali ke kursi tamu. Morea seketika kembali memasang wajah serius.

"Semua orang beranggapan mereka yang terkubur telah mati. Namun, kakekku bertahan selama dua minggu. Dia minum seteguk air dan satu gigit roti per hari. Dengan sekop kecil dia menggali ke permukaan." Morea memeniru gerakan menggaruk di atas display kaca berisi beragam perhiasan.

"Apa maksud kisah mengada-ada tadi?" tanya si pria tua tanpa perubahan raut wajah. Dia malah terlihat bosan. Selama empat puluh tahun pengalaman kerjanya, pak tua itu sudah pernah mendengar semua jenis bualan pelanggan.

"Maksudku, barang ini adalah warisan." Morea mendorong lima butir berlian mentah ke arah lawan bicaranya. Masih dengan ekspresi yang sama, pemilik rumah gadai sekaligus toko perhiasan itu mengambil alat untuk memeriksa kadar karat, tingkat kekerasan dan warna batu mulia yang ditawarkan Morea. Selama beberapa saat, yang berubah dari wajah pria keriting itu hanyalah satu alisnya yang terangkat. Kemudian, beberapa tumpukkan tebal uang sudah berpindah tangan.

...

"Gunakan ini kalau kau punya keperluan." Morea menyerahkan kartu ke tangan Drake sesaat mereka baru saja keluar dari sebuah Bank.

"Apa yang harus kulakukan dengan benda ini?" Pria berambut panjang itu membolak-balik plastik tipis dengan huruf-huruf timbul di tangannya.

"Itu uangmu. Kau bisa membeli apapun dengan itu. Kau butuh pakaian, sangat aneh terus melihatmu dalam seragam pasien rumah sakit."

Tentu saja Morea membuat rekening bank menggunakan namanya sendiri (Morea tersenyum miris, ironi yang tidak lucu ketika lelaki itu justru punya dua identitas, tetapi dia tidak bisa menggunakan salah satunya).

Morea menyeret Drake ke pusat perbelanjaan. Gadis itu sudah bisa menebak, pria bak karakter game itu segera menarik perhatian. Orang-orang berbisik dan menunjuk-nunjuk penampakkannya yang seperti pendekar berkostum pasien. Drake malah menikmati sorotan, lelaki itu mengibaskan rambut perak panjangnya yang berkibar.

Morea berlari ke arah eskalator untuk menghindari tatapan penasaran orang lain. Namun, Drake tetap bergeming di tempatnya. Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bagaimanapun dia tidak akan mempermalukan dirinya lagi di depan Morea. "Adakah tangga yang tetap diam di tempat?"

"Kemana menguapnya rasa percaya dirimu sebelumnya? Itu hanya tangga, Drake."

"Alat itu sama saja dengan bus. Bus adalah kotak dan benda itu adalah tangga."

"Ah ... Aku lupa kau mabuk kendaraan. Kalau kita tidak menaiki benda itu, kita tidak akan pergi kemanapun. Kau akan baik-baik saja."

Morea meraih jemari pemuda itu ke dalam genggaman tangannya. Drake tidak bercanda dengan kondisi mabuk parahnya. Dia akan merasa pusing dan mual jika berada di atas benda yang bergerak. Tangannya menjadi basah karena keringat. "Ini berbeda dengan bus atau kereta." Morea mengangkat tautan tangan mereka. "Aku tepat berada di sampingmu, jangan pikirkan apapun, ok?"

The Human MateWhere stories live. Discover now