Confession

2.3K 191 4
                                    

Ini hari pertamanya bekerja. Han Morea terkantuk-kantuk di belakang meja kasir. Entah sudah berapa kali mulutnya menguap lebar. Sejak satu jam yang lalu hingga kini belum ada satu orangpun pelanggan lagi yang datang. "Hampir pukul tiga," kata Morea sembari menguap lagi.

Dari layar monitor kamera CCTV di atas mejanya, Morea melihat seseorang datang. Gadis itu berusaha membelalakkan matanya dan mengusap wajahnya keras-keras untuk mengusir rasa kantuk.

Bunyi lonceng yang terpasang di atas pintu berbunyi nyaring saat pria itu melangkah masuk. "Selamat malam. Ah ... selamat pagi," sapanya. Meskipun wajahnya terlihat lelah, tetapi lelaki itu tidak terlihat mengantuk sedikitpun. Penampilannya juga tetap rapi dengan setelan jas. Dia langsung berjalan ke area makanan berada. Sepertinya dia pelanggan tetap karena sanagat yakin dengan letak barang-barang.

"Selamat datang," sapa Morea.

"Kau punya air panas? Aku benar-benar hampir mati kelaparan." Pria itu berdiri di depan meja kasir dengan dua cup mie instan rasa daging sapi pedas.

Morea segera menerima pesanan pelanggannya dan melesat ke ruang belakang. Satu menit kemudian dia kembali dengan yang ramyeon kuah yang mengepulkan asap.

"Terima kasih. Umm ... kau pegawai baru?"

"Benar."

"Nyonya Hong selalu kesulitan dengan pegawainya. Ngomong-ngomong apakah kita pernah bertemu?"

"Kurasa tidak, Tuan." Morea menahan kesal dalam hati. Dia tau modus seorang laki-laki dengan pura-pura bertanya tentang pertemuan fiktif di masa lalu.

Grrowww

Morea hampir saja tertawa, saat perut pria di hadapannya berbunyi keras.

"Maaf."

Lelaki itu segera mengangkat nampannya, kemudian duduk di salah satu kursi di bagian depan toko. Tempat terbaik untuk menikmati hangatnya makanan sambil menikmati pemandangan dari balik dinding kaca. Morea memperhatikan lelaki itu makan dengan lahap. Tak butuh waktu lama, pelanggan kelaparan itu menandaskan dua cup mie. Dia bangkit, kemudian membayar dengan uang pas. Sebelum keluar dia tersenyum kepada Morea.

Hal yang tidak disangka-sangka menimpa si pelanggan. Morea mengetahuinya karena dia sengaja memantau kepergian pria itu dari layar komputernya. Dua orang pria mabuk mengapitnya. Mereka berusaha merebut tas miliknya dan mengancamnya dengan pisau.

Tanpa berpikir panjang, Morea meninggalkan tugasnya dan berlari keluar toko. Di tangannya, dia membawa serta pemukul bisbol.

"Tinggalkan dia sendiri," kata Morea dengan nada suara datar.

Kedua pria berbau alkohol dengan penampilan dekil dan kusam mendelik pada Morea. "Kau kekasihnya?" racau seorang dari mereka sambil mengayun-ayunkan pisau lipat.

"Aku hanya pegawai toko yang membela pelanggannya dari kejahatan."

Rupanya, ucapan Morea membuat pria yang hampir saja jadi korban rampok itu tertawa. Serempak, mereka semua menoleh penasaran.

Merasa terhina, pria mabuk itu langsung menyerang dengan kekuatan penuh, namun Morea lebih gesit. Gadis itu mengayunkan tongkatnya ke arah lengan si penjahat. Jeritan sakit kemudian sambung menyambung karena Morea menghajar mereka tanpa ampun, sementara si pelanggan hanya menonton dengan sabar hingga pertunjukan berakhir.

"Kau bisa membuat home run dengan pukulan terakhir tadi. Terimakasih."

"Tidak perlu, orang-orang tidak berguna seperti ini pantas mendapatkannya."

"Maukah kau menyimpannya." Si pria memberikan selembar kartu nama.

Alis Morea tertaut. Dia ragu sejenak, tetapi kemudian menerimanya.

The Human MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang